Gus Sholah Beberkan Godaan Seorang Mualaf Itu Berat
Salah seorang Pembina Mualaf Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat, Cristoper Agustinus Kainama, punya hubungan batin dengan pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, KH Salahuddin Wahid atau yang akrab disapa Gus Sholah.
Begitu mendengar kabar kematian adik Gus Dur itu, Cristoper Agustinus Kainama langsung menangis. "Saya sedih mendengar berita itu, waktu itu saya sedang berceramah di depan majelis taklim Jakarta Selatan," ucapnya kepada ngopibareng.id, pada Selasa 4 Februari 2020.
Gus Sholah sering memberi nasehat yang menguatkan imannya sebagai seorang mantan pendeta. Salah satu pesan almarhum yang melekat di hatinya, bahwa menjadi seorang mualaf itu tantangannya berat dan sangat berat.
Jika menjadi mualaf karena kepentingan duniawi, atau syarat pernikahan saja, maka hanya itu yang dia peroleh. Berbeda dengan menyempurnakan keimanan karena Allah.
"Saya doakan Anda menjadi muslim karena Allah, Islam memerlukan orang sepeti Anda," kata Kaenama menirukan pesan Gus Sholah yang disampikan satu tahun yang lalu.
Waktu itu, mantan pendeta Gereja Protestan Bagian Barat (GPIB) Jakarta itu sowan ke Gus Sholah di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, bersama Kepala MAN I Jombang Ermawati dan suaminya, Heru. Sejak itu, Kaenama dan Gus Sholah selalu berkomunikasi lewat telepon.
Pesan Gus Sholah yang selalu diingat Kaenama ialah godaan dan tantangan seorang mualaf. Tantangan muncul baik dari dalam maupun luar. Antara lain dimusuhi dan dikucilkan keluarga yang berbeda agama, akan kehilangan harta benda.
Bagi orang yang bersahadat karena Allah da Rasulullah, tantangan dan godaan seberat apapun tidak ada artinya apa apa dibanding dengan kemuliaan yang dijanjikan Allah.
"Pesan Gus Sholah itu betul, hampir sebagian besar mualaf merasakan. Bahkan sampai ada yang mengalami tekanan fisik," tutur pria yang suka bermain piano tersebut.
Pesan Gus Sholah itu pun dikutip Kaenama kepada setiap calon mualaf yang bersahadat di Masjid Agung Sunda Kelapa Menteng. "Kalau sudah menyatakan siap menghadapi tantangan itu baru dibimbing membaca sahadat," kata dia.
Sebelum membaca sahadat di Masjid Agung Sunda Kelapa, seorang calon mualaf harus membuat pernyataan tertulis bermeterai, bahwa dirinya masuk Islam atas kesadarannya sendiri, bukan karena paksaan orang lain.
Sementara sertifikat keislamannya baru diberikan setelah mengikuti pelajaran tentang keimanan dan tata cara beribadah menurut Islam selama tiga bulan. Pelajaran diberikan setiap Sabtu dan Minggu yang diasuh para Ustadz Masjid Sunda Kelapa.
Sedang Kaenama sendiri mengajar progam studi kristologi. Jumlah mualaf di Sunda Kelapa saat ini sekitar 21 ribu orang. "Semoga guru dan inspirator saya, Gus Sholah wafat dalam keadaan husnul khotimah," kata pendeta yang pernah memperdalam Alkitab di Yerusalem dan Belanda ini.