Haedar Nashir: Umat Islam Indonesia Miliki Saham Pancasila
Satu dekade terakhir, umat Islam di Indonesia resah dengan banyaknya narasi yang berupaya membenturkan mereka dengan Pancasila. Padahal, dalam sejarahnya justru umat Islam terlibat dalam kelahiran dan keberadaan Pancasila.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menanggapi kekhawatiran tersebut dengan menekankan pentingnya pembacaan secara utuh dan jujur terhadap sejarah perjalanan bangsa Indonesia.
"Umat Islam tidak hanya menyabung nyawa untuk kemerdekaan, bahkan lebih jauh rela berkompromi dan mengalah demi kepentingan seluruh bangsa sebagaimana dalam penghapusan tujuh kata hasil Piagam Jakarta pada hari kedua setelah Indonesia merdeka.
“Kesimpulannya adalah umat Islam yang mayoritas di Indonesia ini punya saham besar untuk negeri ini, baik aspek historis ataupun ideologis,” kata Haedar Nashir, dalam keterangan Selasa, 7 Juli 2020.
Adanya dinamika di dalam perjalanan bangsa, bagi Haedar tidak sewajarnya menghapus posisi umat Islam dari objektivitas sejarah. Justru semangat Keislaman yang terpancar dari pembelaan umat terhadap Pancasila ada dalam koridor supaya Pancasila tetap dalam kerangka moderasi dan tidak terseret oleh arus ekstrim kiri maupun kanan.
Menurutnya, fenomena segolongan kecil yang bersikap ekstrim ada dan merata di setiap kelompok baik aliran politik, agama hingga suku sehingga gebyah uyah itu tidak pantas dilakukan sepihak hanya pada umat Islam.
“Ekstrim dan radikal itu berlaku umum. Karena itu perlu moderasi. Moderasi beragama perlu, moderasi bernegara juga perlu,” kata Haedar, yang sebelumnya tampil dalam dialog webinar Al-Fahmi Institute bertajuk “Islam Mengawal Pancasila dan NKRI”, Senin kemarin.
Otokritik dari Dalam
Selain menekankan sikap tengahan, Haedar juga memandang umat muslim Indonesia memiliki pembacaan yang cukup terhadap sejarah bangsa dan Pancasila agar berlaku elegan dan proporsional.
“Umat Islam harus menjadi dai dan pencerah agar mereka paham. Umat Islam jangan terjebak pada sikap emosi yang berlebihan. Jika ada nyamuk di kaca, disentil nyamuknya jangan kacanya dilempar batu sementara nyamuknya tidak kena,” kritik Haedar.
Dirinya juga memandang penting agar setiap kelompok Islam di Indonesia memiliki pedoman formal dalam memandang Pancasila sebagaimana Muhammadiyah dengan dokumen Negara Pancasila Sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah hasil keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-47 2015 agar umat Islam memiliki sikap yang jelas dan tidak mudah dibenturkan.
“Mestinya kita sudah selesai. Seluruh kelompok Islam termasuk yang mayoritas itu harus clear. (Dokumen) Itu sudah mengunci pandangan Muhammadiyah tentang Pancasila,” ungkap Haedar.
Alih-alih anti Pancasila, umat Islam beserta agama lain di Indonesia bagi Haedar justru merupakan pembuka pintu berkah bagi kehidupan bangsa. Haedar bersyukur umat Islam sebagai mayoritas penduduk Indonesia tidak sekadar hidup, tetapi memiliki semangat keagamaan.
“Umat muslim yang sehari-harinya ada wijhah (tujuan) tidak sekadar hidup, berbangsa dan bernegara juga tidak sekadarnya, tapi juga menjalankan fungsi ibadah dan kekhalifahan. Dengan demikian, penduduknya selalu punya jiwa Islam Iman dan takwa. Jika terus dirawat, maka barakah Allah akan turun,” syukurnya.
“Karena itu salah jika di kemudian hari karena ketidakpahaman hakikat kehidupan dan sejarah bangsa ini lalu memandang agama sebagai negatif, apalagi (memandang) agama sebagai ancaman terhadap Pancasila, keberagaman dan NKRI,” tegas Haedar.
Advertisement