Haedar Nashir: Kritik Itu Energi Positif Makin Aktif Berdakwah
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengungkapkan, Muhammadiyah adalah anugerah Allah SWT bagi bangsa Indonesia. Melalui kontribusi gerakan pencerahan Islam yang dirintis KH Ahmad Dahlan, Muhammadiyah terus berikhtiar membumikan ajaran Al-Quran dan Hadis ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia secara kontekstual.
"Muhammadiyah senang dikritik. Kritik itu energi positif untuk makin aktif berdakwah amar makruf mahi munkar yang berkarakter moderat berkemajuan. Asalkan, kritiknya tidak menuntut Muhammadiyah berpenampilan “lain”, yang tidak sejalan dengan kepribadian dan khittah gerakannya," tutur Haedar, dikutip Sabtu 28 November 2020.
Haedar pun mengingatkan ada pernyataan Presiden Joko Widodo mewakili pemerintah dan rakyat Indonesia saat memberi sambutan daring pada Milad 108 Tahun Muhammadiyah.
“Jutaan penduduk Indonesia telah merasakan manfaat dari kemajuan dan inovasi yang dilakukan Muhammadiyah. Merasakan pelayanan yang diberikan persyarikatan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan pendidikan masyarakat”, tegas Presiden.
Menurut Haedar, pernyataan Presiden merupakan satu dari sekian banyak kesaksian dan apresiasi para tokoh bangsa atas perjalanan 108 tahun Muhammadiyah.
"Kami tidak bisa mengutip semua pernyataan para pihak dalam tulisan ini, kecuali menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas segala apresiasi dan kerja sama selama ini."
Haedar mengingatkan sosl Karakter Gerakan. Muhammadiyah sejak berdiri 18 November 1912 menegaskan diri sebagai gerakan dakwah dan tajdid. Muhammadiyah perhimpunan Islam yang “menyebarloeaskan” dan “memajoekan” hal ihwal Agama Islam di Indonesia. Inilah fondasi awal Muhammadiyah sebagai gerakan Islam berkemajuan.
"Muhammadiyah lahir karena tuntuan situasi umat dan bangsa yang tertinggal. Kala itu bangsa berada Indonesia terjajah. Sedangkan umat Islam tidak berpegang teguh kepada ajaran Islam yang murni; terpecah belah tanpa persatuan; pendidikan tidak sejalan dengan tuntutan zaman; mereka hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta berpikir secara dogmatis, konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme; serta pengaruh misi zending yang semakin kuat," kata Haedar, seraya mengutip buku karangan Salam, 1968. Demikian dikutip dari situs resmi muhammadiyah.or.id.
Kiai Dahlan memberi jawaban dengan melakukan pembaruan (tajdid) pemahaman Islam. Memperkenalkan pendidikan Islam modern. Gerakan baru membangun kesehatan dan pelayanan sosial berbasis Al-Ma’un dan PKO. Pengorganisasian zakat dan haji. Memelopori lahirnya organisasi perempuan Islam Aisyiyah yang berperan membidani Kongres Perempuan 1928.
Gerakan cinta tanah air Hizbul Wathan. Publikasi Islam melalui majalah Suara Muhammadiyah yang memperkenalkan penggunaan bahasa Indonesia. Tabligh di ruang publik dan usaha-usaha lain yang bersifat baru.
Para ahli menyebut Muhamamdiyah sebagai gerakan Islam modern atau reformis. Sebutan modernisme dan reformisme Islam secara khusus dilekatkan pada Muhammadiyah, sehingga label itu begitu kuat sampai saat ini.
James Peacock (1986) menyebut Muhammadiyah dan Asisyiyah sebagai gerakan Islam modern “yang utama dan terkuat di negara terbesar kelima di dunia”. Kemodernan yang ditampilkan Muhamamdiyah menghadirkan kemajuan sejalan ajaran Islam.
Kini 108 tahun berjalan. Etos dakwah dan tajdid yang berkarakter modern dan reformis itu menjadi warisan penting sekaligus berat bagi generasi Muhammadiyah saat ini. Kyai Dahlan berpesan agar penerusnya menjadi “pemimpin kemajuan Islam”. Pemimpin yang berjiwa, berpikiran, bersikap, dan bertindak maju.
Anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah niscaya bangga dengan organisainya. Jangan tertambat ke hati lain. Jadilah aktor Muhammadiyah yang berada dalam cakrawala “dunia besar” dan bebas dari sangkar besi “dunia kecil”.
Muhamamdiyah saat ini niscaya menghadirkan secara lebih berkualitas Islam berkemajuan untuk mencerahkan peradaban umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta. Mendakwahkan Islam yang damai, toleran, dan berakhlak mulia, dan rahmatan lil-‘alamin.
Jadilah “ummatan wasatha” dan “syuhada ‘alan-nas” yang menampilkan uswah hasanah. Jangan terbawa arus dan bersimpati pada praktik beragama yang ekstrem, intoleran, kolot, gaduh, dan melawan kemajuan zaman atas nama apapun karena bertentangan dengan karakter keislaman dan jati diri Muhammadiyah.