Hadapi Pengemudi Mobil Arogan, Sosiolog UI: Polisi Jangan Takut
Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Imam Prasodjo mengingatkan, sikap arogan pemilik mobil mewah yang dipertontonkan di muka umum. Hla tersebut telah mengundang kecemburuan sosial.
"Apalagi dipakai koboi koboian , bisa menimbulkan antipati masyakat," tuturnya.
Masyarakat semakin geram setelah mengetahui di antara pemilik mobil mewah ada yang tidak jujur. Pinjam identitas orang lain untuk menghindari pajak. "Kok tidak malu bisa beli mobil mewah yang harganya miliaran rupiah, tapi tidak mau bayar pajak ," kata Imam Prasodjo ketika dihubungi ngopibareng.id via telepon Minggu 29 Desember 2019.
Sosiolog berambut putih ini juga mengaku terusik kasus penodongan terhadap pelajar SMA di Kemang Jakarta Selatan oleh pengemudi mobil Lamborghini nopol B-27-AYR, Abdul Malik. Malik sempat melepaskan tembakan ke atas dengan pistolnya hanya gara-gara diledek beberapa pelajar.
Menurut Imam Prasojo, pemilik mobil mewah rata-rata orang berduit. Polisi harus berani menghadapi godaan. Bisa saja tersangka ingin kasusnya diendapkan dengan mengiming-iming petugas sejumlah uang, katanya.
"Maaf saya tidak berprasangka buruk pada polisi. Tapi sekadar menyampaikan kekhawatiran masyarakat," ujar Imam Prasojo.
Masyarakan dikatakan pasti akan marah dan tidak percaya pada polisi bila kasus ini tiba-tiba hilang dan pelakunya bebas.
Faktanya pengusaha properti itu, juga beberapa kali melakukan pelanggaran hukum. "Saya minta Polisi bekerja secara profesional jangan mau disuap, dan media harus ikut mengawal, supaya kasusnya tidak menguap di jalan, pesannya.
Imam Prasodjo juga mengkritisi pemilikan senjata api oleh masyarakat. "Kalau senjata dipergunakan untuk olahraga, ya jangan boleh dibawa berkeliaran. Harus jelas aturannya. Kalau masyarakat sipil diberi kebebasan memiliki senjata, saya khawatir Indonesia akan menjadi negara bar bar," tutur Imam Prasodjo.
Sebelum terlanjur polisi disarankan harus membuat aturan yang jelas dan tegas. "Kalau ada yang menggunakan senjata api untuk koboi- koboian dan menakut-nakuti orang harus ditindak. Cabut izin dan rampas senjata apinya meskipun milik kolega sendiri," kata sosiolog UI tersebut.
Abdul Malik, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Dijerat dengan pasal berlapis atas penodongan dan kepemilikan hewan yang diawetkan.
Kasat Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan Kompol Andi Sinjaya sebelumnya mengatakan dalam peristiwa penodongan, Abdul Malik melanggar tindak pidana pengancaman. Penggunaan senjata api untuk menodong adalah bentuk pengancaman.
"Kami kenakan pasal 335 dan 336 KUHP RI atas tindakan menggunakan senjata sehingga memberikan ancaman terhadap korban," ujar Andi.
Polisi kemudian mengembangkan kasus tersebut dengan menggeledah rumah tersangka di Jalan Jambu No 38, Kelurahan Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selata. Dalam penggeledahan itu polisi menemukan offset hewan-hewan seperti dua kepala rusa jenis Bawean, burung Cenderawasih, dan harimau yang diduga harimau Sumatera.
Offset hewan-hewan itu kemudian disita polisi untuk penyelidikan lebih lanjut. Menurut Andi, Abdul Malik bisa dijerat dengan Pasal 40 (2) juncto Pasal 21 (2) huruf b dan d, setiap orang dilarang untuk: Huruf b: menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati. Huruf d : memperniagakan, menyimpan, atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia.
"Bisa terancam pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta," kata Kasat Serse Polres Metro Jakarta Selatan.