Kisah Pilu, Begini Parade Baca Cerpen Perlima di Instagram
Waktu menunjukkan pukul 15.00 WIB. Tak lama masuk pemberitahuan dari akun Instagram @perlima.official. Rupanya akun resmi Perlima yang terbentuk sejak 30 Maret 2021 itu melakukan siaran langsung.
Tak berselang lama mulai terdengar lembut suara sapaan dari seseorang. Berkerudung merah muda dengan bibir merah merona, wanita itu menyapa hangat para audiens. Sore itu merupakan hari ketiga parade baca cerpen yang digelar sejak dua hari yang lalu. Kali ini yang berkesempatan menuturkan kisahnya adalah R. Wilis.
Berkerudung merah muda dan berkacamata, R.Wilis yang juga menjabat sebagai ketua Perlima mengawali obrolan. Dia mengenalkan apa itu “Perlima”. “Visi dan misi perlima itu memberdayakan perempuan melalui literasi. Bisa sastra dan non-sastra. Selain itu mewadahi perempuan agar bisa berkarya dan mengembangkan potensi diri,” kata R. Wilis pada Minggu, 18 April 2021.
R.Wilis menyebut, Perlima merupakan kependekan dari Komunitas Perempuan Penulis Padma. Bunga Padma dipilih lantaran memiliki filosofi yang agung, yaitu mampu berkembang sendiri. Sehingga diharapkan anggota yang tergabung menjadi sosok yang pemberani. Terlebih dapat memberikan sumbangsih melalui karya tulis.
Setelah dirasa cukup memberikan penjabaran tentang Perlima, R.Wilis lantas memulai membacakan cerpennya. Berjudul “Lelaki yang Pulang ke Laut”, dengan ekspresif, R. Wilis membaca kalimat demi kalimat sesuai intonasi dan mimik. Begitu penuh penghayatan R. Wilis menceritakan kisah menyayat hati tentang gadis kecil bernama Nara.
Nara yang tinggal di pesisir pantai setiap hari tak jemu berbisik kepada alam. Yang ada di benaknya hanyalah menantikan hujan agar segera turun. Berdasarkan cerita yang didongengkan ibunya, Nara mempercayai hujan mampu mendatangkan kembali ayahnya.
Kendati untung dari menjual ikan hasil tangkapannya tak seberapa, tak ada pilihan lain. Ya, sang ayah yang selama ini bekerja sebagai nelayan sudah tiga puluh purnama tak kembali pulang. Nara gelisah, angannya melayang. Dalam ingatannya tergambar kenangan manis bersama sang ayah yang selalu tersenyum itu.
Di tengah penantiannya, terdengar kabar yang mencengangkan. Ada yang bilang jika ayah Nara tertelan ganasnya ombak. Namun, dari penjelasan sang ibu, ayahnya hanya pergi sebentar mengejar matahari. Nara kecil yang bingung dilanda kegamangan. Mau tak mau Nara harus menerima kenyataan, sang ayah telah dipanggil yang kuasa.
Menyimak kisah yang menyentuh hati dipadu dengan gaya pembacaan cerpen yang apik, sontak membuat warganet terhanyut.
“Nglangut baca ceritanya bu wilis,” tulis Fitriana Herarti di kolom komentar.
“Cerita ini bagus,” timpal pengguna yang lain.
Sementara, ide cerpen sendiri diperoleh R.Wilis sepulangnya dari pantai di Belitung. R.Wilis terinspirasi dari suasana bangunan vila ala-ala rumah melayu kuno yang dia tinggali. Untuk menyelami karakter Nara, R.Wilis membayangkan dirinya masih berusia anak-anak. Selain itu, mengimajinasikan memahami perasaan anak-anak yang lain.
Ke depannya R.Wilis tertantang menjadi penulis yang karyanya bisa dinikmati segala kalangan. Tak hanya di usia dewasa, melainkan di kalangan anak-anak juga.
“Awalnya saya pesimis untuk nulis cerpen karena seringnya nulis esai dan status. Logika kalimatnya harus tetep jalan soalnya. Tapi saya nantinya ingin bisa menghasilkan karya yang bisa dibaca semua orang,” tutupnya.