Haedar Nashir: Pancasila Tak Sekadar Fundamen Politik
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengingatkan, ketika dasar negara diperbincangkan dalam sidang BPUPKI dan disahkan dalam sidang PPKI tahun 1945, para founding fathers berdisuksi secara cerdas, intelek dan lepas dari kesan emosi serta memaksakan kehendak.
Akhir dari sidang tersebut menghasilkan apa yang Soekarno sebut Pancasila sebagai Philosopische Grondslag. Dengan kata lain, Pancasila tidak sekadar sebagai fundamen politik, namun juga fundamen moral yang memberi tuntunan dalam menjaga nilai-nilai luhur bangsa.
“Pancasila dengan lima dasarnya dan sila pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa itu merupakan dasar filosofis dan pandangan dunia, pandangan hidup berbangsa dan bernegara dari republik negara ini,” terang Haedar Nashir, dalam keterangan Rabu 3 Maret 2021.
Haedar menilai, prinsip Ketuhanan yang tertera dalam sila pertama harus menjadi pandangan dunia seluruh bangsa Indonesia dan kebijakan pemerintah.
Lebih jauh, Haedar mengutip Pembukaan UUD 1945 yang menyebut bahwa kemerdekaan Indonesia berkat rahmat Allah. Dipertegas kembali dalam Pasal 29 Ayat (1) dinyatakan bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pasal 29 menginspirasi pasal 31 ayat (3) yang menyebut bahwa tujuan Pendidikan Nasional adalah meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia. Sedangkan dalam pasal 31 ayat (5) menyebutkan bahwa memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi harus memperhatikan nilai-nilai agama dan persatuan bangsa.
“Kesimpulannya apa? Bahwa Indonesia dengan Pancasila, NKRI, Kebhinekaan, dan UUD 45 serta berbagai kebijakannya harus memiliki pijakan yang kokoh pada agama, Pancasila bahkan kebudayaan luhur bangsa dan tidak boleh menyalahinya,” tegas Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini.
Haedar menegaskan, Muhammadiyah selalu mendukung bahkan memberikan peran nyata dalam pembangunan ekonomi selain budaya, sosial, dan politik. Akan tetapi, Muhammadiyah juga memiliki pandangan integratif.
"Pembangunan ekonomi tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai agama, Pancasila, dan kebudayaan luhur bangsa. Pembangunan ekonomi juga tidak boleh berdampak buruk pada masa depan bangsa terutama menyangkut moral generasi bangsa," tutur Haedar Nashir.
Haedar berharap para pemangku kebijakan baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif tidak membuahkan kebijakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar berbangsa dan bernegara.
Muhammadiyah mendukung segala upaya pemangku kebijakan dalam membangun ekonomi, investasi, dan segala usaha untuk mensejahterakan dan memakmurkan rakyat. Tetapi manakala ada yang bertentangan nilai-nilai agama, Muhammadiyah akan terus menyampaikan aspirasi yang dipandang sejalan dengan pandangan agama maupun konstitusi.
“Bangsa ini perlu belajar pada pengalaman-pengalaman masa lalu bahwa kita bisa maju karena kita bersatu, dan kita bisa maju karena kita menghargai nilai-nilai luhur agama, Pancasila, dan kebudayaan luhur bangsa,” kata Haedar Nashir.