Haji Mabrur: Antara Bekal dan Capaian Dalam Ibadah
Oleh: La Ode Ismail Ahmad
Haji merupakan ibadah yang membutuhkan proses perjalanan panjang dari daerah asal menuju dua tanah suci yakni Makkah dan Madinah, sehingga harus membutuhkan kesiapan yang matang, baik fisik maupun psikis. Penyeru manusia untuk berhaji yakni Allah swt. memberikan informasi bahwa perjalanan haji membutuhkan bekal yang terbaik yakni taqwa.
Taqwa adalah kualitas spiritual yang diraih dari iman dan amal salih yang termanifestasikan pada keluhuran akhlak. Mereka yang berangkat haji dengan bekal takwa adalah mereka dengan kualitas spiritual yang telah mencapai pada tataran kesempurnaan yang sisa dikunci dengan pengalaman batin dalam menyaksikan kekuasaan Tuhan di tanah mulia.
Berangkat haji dengan bekal takwa adalah mereka yang telah memiliki tanaman-tanaman kemabruran dalam kehidupannya sehingga kenikmatan dalam setiap proses ibadah haji terasa nikmat dalam jiwa. Kemabruran atau kebaikan dalam berbagai aspeknya, baik ritual maupun sosial. Secara ritual, empat pilar keislaman telah menjadi identitas spiritualnya dengan akidah yang kokoh pada syahadatnya, komunikasi religi dengan salat dan puasanya serta komunikasi sosial dengan zakatnya. Secara sosial, jamaah haji dengan kemabruran adalah mereka yang telah mematikan ego individualnya dengan menghidupkan ego sosialnya dengan kepekaan yang tinggi pada realitas-realitas yang kontraproduktif dengan tauhid religiusitas.
Tauhid religiusitas merupakan tauhid yang meyakini Tuhan dalam sifaf-sifat Rahmaniyah dan Rahimiyah. Karakter cinta kasih dengan memberikan ruang kemanusiaan untuk saling memaafkan menjadi wajah keberagamaannya.
Haji mabrur bukan capaian kualitas dari proses ibadah haji, namun merupakan kualitas individu yang telah ia raih dalam proses keberagamaannya. Olehnya itu, haji mabrur mendapatkan jaminan indah berupa alam surgawi dengan seluruh kenikmatannya karena hidupnya secara ritual dan sosial telah menggambarkan perilaku penghuni surga.
Mereka yang berangkat haji dengan bekal kemabruran tidak akan sibuk sendiri dengan ibadah-ibadah ritual hajinya, namun ia sibuk menyapa, menolong dan membantu para tamu Allah yang belum sempurna dalam bekal kemabruran. Pelaksanaan ibadah haji dengan tagline Haji Ramah Lansia akan mudah terwujud apabila seluruh jamaah haji berangkat dengan bekal kemabruran yakni kepekaan yang tinggi pada mereka yang lemah yakni jamaah lansia. Kehadiran jamaah lansia bukan menjadi beban bagi mereka yang bukan lansia, tetapi menjadi pintu-pintu kebaikan untuk meraih janji surgawi.
Haji mabrur bukanlah predikat yang diraih karena melaksanakan ibadah haji, namun merupakan kualitas keberagamaan yang dijadikan bekal saat berangkat menunaikan ibadah haji. Haji mabrur adalah mereka yang dalam kehidupannya telah menyemaikan kebaikan sepanjang hidupnya, baik kebaikan dalam bentuk ibadah ritual maupun ibadah sosial. Kualitas seperti ini yang mampu melahirkan "manusia haji" dalam perspektif Ali Syariati.
Penulis adalah anggota PPIH Arab Saudi 2023/Dosen UIN Alauddin Makassar