Hakim Pengadilan Surabaya Kena OTT KPK, Ketua PN Belum Dipanggil
Pasca hakim dan panitera pengganti terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, hingga kini belum mendapat panggilan.
Humas PN Surabaya, Martin Ginting mengatakan sampai saat ini belum ada informasi yang didapatkan dari pihak KPK terkait dengan OTT yang dilakukan Kamis, 20 Januari 2022, kemarin.
“Kalau sekarang belum ada (informasi dari KPK). Orang (hakim dan panitera penggantinya) baru kemarin ditangkap,” kata Ginting, ketika dikonfirmasi, Jumat, 21 Januari 2022.
Selain itu, kata Ginting, para pegawai belum ada yang diminta sebagai saksi. Bahkan, Ketua PN Surabaya selaku pimpinan, hakim Itong Isnaeni Hidayat dan panitera pengganti, Hamdan juga belum mendapat panggilan.
“Siapa yang terkait perkara itu pasti dipanggil sebagai saksi. Tapi untuk Pak Ketua sejauh mana, ada hubungannya apa nggak kan belum tahu,” jelasnya.
Ginting mengungkapkan bahwa pihaknya siap apabila dipanggil KPK untuk dimintai keterangan. Sebab, menurut dia, hal tersebut sesuai hukum yang berlaku dan harus dilaksanakan.
“Aparatur penegak hukum itu tak ada yang kebal hukum. Pastinya siap (dipanggil) itu kan norma-norma umum. Kan tak ada yang tak boleh jadi saksi,” ujar dia.
Lebih lanjut, Ginting mendapat kabar jika pihak KPK masih melakukan pendalaman perkara. Namun, mereka masih belum menggeledah ruang hakim yang hingga kini masih disegel. “Sampai sekarang mereka penyelidikan, penggeledahan belum. Iya (ruangannya masih tersegel), yang jelas sampai hari ini belum ada apa-apa,” ucapnya.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan hakim Itong Isnaeni Hidayat dan panitera pengganti, Hamdan sebagai tersangka, kasus suap penanganan perkara hubungan industrial (PHI), Kamis, 20 Januari 2022.
Saat ini para tersangka akan menjalani 20 hari penahanan pertama hingga 8 Februari nanti untuk kepentingan penyidikan. Tersangka Hamdan ditempatkan di Rutan Polres Jakarta Timur dan tersangka Itong bakal menghuni Rutan KPK pada Kavling C1.
Atas perbuatannya, tersangka Hamdan dan Itong sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Advertisement