Gus Yahya: Perluas Jangkauan Upaya Perdamaian ke Tingkat Global
Problem intoleransi di Bumi Pertiwi memang masih kerap menghantui. Hal tersebut tidak bisa dinafikan keberadaannya. Dari tahun ke tahun, kasus serupa tetap bermunculan, mulai dari pendirian negara Islam, kesulitan pembangunan gereja, diskriminasi terhadap kelompok Syiah dan Ahmadiyah, serta kasus lainnya.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf mengakui memang terjadi hal-hal serupa dalam perkembangan zamannya. Namun, hal tersebut tidak berarti harus menghentikan upaya mengampanyekan perdamaian di tingkat global. Justru, katanya, Indonesia harus bergulat juga secara internasional. Langkah ini tentu saja tanpa menafikan upaya mengharmonisasi hubungan persaudaraan antaragama sesama bangsa dalam negeri.
“Di samping tentu melakukan upaya dalam negeri, kita juga harus bergulat secara internasional,” kata kiai yang akrab disapa Gus Yahya itu dalam Editorial Meeting di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164 Jakarta, Rabu 12 Oktober 2022.
Sejumlah pemimpin redaksi media nasional hadir di acara ini. Berada satu meja dengan Gus Yahya, antara lain, jurnalis senior Arif Afandi, Ketua PBNU H Amin Said Husni, Wakil Ketua Panitia R20 Safira Machrusah, Jubir R20 Dr Najib Azca. Ada pula Waketum PBNU KH Zulfa Mustafa, Ketua PBNU Prof Moh Mukri, H Chairul Saleh Rasyid, wartawan penuh pengalaman Mohammad Bakir.
Sebab, terangnya, masalah-masalah serupa memang akan terjadi lagi di kemudian hari sehingga energinya akan terbuang percuma jika hanya fokus pada ranah domestik saja. Karenanya, persoalan domestik ini juga perlu dibawa ke tingkat internasional. Hal ini mengingat masalah serupa tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di India, di Eropa, dan di banyak negara lainnya.
“Memang ada masalah di mana-mana. Makanya ada tema truth telling. Kita ingin mengajak ke masa depan bersama. Kita tidak bisa terus-terusan begini. Mereka sekarang bersikap diskriminatif terhadap minoritas. Mereka mencari pembenaran dari grevances masa lalu,” katanya.
Oleh karena itu, PBNU menggelar forum agama G20 yang disebut Religion Twenty atau R20. Forum ini dibuat dalam rangka menciptakan perdamaian dan kehidupan yang harmoni di tingkat global. Gus Yahya mengajak tokoh-tokoh agama dunia untuk bersama-sama mengatasi problem yang sama dan saling mengungkap kebenaran dan berbicara secara jujur mengenai masalah yang dialami masing-masing dalam forum tersebut.
“Sebab kalau tidak (berbicara bersama), tidak ada penyelesaian,” ujar Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.
Gus Yahya menyampaikan bahwa masalah-masalah tersebut terkadang memang ada yang sengaja dikirim dari luar atau dinamika global, di samping juga karena hubungan yang semakin dekat antarkawasan dunia. Selain itu, sebagian lagi juga karena dampak dari politisasi dan polarisasi di wilayah domestik. Karenanya, ia juga menegaskan bahwa tidak boleh ada diskriminasi.
Oleh karena itu, Gus Yahya menegaskan bahwa sekarang sudah saatnya tidak berpikir alasan untuk marah atau benci terhadap kelompok lain. Sebaliknya, justru antarumat beragama dan berbangsa harus bisa saling menjaga perdamaian satu sama lain.