Gus Yahya: Abad Kedua NU Mesti Lakukan Tajdid Jam'iyah
Katib Aam PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, menggugah para pengurus, kader dan jamaah Nahdlatul Ulama (NU) untuk bersiap memasuki seratus tahun kedua usia organisasi ini. Pergantian abad bagi NU, antara lain, dapat ditandai dengan adanya jaminan berlangsungnya regenerasi secara alamiah pada setiap jenjang kepengurusan.
"Apakah kita siap melakukan regenerasi?" tanya Gus Yahya, sapaan Katib Aam PBNU KH Yahya Staquf di depan puluhan pimpinan cabang dan wilayah di Denpasar, Bali, Kamis 21 Oktober 2021 malam. Hadir pada acara silaturrahim tersebut PWNU Bali dan semua cabang; PWNU dan PCNU se Nusa Tenggara Barat; dan PWNU dan PCNU se Nusa Tenggara Timur. "Siap!" jawab mereka serempak.
Tampak di tengah-tengah peserta silaturrahim, Ketua PWNU Bali KH Abdul Wahid, Ketua PWNU Nusa Tenggara Barat Prof Masnun Tahir dan Ketua PWNU Nusa Tenggara Timur, KH Pua Monto Umbu Nay. Di hadapan mereka, Gus Yahya mengakui dirinya memang tengah mencari "pekerjaan".
"Saya melamar pekerjaan lewat para kiai, bapak-bapak sekalian sebagai pemilik suara perusahaan," katanya disambut tawa.
Karena posisinya melamar, lanjut Gus Yahya, maka ia telah mempersiapkan diri semaksimal yang bisa dia lakukan. Termasuk permintaan izin dan restu kepada Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj. "Saya sampaikan kepada Kiai Said Aqil bahwa saya akan maju di muktamar. Saya datang, menemui beliau tanggal 2 September lalu," kata Gus Yahya soal rencananya itu.
Gus Yahya mengaku tidak bisa menyimpan apalagi menyembunyikan keinginannya untuk bekerja di NU. Tidak bisa seperti sejumlah orang yang berniat mengabdi, punya kapasitas, dan siap berbuat yang terbaik, tapi tidak terbuka sehingga tidak semua orang memahami maunya apa. "Kalau saya terang-terangan. Saya mau bekerja di NU. Tidak sembunyi-sembunyi, padahal mau," ujarnya.
Ia lalu berkisah sepenggal perjalanan hidupnya, dari sejak nyantri, jadi mahasiswa hingga diajak Gus Dur jadi juru bicara Presiden. Pengalaman ini, katanya, akan sangat berguna baginya saat melamar "pekerjaan" kepada cabang dan wilayah sebagai calon Ketua Umum PBNU. Diakui Gus Yahya, NU ke depan membutuhkan kesiapan untuk menerima perubahan.
Menyitir kisah Nabi Yusuf As, Gus Yahya menjelaskan, bahwa putra Nabi Ya'qub As itu menyadari dirinya punya kemampuan untuk pekerjaan yang dia lamar kepada raja Mesir. Ia menganalisis musim tanam dan memberi kesimpulan. Nabi Yusuf datang dengan proposal ketika melamar sebagai pengelola kekayaan negara. "Jabatan semacam bendahara negara," jelas Gus Yahya.
Di antara sejumlah gagasan yang ditawarkan Gus Yahya, salah satunya adalah "The governing NU" alias menjadikan pola kerja PBNU seperti sebuah pemerintahan. Seorang Ketua Umum, ujarnya, mesti berfungsi seperti seorang presiden. Ia memimpin rapat, seperti seorang presiden memimpin sidang kabinet. Seluruh program dan agenda kerja diputuskan bersama.
Suara Floor
Saat memberi tanggapan atas paparan Gus Yahya, Ketua PWNU Bali KH Abdul Aziz menyatakan sangat dapat memahami. Ia bilang, kalau itu bisa dilaksanakan, katanya, maka itu akan menjadi perubahan yang spektakuler.
"Rasanya gagasan-gagasan besar Kiai Yahya, kalau dilaksanakan, akan mengubah wajah NU sehingga manfaatnya akan kian terasa," ujarnya.
KH Abdul Aziz berharap, PBNU ke depan lebih memperpendek jarak dengan wilayah dan cabang. Sebab, kata Kiai Abdul Wahid, selama dua periode memimpin NU Bali, dia belum pernah dapat "sapaan" dari PBNU.
"Memang kita dimbau mendirikan institut. Tapi jelas itu adalah jerih payah teman-teman di sini. Mohon maaf, serupiah pun kami belum pernah dapat dari PBNU," akunya.
Tidak jauh berbeda, Ketua PWNU Nusa Tenggara Barat, Prof Masnun Tahir juga memberi respons serupa. Ketika tahu Gus Yahya akan ke Bali, katanya, semua cabang NU di wilayah Nusa Tenggara Barat bersemangat untuk datang.
"Jadi, kami ini datang full team, Gus. Kami tertarik dengan gagasan Gus Yahya soal NU masa depan," katanya.
Secara khusus, Prof Masnun mengapresiasi rencana program kerja Gus Yahya terkait desentralisasi program. Ia membayangkan, PBNU sebagai sentral kepengurusan NU, bertugas di tingkat pusat. Dari sana, katanya, program kerja mesti didistribusikan ke wilayah dan cabang-cabang.
"Jangan hanya sekali pas muktamar saja kami ini disapa," keluhnya.
Sedang Ketua PWNU Nusa Tenggara Timur, KH Umbu Nay secara sarkastis mengatakan bahwa selama ini kepengurusan NU di tingkat bawah tetap aktif dan berjalan normal meski tanpa kehadirann PBNU.
"Seperti autopilot. Kami baru rasakan ada kalau sedang penyelenggaraan muktamar," kata Kiai Umbu.
Di ujung pertemuan, para pimpinan cabang dan wilayah NU, bersepakat untuk melakukan regenerasi dalam muktamar NU mendatang di Lampung. "Jadi semua cabang dan wilayah NU di Bali, NTB dan NTT sepakat regenerasi kah?" tanya H Saifullah Yusuf, pemandu acara.
"Setuju, Gus," kata mereka menjawab Gus Ipul. Mereka menyebut pasangan KH Miftahul Akhyar sebagai Rois Aam, KH Said Aqil Siradj sebagai Wakil Rois Aam dan Gus Yahya sebagai Ketua Umum PBNU.