Haedar Nashir: Pemerintah Harus Kaji Ulang New Normal
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mempertanyakan kebijakan pemerintah yang akan memberlakukan "New Normal" di tengah pemberlakuan PSBB (pembatasan sosial berskala besar).
"Kesimpangsiuran ini sering menjadi sumber ketegangan aparat dengan rakyat. Bahkan, demi melaksanakan aturan kadang sebagian oknum aparat menggunakan cara-cara kekerasan," ungkap Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, dalam keterangan tertulis diterima Ngopibareng.id., Jumat 29 Mei 2020.
Untuk itu, PP Muhammadiyah meminta agar pemerintah untuk memberikan penjelasan detail tentang kebijakan "New Normal".
"Jangan sampai masyarakat membuat penafsiran masing-masing. Di satu sisi, mal dan tempat perbelanjaan mulai dibuka, sementara masjid dan tempat ibadah masih harus ditutup," katanya.
Menurutnya masalah ini berpotensi menimbulkan ketegangan antara aparat pemerintah dengan umat dan jemaah.
"Padahal ormas keagamaan sejak awal konsisten dengan melaksanakan ibadah di rumah, yang sangat tidak mudah keadaannya di lapangan bagi umat dan bagi ormas sendiri demi mencegah meluasnya kedaruratan akibat wabah Covid-19," ucapnya.
Padahal, katanya, laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan bahwa pandemi yang terjadi saat ini masih belum dapat diatasi. Namun, pemerintah justru melonggarkan aturan dan mulai mewacanakan New Normal.
"Apakah semuanya sudah dikaji secara valid dan seksama dari para ahli epidemiologi?" tanyanya.
Menurutnya wajar jika tumbuh persepsi publik yang menilai kehidupan masyarakat dikalahkan untuk kepentingan ekonomi.
"Penyelamatan ekonomi memang penting, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah keselamatan jiwa masyarakat ketika wabah covid-19 belum dapat dipastikan penurunannya," katanya.
Karena itu, kata Haedar Nashir, pemerintah perlu mengkaji dengan seksama pemberlakuan “new normal” dan penjelasan yang objektif dan transparan terutama yang terkait dengan dasar kebijakan “new normal”.
"Seperti dari aspek utama yakni kondisi penularan Covid-19 di Indonesia saat ini, maksud dan tujuan “new normal, konsekuensi terhadap peraturan yang sudah berlaku, khususnya PSBB dan berbagai layanan publik, jaminan daerah yang sudah dinyatakan aman atau zona hijau yang diberlakukan new normal, dan persiapan-persiapan yang seksama agar masyarakat tidak menjadi korban, termasuk menjaga kemungkinan masih luasnya penularan wabah Covid-19," paparnya.
Ia mengatakan pemerintah dengan segala otoritas dan sumberdaya yang dimiliki tentu memiliki legalitas kuat untuk mengambil kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
"Pemerintah harus sepenuhnya bertanggung jawab atas segala konsekuensi dari kebijakan new normal yang akan diterapkan di negeri tercinta," imbuhnya.
"Semua pihak di negeri ini sama-sama berharap covid-19 segera berakhir di Indonesia maupun mancanegara. Namun, semuanya perlu keseksamaan agar 3 bulan yang telah kita usahakan selama ini berakhir dengan baik," kata Haedar menegaskan.
Advertisement