Hadapi Bonus Demografi, Talenta Digital Harus Disiapkan
Indonesia akan memasuki era emas di tahun 2045. Menuju era tersebut diperlukan banyak persiapan, terutama sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan mumpuni serta kreatif. Sejumlah tantangan juga harus dilalui agar masa Indonesia Emas dapat tercapai di kemudian hari.
Sebelum memasuki era emas di tahun 2045, Indonesia terlebih dulu memasuki fase yang disebut bonus demografi yang diperkirakan terjadi pada 2030. Kondisi ini jika dilihat dari sisi positif tentu akan menjadi peluang bagi Indonesia untuk menjadi negara maju.
“Ada negara yang menjadikan pertumbuhan populasi sebagai strategi perkembangan negaranya. Sebelum masuk ke 2045, kita sentuh dulu tahun 2030 karena ini kita akan berada dalam puncak bonus demografi,” kata pendiri Institute of Social Economic Digital (ISED) Rudiantara saat webinar bertema ‘SDM Talenta Digital Menuju Era Indonesia Emas 2045’, di Jakarta, Rabu, 24 November 2021.
Dia menambahkan, dengan kondisi tersebut usia produktif penduduk Indonesia berada dalam puncaknya pada sembilan tahun ke depan. Akan tetapi, kata dia, sangat penting untuk memanfaatkan mencapai bonus demografi yang sudah di depan mata agar periode tersebut diisi oleh sumber daya yang produktif.
“Penting diketahui bagaimana masa ini menghasilkan sesuatu. Menghasilkan apa? Yang berkarakter seperti apa? Nah ini yang harus sama-sama kita siapkan tahun 2030,” kata Rudiantara.
Pada 2030, kata dia, kebutuhan sumber daya manusia (SDM) di bidang digital akan mencapai 9 juta orang untuk mengisi berbagai kategori keahlian.
Pertama, masuk dalam kategori dasar yaitu masyarakat pengguna internet untuk sosial media. Di sini SDM harus diajarkan agar menggunakan teknologi secara bijak agar terhindar dari hal negatif. Kedua adalah kategori menengah.
Di sektor ini pemerintah membuat program pelatihan agar mampu adaptif terhadap perkembangan teknologi 4.0. Ketiga, soal kebijakan di mana pemerintah bekerja sama dengan sejumlah perguruan tinggi dunia untuk menata digital.
“Yang perlu diperhatikan nanti bahwa perusahaan besar sudah tidak melihat lagi ijazah ketika mencari (SDM). Tetapi mereka akan mengecek kemampuan yang dimiliki. Yang tidak kalah penting adalah karakter. Mengapa? Karena Indonesia tidak berdiri sendiri. Kita akan berkompetisi dalam segala bidang dengan negara lain,” katanya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ada sekitar 70% penduduk produktif yang sekarang memasuki puncak bonus demografi. “Kendati demikian, SDM yang diperlukan bukan hanya mereka yang maju tetapi juga berkarakter dan bisa memanfaatkan digital dengan bijak,” tambah Founder ISED Sri Adiningsih.
Sekretaris Kemenko PMK YB Satya Sananugraha menambahkan, dalam mempersiapkan era emas diperlukan persiapan SDM unggul sejak 1.000 hari pertama kehidupan manusia. Kemudian juga perlu disiapkan keluarga yang baik sehingga tercipta SDM yang sehat dan kreatif.
“Persiapan SDM unggul mulai dari 1.000 hari kehidupan, mengurangi stunting dan angka kematian ibu. Kita merancang bimbingan perkawinan, ciptakan keluarga yang baik dari kesehatan reproduksi, rencana keluarga dan kesehatan ekonomi. Sehingga keluarga sehat hasilkan anak baik,” katanya.
Sementara itu, Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nadiem Makarim menuturkan, untuk mengambil peran dalam teknologi, bukan hanya SDM unggul emas saja yang diperlukan tetapi juga platinum. Oleh karenanya, dia membuat Kampus Merdeka Platinum di mana salah satu programnya adalah magang bersertifikat.
“Ada 120 perusahaan yang mengampu program MSID untuk 13 ribu mahasiswa. Dan perusahaan menjadi mini kampus. Mahasiswa mendapat pengalaman belajar langsung. Ada jaminan 20 SKS sehingga mereka tidak kehilangan SKS di kampus,” kata Nadiem.
Dia menambahkan, program tersebut dirancang untuk mempersiapkan perguruan tinggi agar digital talent yang siap jadi pengalaman dan kebutuhan. Pasalnya, dalam program ini yang dicari bukan hanya ijazah tetapi pengalaman dan bisa menjadi kontributor inovasi teknologi.
Pada kesempatan yang sama, Founder Indonesia Heritage Foundation (IHF) Ratna Megawangi menambahkan, umumnya negara yang masa bonus demografinya berakhir langsung menjadi negara maju. Salah satu contohnya adalah Jepang.
Namun bagi Indonesia, untuk mencapainya ada tantangan tersendiri karena eranya berbeda akibat teknologi yang sangat cepat berubah. “Generasi Alpha akan mewarnai Indonesia emas, masa yang sangat prospek kalau ingin meningkatkan SDM. Kita juga harus punya empati karena ini menjadi dasar pembentukan karakter,” katanya.