Hakikat Agama Saling Menasihati, Ini Sikap Umar bin Khatthab
KH. Afifuddin Muhajir, Ketua MUI Bidang Fatwa Maudhu’iyah, menyampaikan renungannya tentang Khalifah Umar bin Khattab dan Budaya Kritik. Secara substansial ia mengingatkan betapa eksistensi dan hakikat agama adalah nasihat. Artinya, saling memberi nasihat dan kritik bila ternyata keluar dari jalur kebenaran.
Berikut ulasan Kiai Afifuddin Muhajir, Pengasuh Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Asembagus Situbondo:
Kritik konstruktif dan saling menasihati adalah bagian tak terlepaskan dari agama Islam. Khalifah Umar bin Khatthab RA sering dijadikan contoh sebagai pemimpin yang menyukai kritik.
Semasa menjadi khalifah, beliau punya kebiasaan blusukan ke kampung-kampung. Salah satu tujuannya mencari tahu tentang aib dan kekurangan dirinya. Hal itu membuat masyarakat berani dan tidak segan untuk mengkritiknya.
Bersama Khaulah binti Tsa’labah
Sayyidina Umar pada suatu ketika dicegat di jalan oleh seorang perempuan tua bernama Khaulah binti Tsa’labah dan dimintanya berhenti. Cukup lama beliau berhenti di jalan seraya menyimak kalimat-kalimat yang meluncur dari lisan Khaulah binti Tsa’labah.
Kalimat Khaulah berisi nasihat nasihat sebagai berikut:
يا عمر ، كنتَ تدعَى عُميرا ثم صرتَ عمر ، ثم قيل لك أميرُ المؤمنين ، فاتق الله يا عمر ، فإنه مَن أيقن بالموت خاف الفوتَ ، و من أيقن بالحساب خاف العذاب
“Wahai Umar, engkau dulu dipanggil Umair (Umar kecil), kemudian berubah menjadi Umar, lalu sekarang engkau dipanggil dengan julukan “Amirul Mukminin”. (Pesan saya) : ‘Takutlah engkau, wahai Umar kepada Allah, karena barangsiapa meyakini adanya kematian, ia pasti khawatir akan hilangnya kesempatan, dan barangsiapa yang meyakini adanya hisab, ia pasti takut menghadapi adzab.”
Perempuan Tua dan Kritik
Pertemuan di jalan antara Khalifah dan perempuan tua itu menjadi tontonan dan sekaligus membuat orang-orang yang melihatnya keheranan. Maka di antara mereka ada yang terpaksa bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, mengapa njenengan rela berhenti di sini hanya untuk mendengarkan omongan perempuan tua itu?”
Khalifah Umar menjawab, “Seandainya perempuan itu meminta agar saya berhenti di tempat ini dari awal siang sampai akhir siang, pasti saya tidak akan beranjak kecuali untuk shalat. Tahukah kalian, siapakah perempuan tua itu?” Mereka mejawab, “Kami tidak tahu.”
Sayyidina Umar menjelaskan, “Dia adalah Khaulah binti Tsa’labah, seorang perempuan yang perkataannya didengar Allah SWT dari atas langit yang tujuh. Apa pantas Umar tidak mau mendengarkan ucapan perempuan itu? Sementara Allah Ta’ala mau mendengarkannya.”
Mengadukan pada Allah Ta'ala
Kisah tentang Khaulah binti Tsa’labah secara singkat difirmankan Allah Ta’ala sebagai berikut:
قد سمع الله قول التي تجادلك في زوجها و تشتكي إلى الله ، و الله يسمع تحاوركما ، إن الله سميع بصير
“Sungguh, Allah telah mendengar ucapan perempuan yang mengajukan gugatan kepadamu (Muhammad) tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah, dan Allah mendengar percakapan antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Mahamendengar, Mahamelihat.”
Semoga kita bisa meneladani keluhuran akhlak Umar bin Khattab meski beliau memiliki jabatan tinggi. Wallahu a’lam bis shawab.
Advertisement