Gus Yahya: The Next Gus Dur
Oleh Dr. H. Ahmad Fahrur Rozi.
Mendekati pelaksanaan Muktamar NU ke-34 di Lampung, dukungan para Gus atau kiai muda kepada Gus Yahya semakin menguat. Seperti dilansir Detik News, Kamis 17 November 2021, sejumlah Gus dari pesantren besar dan paling berpengaruh di Indonesia berombongan menemui Rais PWNU Jawa Tengah untuk menguatkan dukungan ke KH. Yahya Cholil Staquf atau yang akrab kita sapa Gus Yahya.
Tokoh Gus yang hadir itu antara lain Gus Atho'illah Anwar Mansur dari Ponpes Lirboyo Kediri, Gus Abdurrahman Al Kautsar Nurul Huda Djazuli atau Gus Kautsar dan Gus Fahim Fuad dari Ponpes Ploso Kediri, Gus Maksum dari Ponpes Langitan Tuban, Gus Kholil dari Ponpes Sidogiri, Gus Abdussalam Shohib dari Ponpes Denanyar Jombang, Gus Makmun Ketua PCNU Kediri, dan Gus Makki Ketua PCNU Banyuwangi.
Para Gus adalah faktor penggerak roda kehidupan NU dan pesantren di masa depan. Mereka adalah anak-anak muda yang tumbuh dari keluarga pejuang agama di rahim pesantren yang sederhana , berpendidikan dan penuh talenta, yang telah mengitari punggung bumi untuk mencari ilmu, menuntutnya dan mengamalkannya.
Para Gus adalah modal utama kemajuan NU dan pesantren. Mereka yang akan merangkai sejuta perspektif mengenai rancang bangun pesantren dan kaum nahdliyyin masa depan.
Di tempurung kepala mereka tersimpan sketsa dan gambar kehidupan ummat akhir zaman yang penuh dinamika dan gejolak. Sebagai sunnatullah secara pasti roda kehidupan akan selalu berputar, akan tiba saat musim gugur berganti musim semi, nama-nama besar masa kini akan menjadi masa lalu dengan nilai kebaikan dan warisannya digantikan nama-nama baru dengan tantangan zamannya untuk membangun masa depan gemilang dengan landasan nilai masa lalu yang cemerlang.
Sejumlah figur tokoh NU yang menjulang hari ini mewakili generasinya pada saatnya kelak harus rela bersiap meninggalkan gelanggang menyaksikan para Gus the golden generation memimpin regenerasi Nahdlatul Ulama. Kelak akan bertaburan para Gus bintang baru yang melesat di orbitnya.
Gagasan mengenai kemajuan organisasi dan keummatan akan datang dari nama-nama besar selanjutnya seperti Gus Yahya, Gus Baha, Gus Ipul, Gus Imin, Gus Kautsar, Gus Ghofur Maimoen, Gus Awis, Gus Salam, Gus Reza , Gus Yusuf , Gus Imam Jazuli dan masih banyak nama lainnya.
Generasi muda pesantren yang santun, pintar dan progresif dengan gagasan-gagasan besar mesti diberi kesempatan untuk tampil ke depan dan dijaga dengan pagar ilmu, moral dan keimanan yang kuat, dengan tetap berakar pada kedalaman jati diri tradisi pesantren dan budaya luhur aswaja. Para sesepuh saat ini harus menyiapkan landasan, memberi arah, dan mengembalikan ke rel jika roda akidah dan keilmuan mereka berubah ke arah liberal dan radikal.
Nama Gus Yahya Cholil Staquf diharapkan tampil memimpin gerbong panjang regenerasi para Gus Nahdlatul Ulama (NU) yang penuh sesak. Dari sisi kepemimpinan ia telah matang dalam organisasi. Mulai dari IPNU hingga Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Dikader langsung oleh Gus Dur dan telah mewarnai diskursus nasional. Punya pengalaman internasional bolak-balik ke luar negeri, mengenalkan nilai-nilai wasathiyah Islam dengan pendekatan Aswaja Annahdliyah.
Selain mantan juru bicara Presiden keempat RI, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Gus Yahya Cholil Staquf juga mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Joko Widodo, juga salah seorang komisioner pertama sejak Komisi Pemilihan Umum (KPU) berdiri.
Terlahir pada tanggal 16 Februari 1966 di Rembang Jawa Tengah, ia adalah cucu seorang tokoh besar NU, KH Bisri Mustofa penyusun Kitab Tafsir Al Ibris yang masyhur dan saat ini Gus Yahya menjabat Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Gus Yahya Cholil Staquf juga merupakan keponakan dari Pengasuh Pondok Raudlatut Thalibin, KH Mustofa Bisri atau Gus Mus, sang kyai penyair mantan Rois Am PBNU.
Pendidikan dasar formal Gus Yahya didapatkan di madrasah Almunawwir. Ia murid KH. Ali Maksum di Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Kemudian melanjutkan srata S1 ke Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada dan dilanjutkan mukim ngaji di Makkah selama setahun. Semua itu membentuk sosok Gus Yahya menjadi matang, well educated, berfikiran modern terbuka, egaliter dan siap membuka ruang dialog dengan siapapun untuk menjaga keharmonisan dalam kehidupan berbangsa .
Tidak diragukan bahwa Gus Yahya akan membawa misi Islam Aswaja NU yang ramah sebagai rahmatan lil alamin. Memuliakan manusia sebagai sederajat, memiliki hak-hak yang sama dan harus dihargai dan dihormati, baik yang menganut Islam dan atau yang tidak.
Katib Aam PBNU itu juga telah menawarkan strategi perdamaian global model NU di International Religious Freedom (IRF) Summit di Washington DC, Amerika Serikat, Kamis 15 Juli 2021 dalam pidato berjudul "The Rising Tide of Religious Nationalism” (Pasang Naik Nasionalisme Religius).
Gus Yahya menegaskan pemikiran damai dengan semua golongan, bahwa dunia harus membangun konsensus atas nilai-nilai yang perlu disepakati agar semua pihak yang berbeda-beda dapat hidup berdampingan secara damai. Bahkan bila diperlukan, nilai-nilai tradisional yang menghambat koeksistensi damai pun layak untuk disesuaikan.
Gus Yahya mewarisi ide Gus Dur mencintai kemanusiaan. Kacamata Gus Dur adalah kemanusiaan. Bukan lagi golongan, kelompok atau agama. Kacamata kemanusiaan yang dipakai Gus Dur itu menurut Gus Mus yang membuat dia tak anti terhadap perbedaan melainkan mengedepankan sikap toleran, lantaran kacamata kemanusiaan memungkinkan Gus Dur melihat manusia lain sebagai manusia seutuhnya yang masing-masing tercipta berbeda.
"Kalau orang yang masih menggunakan kacamata golongan, apalagi politik, yang dilihat ini PKB, itu PDIP, jadinya tidak kelihatan kalau sama-sama NU-nya," kata Gus Mus dalam haul Gus Dur tahun lalu di Jombang.
Penulis berharap, Gus Yahya menjadi sosok perekat dan pemersatu umat, agar PBNU menjadi rumah besar yang nyaman bagi semua warganya tanpa membedakan suku, latar belakang dan pilihan parpolnya, salah satu ide Gus Yahya adalah "The Governing NU" alias menjadikan pola kerja PBNU seperti sebuah pemerintahan. Seorang Ketua Umum, mesti berfungsi seperti seorang presiden melayani seluruh lapisan rakyatnya . Dia memimpin rapat, seperti seorang presiden memimpin sidang kabinet bersama para menterinya.
Seluruh program dan agenda kerja organisasi diputuskan bersama lembaga Syuriyah, bukan berjalan sendirian, Wujud kepemimpinan di setiap tingkatan tidak boleh hanya mencerminkan aspirasi basis, tapi juga soliditas instrumen organisasi. Maka, kepentingan pengendalian oleh tingkat kepemimpinan yang lebih tinggi harus mendapat ruang dalam pembentukan formasi kepemimpinan di bawahnya secara kompak bersambung ke tingkat paling bawah dan tidak hanya berpusat di Jakarta.
Mantan Jubir Gus Dur itu tentu akan lebih terbuka untuk bertemu , merangkul dan berdialog dengan siapa saja, termasuk dengan pihak yang selama ini terkesan berseberangan dengan PBNU semisal NU GL, NU Khittah, FPI dan lainnya , dia telah terbiasa diskusi dengan perbedaan dalam berbagai sudut pandang pemahaman agama, asalkan tidak mengganggu NKRI, Pancasila, UUD 45 dan Bhineka Tunggal Ika untuk menjaga keharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dengan mantan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab.
"Ketemu Yahudi Saja Bisa, Masa Habib Rizieq Tidak ? sebagaimana dikutip VIVA News, 11 November 2021.