Habis Bansos Sekarang Vaksin Covid-19 Dijarah
Pelaku jual beli vaksin Covid-19, harus dihukum seberat-beratnya. Mereka termasuk kejahatan kemanusiaan. Vaksin yang seharusnya diberikan secara cuma untuk menyelamatkan jiwa manusia dari virus corona, ternyata malah diperjualbelikan.
Ketua konsorsium Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman, mengatakan sebelumnya ia sudah mengingatkan pemerintah untuk mewaspadai orang jahat dalam program vaksinasi. Kasus Bansos yang menyeret Mensos Yuliari ke KPK haru menjadi pelajaran.
"Kalau tidak 'dipentelengi' oleh lembaga pemberantasan korupsi kebocoran vaksin Covid-19, bisa lebih besar dari sembako," kata Boyamin kepada Ngopibareng.id Senin, 24 Mei 2021.
Ia membandingkan penduduk yang menerima Bansos sekitar 17 juta orang yang bocor sekitar Rp 23,5 miliar. Sedang warga penerima vaksin berjumlah sekitar 170 orang.
"Faktanya vaksin Covid-19 buatan Sinovac yang diberikan pemerintah secara cuma-cuma kepada masyarakat, ternyata dijual dengan harga Rp250 sampai Rp300 ribu satu kali suntik. Sedang aturannya setiap orang harus menjalani dua kali vaksin," kata aktivis pemberantasan korupsi yang mengaku pernah menolak uang damai Rp1 miliar dari kasus besar yang dibongkarnya.
Diberitakan sebelumnya, praktik dugaan jual beli vaksin Sinovac dilakukan oleh empat orang tersangka sejak April 2021. Tiga pelaku di antaranya berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN)
Setiap orang yang hendak ikut vaksinasi harus membayar Rp 250.000. Para pelaku sudah melakukan vaksinasi secara ilegal sebanyak 15 kali dengan jumlah peserta 1.085 orang.
Para pelaku membagi keuntungan, yaitu dr IW mendapatkan Rp 220.000 dan SW mendapatkan Rp 30.000 dari tiap vaksin yang diberikan.
Untuk mendapatkan vaksin Sinovac, dr IW menghadap langsung kepada tersangka SH. Vaksin tersebut seharusnya diberikan kepada pelayan publik dan narapidana di Rutan Tanjung Gusta.
Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) memaparkan kronologi kasus dugaan jual beli vaksin oleh tiga orang Aparatur Sipil Negara dan seorang agen properti di Medan.
Kasusnya terungkap, setelah mendapat laporan masyarakat yang ingin mendapatkan vaksinasi harus membayar dengan jumlah tertentu.
Kapolda Sumut, Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak menjelaskan, pengungkapan kasus tersebut bermula setelah pihaknya menerima informasi adanya jual beli vaksin di masyarakat. Vaksinasi itu dilakukan setelah memberikan imbalan tertentu.
Dari informasi itu, jajaran Reserse Kriminal Umum dan Reserse Kriminal Khusus secara terpadu melakukan penyelidikan dan menemukan adanya kegiatan vaksinasi di sebuah kawasan perumahan di Kota Medan pada Selasa 18 Mei 2021.
Vaksinasi itu dilakukan oleh beberapa orang dengan dua orang tenaga vaksinator yang dikoordinir seseorang yang kumpulkan masyarakat.
"Dari hasil temuan tersebut ditemukan bahwa benar terjadi kegiatan pemberian atau vaksinasi kepada masyarakat tersebut oleh dua tenaga vaksinastor dan dikoordinir oleh saudari SW, yang merupakan agen properti dari perumahan," katanya.
Per orang dipungut biaya vaksin Rp 250.000.
Dijelaskannya, SW mengkoordinir dan mengumpukan masyarakat tersebut dan menyampaikan bahwa ada pemberian vaksin, untuk itu diminta biaya berupa uang sebesar Rp 250.000 per orang.
Setelah diberikan uang kemudian dilakukan vaksinasi. Untuk vaksinasi itu, SW dibantu oleh seorang ASN yang merupakan dokter di Rumah Tahanan Tanjung Gusta, Medan, yakni dr. IW.
Selain dengan dr. IW, dalam 15 kali vaksinasi itu, 8 kali dibantu oleh ASN di Dinas Kesehatan Sumut untuk memberikan vaksin serta menyutikkannya kepada masyarakat dikumpulkannya.
Dalam kasus ini, pihaknya menetapkan empat orang sebagai tersangka. Pertama, SW, selaku pemberi suap. Dia dikenakan pasal 5 ayat 1 huruf a dan b dan atau pasal 13 UU RI No. 31/1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI No. 20/2001.
Kedua, dr. IW selaku ASN di Rutan Tanjung Gusta, Medan Ketiga, KS, selaku ASN di Dinas Kesehatan Sumut yang menerima suap berupa uang. Keduanya dikenakan pasal 12 huruf a dan b atau pasal 5 ayat 2 dan atau pasal 11 UU RI No. 31/1999 tentang pemberantanasn tindak pidana korupsi serta pasal 64 ayat 1 KUHP tentang perbuatan berlanjut serta pasal 55 KUHP.
Ketiga, SH, selaku ASN di Dinkes Sumut. SH memberikan vaksin kepada IW tanpa melalui mekanisme dan prosedur sebagaiman seharusnya.
"Karena dari hasil pemeriksaan kita, ternyata dr IW tidak mengajukan surat. Hanya beberapa kali ajukan surat permintaan vaksin dan berkali-kali berikutnya tidak dengan surat tetapi langsung diberikan oleh SH kepada IW," ungkapnya.
SH dikenakan pasal 372 dan pasal 374 KUHP dan tidak tutup kemungkinan akan dinaikkan satusnya apabila cukup bukti untuk diterapkan pasal tindak pidana korupsi.
"Dengan uang yang diterima atau dari hasil pembayaran oleh masyarakat Rp 271.250.000. Di mana Rp 238.700.000 itu diberikan kepada IW dan sisanya Rp 32.550.000 itu diterima atau diberikan kepada SW. Kenapa begitu, karena dalam kesepakatannya mereka membagi Rp 250.000, Rp 30.000 itu untuk SW dan Rp 220.000 kepada IW," katanya.
Dari pengungkapan kasus itu, pihaknya menemukan barang bukti berupa 13 botol vaksin Sinovac, di mana 4 botol sudah kosong, dan 9 botol masih berisi vaksin. Saat ini, vaksin tersebut diamankan untuk menjaga kualitasnya agar dapat digunakan masyarakat yang berhak.
Polisi juga lakukan penggeledahan dan penyitaan dokumen di Dinkes Sumut guna memastikan bagaimana stok dan penyaluran vaksin-vaksin yang diterima di sana.