Haedar: Dibutuhkan Amal Nyata dalam Membangun Umat
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, mewujudkan Islam yang berjaya di bidang ekonomi, pemberdayaan umat hingga meninggikan kedudukan Islam di kehidupan nyata tidak bisa dibangun dengan retorika.
Tetapi amal nyata yang dimulai dengan sikap terbuka, mawas diri, dan kelapangan hati mengakui kekurangan diri sendiri.
“Manusia menghitung aset Muhammadiyah karena amal usahanya, bukan karena ceramah. Jadi ini penting, kita tidak bisa melompat,” tuturnya, dalam keterangan Sabtu, 12 September 2020.
Sebagai otokritik, Haedar Nashir mengandaikan, seluruh amal usaha Muhammadiyah di seluruh Indonesia yang selama ini dipandang sinis oleh sebagian orang, sebenarnya telah menyerap ratusan ribu lapangan kerja dan memberikan manfaat lain dalam bentuk amal sosial.
“Asumsi radikalnya, jika amal usaha ini bubar, apa yang terjadi? Tanpa amal usaha, maka Muhammadiyah hanya menjadi organisasi yang berdebat soal fikih. Fikih itu penting, tapi tidak akan selesai,” kritik Haedar.
Karena itu, dirinya memandang bahwa retorika, sifat reaktif, selalu merasa terancam dan sikap apologetik, yakni tidak mau mengakui kekurangan dan selalu mencari kambing hitam hanya akan membawa Islam sebagai bahan bulan-bulanan. Muhammadiyah dengan ruh reformis Islam modern yang diajarkan Kiai Dahlan mengajak membangun umat melalui jalan yang mencerahkan.
Haedar mengaku senang mengenang jejak pengabdian almarhum Mohammad Najikh. Semasa hidupnya, almarhum melalui Majelis Ekonomi menurut Haedar telah berhasil menerjemahkan jiwa kewirausahaan dengan kultur Muhammadiyah.
“Alhamdulillah sekarang gebrakannya membangun Jaringan Saudagar Muhammadiyah. Artinya lima tahun ke depan, kita bisa membangun pusat-pusat bisnis,” kata Haedar.
Ia berharap agar para kader dan anggota Muhammadiyah mewarisi nilai-nilai sense of development, yakni kepekaan untuk membangun.
Haedar Nashir mengungkapkan hal itu, dalam Launching dan Bedah Buku Mohammad Nadjikh Penggerak Sudagar Muhammadiyah, Jumat.
“Perjuangan Pak Najih, Pak Jauhar Arifin, Bu Nurhayati Subakat, dan para mujahid di berbagai bidang itu tidak pernah melompat. Selalu memulai dari nol kemudian bertumbuh kembang menjadi besar.
"Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang kemudian. Etos itu yang perlu kita miliki jika Muhammadiyah ingin bergerak di bidang bisnis. Dan belajarlah menghargai dari jejak orang yang jejaknya nyata, bukan retorika, panggung simulacra (dunia palsu),” kata Haedar.