Hadapi Virus Corona, Apa yang Dilakukan Pariwisata Yogya?
Pelaku industri pariwisata Yogya merapatkan barisan. Mereka membuat langkah antisipatif menghadapi virus corona yang menghambat laju pariwisata Yogya. Mereka juga bergandeng tangan siap menangkap peluang dibukanya bandara baru Yogyakarta International Airport (YIA)
Koordinasi merapatkan barisan tersebut terjadi pada FGD (focus group discussion) atau diskusi kelompok terfokus Pentahelix Pariwisata DIY yang berlangsung di Bujana Cafe, Kids Fun, Yogya, Selasa (4/2). FGD ini melibatkan akademisi, pelaku bisnis industri pariwisata, komunitas pariwisata, pemerintah dan media. Ini FGD putaran kedua yang dilakukan Pentahelix DIY.
FGD yang dimotori Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) DIY ini didukung oleh seluruh asosiasi industri pariwisata yang bernaung di GIPI. Pelaksanaannya difasilitasi anggota GIPI dan Dinas Pariwisata DIY.
Apa yang muncul dalam FGD? Salah satu poin penting adalah pentingnya pembentukan crisis center guna menghadapi merebaknya virus corona yang menghantam industri pariwisata. Di dalam Crisis Center ini, langkah-langkah mitigasi dan SOP-nya dibakukan sehingga bisa menjadi panduan bagi pelaku pariwisata. Dengan Crisis Center ini, maka isu-isu negatif bisa dikelola dan dikomunikasikan dengan baik dan tetap positif bagi perkembangan pariwisata.
Poin penting lain, berkaitan dengan mulai dioperasikannya bandara baru Yogyakarta International Airport (YIA), pada 29 Maret 2020. Mereka berharap, Bandara YIA bisa menjadi supporting bagi pengembangan pariwisata DIY. Jangan sampai justru YIA menjadi gerbang bagi wisatawan mancanegara untuk ‘melihat Yogya dari Borobudur’ dan bukan ‘melihat Borobudur dari Yogya.’
Para peserta FGD pun lantas mengeksplorasi potensi masing-masing untuk mendapatkan gambaran apa yang bisa disinergikan dan dikolaborasikan. Pihak PT Angkasa Pura I, Badan Otoritas Borobudur, dan PT KAI menyampaikan rencana-rencana maupun langkah yang telah dilakukan. Utamanya berkaitan dengan pembukaan bandara YIA.
Kalangan akademisi, profesional di asosiasi industri kemudian menanggapi. Memberi respons. Termasuk dari Dinas Pariwisata (Dispar). Baik Dispar DIY maupun Dispar Kabupaten/Kota yang ada di DIY. Tak ingin disebut sekadar adol abab, talk only, peserta FGD sepakat untuk membuat Memorandum of Understanding (MoU). Kesepakatan yang berisi langkah-langkah kolaborasi dan sinergi yang bisa dilakukan segera untuk meningkatkan standarisasi pariwisata DIY. MoU yang bisa segera dieksekusi.
“GIPI beranggotakan 22 asosiasi yang memiliki kompetensi dalam mengembangkan pariwisata. Kami siap untuk berkolaborasi, bersinergi, mendampingi Dinas Pariwisata dalam pengembangan pariwisata DIY menuju destinasi berkelas dunia. Atau setidaknya menjadi destinasi unggul Asia Tenggara sesuai dengan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (Ripparda) DIY. Kami berharap segera ada MoU,” tegas Ketua Umum GIPI DIY Bobby Ardyanto Setyo Aji.
Penegasan Bobby ini merespons pernyataan Direktur Pemasaran Pariwisata Badan Otorita Borobudur (BOB) Agus Rochiyardi. Sebelumnya Agus mengungkapkan bahwa sejumlah destinasi belum mempunyai sertifikasi, tidak memiliki asuransi, ataupun standar yang diakui dunia internasional. Maka, Agus mengusulkan perlunya upaya peningkatan kompetensi dan standarisasi ini.
“Kalangan akademisi bisa melakukan edukasi, teman-teman asosiasi bisa mendampingi. Yang dari asosisasi kuliner, misalnya, mendampingi bagaimana olahan ikan di Pantai Depok, memiliki taste dan standar internasional. Sehingga bisa dijual ke wisatawan mancanegara,” urai Agus.
Gayung bersambut. Curahan-curahan ide untuk pendampingan yang disepakati dalam MoU ini ditangkap oleh jajaran Dispar. Kepala Dinas Pariwisata Gunungkidul Asti Wijayanti, misalnya, siap untuk membuat MoU dengan GIPI. Asti bahkan langsung menyebut wilayah yang siap didampingi, yakni Nglanggeran.
“Nglanggeran masuk dalam 100 top destinasi dunia untuk wisata berkelanjutan. Kendati begitu masih banyak yang harus dilakukan agar memenuhi standar internasional. Mulai dari homestay-nya, kulinernya, ataupun layanan terhadap tamunya. Monggo saja segera dirumuskan MoU-nya,” tegas Asti.
Tak jauh berbeda yang disampaikan Kepala Dinas Pariwisata Bantul Kwintarto Heru Prabowo. Kwintarto bahkan menyebut tiga kawasan di Bantul yang ingin dikembangkan dan bisa didampingi oleh GIPI DIY. Kwintarto menyebut kawasan Pantai Depok dengan potensi ikan dan Laguna yang cantik. Kedua sentra batik Wukirsari, Giriloyo dan ketiga kawasan Pajangan Guwosari. Di Pajangan, katanya, ada dua cerita sejarah yang bisa diangkat yakni Goa Selarong dengan Pangeran Diponegoro-nya serta Desa Mangir dengan kisah Ki Ageng Mangir Wanabaya.
Hal serupa disampaikan Kepala Dinas Pariwisata Kota Yogya Maryustion Tonang maupun wakil dari Dinas Pariwisata Sleman dan Kulonprogo. Intinya mereka siap untuk menjalin kerjasama dan sinergi dengan GIPI DIY.
Dinamika FGD ini disambut baik Kepala Dinas Pariwisata DIY Singgih Raharjo. Saat menyampaikan closing statement Singgih mengaku senang dengan capaian FGD kali ini. Ia menyebut hal ini sebagai keberhasilan provokasinya. Singgih mengaku selama ini terus memprovokasi agar terjalin sinergi, kolaborasi antarkomponen Pentahelix pariwisata ini. Bahkan kini pihaknya juga memprovokasi kolaborasi antar-OPD (organisasi perangkat daerah).
Singgih hanya mengingatkan agar kolaborasi atau sinergi difokuskan pada satu atau dua fokus saja. “Fokus pada satu prioritas untuk didorong sebagai quick win. Jangan banyak-banyak. Nanti malah tidak kecandak (tercapai). Malah ucul kabeh (lepas semua). Satu saja. Fokus. Agar GIPI juga tidak kewalahan membagi anggotanya dalam mendampingi,” pesan Singgih.
Singgih juga mengingatkan agar standarisasi yang ingin dipakai hendaklah mengacu pada standar internasional yang sudah ada. Harus merujuk pada standar yang memang dipakai oleh pariwisata dunia. Menurutnya, teman-teman di industri pariwisata pasti memiliki hal itu.
Selain itu, Singgih juga meminta agar para pelaku industri pariwisata bisa menangkap rangkaian agenda pariwisata yang dimuat dalam Calendar of Events (CoE) yang dibuat Dinas Pariwisata DIY. “CoE sudah kami luncurkan. Monggo ditangkap sebagai paket wisata event, bisa menjadi daya tarik tambahan untuk meningkatkan lenght of stay,” tandas Singgih.
Ketua Umum GIPI DIY langsung merespons dengan roadmap action. Langkah-langkah yang harus segera dilakukan. Pertama, pihaknya, bersama Dispar DIY dan komunitas Pentahelix segera duduk bersama merumuskan standardisasi internasional seperti apa yang dikehendaki. Hal ini penting sehingga bisa menjadi acuan bersama dalam melakukan MOU penataan destinasi di kabupaten dan kota.
“Setelah itu baru melakukan MOU dengan Dispar kabupaten kota. Kita ambil 2 maksimal 3 destinasi untuk diberikan pendampingan Pentahelix. Lalu, per semester dievaluasi. Saya yakin, kalau intens dan konsisten, dalam setahun sudah akan memberikan dampak yang luar biasa, dan bisa dijadikan role model penataan destinasi berkelas internasional,” tandasnya. (*)
Advertisement