Gus Yahya: NU Jangan Merasa Menjadi Pesaing Kelompok Lain
Nahdlatul Ulama ( NU ) jangan merasa menjadi pesaing kelompok yang lain. NU tidak pantas menganggap sebagai pesaing Muhammadiyah, FPI, HTI, kelompok Islam radikal, bahkan Wahabi sekalipun.
"Karena NU dilahirkan oleh para ulama untuk membangun peradaban baru. Peradaban saling menghormati, bukan untuk saling mengalahkan dan ingin menang sendiri," tutur KH Yahya Cholil Staquf.
Gus Yahya, panggilan akrab Katib Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), mengungkapkan hal itu, dalam bedah buku karyanya berjudul Perjuangan Besar Nadlatul Ulama (PBNU). Acara berlangsung di Kantor PBNU, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu 11 Maret 2020, dihadiri Rais 'Am PBNU KH Miftachul Akhyar, Sekjen PBNU Helmy Faishal Zaini dan pengurus PBNU lainnya.
Gus Yahya mengatakan sekarang terjadi pergeseran pengakuan masyarakat terhadap NU bahkan oleh orang orang NU sendiri.
"Masyarakat mengannggap NU cenderung tidak relevan sebagai organisasi. Bahkan, tanpa NU pun tidak apa apa," kata Gus Yahya.
Bahkan ada anggota organisasi NU yang berjalan sendiri, tidak perlu pengurus lagi, katanya. Karena NU dianggap bagian dari kekuasaan, bukan organisasi kemasyarakatan.
"Meskipun NU menyatakan kembali ke Khittah tetapi tetap rasanya seperti NU terlibat langsung dalam politik praktis. Sehingga kembali ke Khittah, tak lebih dari sebuah retorika," ujarnya, yang selalu melakukan otokritik ini.
Menurut Gus Yahya, pada Pilpres 2018 lalu, Jokowi menggandeng Rais 'Am PBNU KH Ma'ruf Amin sebagai Wapres. Dengan harapan warga NU berbondong-bondong mendukung pasangan Jokowi - KH Ma'ruf Amin.
"Tapi faktanya tidak seperti itu. Mesin politik pasangan Capres-Cawapres Jokowi-Ma'ruf bukan warga NU tapi orang lain. Bahkan, menurut statitistik, warga NU yang memilih Rais 'Am PBNU tersebut sekitar 42 persen. Ini menunjukkan NU tidak relevan lagi di mata masyarakat. Mungkin ada yang tidak setuju dengan pendapat saya, tapi nyatanya seperti," ujar mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden tersebut.
Karena itu dalam buku Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama ini ia merekam seluruh peradaban baru yang diperlukan NU dalam mengisi kemerdekaan, berbangsa dan bernegara, dengan tetap berpijak pada mahzab Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja).
Buku Karya Gus Yahya setebal 140 halaman dibagi dalam empat pembahasan.
Bab I: Islam di tengah dunia yang berubah.
Bab II: Merintis peradaban baru.
Bab III: Mengenali jati diri dan kehendak organisasi.
Bab IV: Menuju pemerintahan Nahdlatul Ulama
Bab V: Makrifat organisasi dan takdir peradaban.
Rais Aam PBNU KH Miftahul Ahyar dalam sambutannya memuji kepiwaian Gus Yahya dalam merekam persoalan dan gejolak NU dalam sebuah buku, yang diluncurkan bertepatan dengan kelahiran ke-97 NU. Yakni, 16 Rajab 1441 Hijriah.
Seperti diketahu, Nahdlatul Ulama dilahirkan di Surabaya pada 31 Januari 1926 bertepatan dengan 16 Rajab 1344 Hijriah. Didirikan para ulama pesantren, seperti KH Hasyim Asy'ari, KH Wahab Chasbullah, dll.
Advertisement