Gus Samsudin Cari Untung, GP Ansor Kecam Pencantuman ‘Gus’
GP Ansor Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Timur (Jatim) merespons perseteruan antara orang yang mengaku Gus Samsudin dengan Pesulap Merah yang menjadi perhatian publik beberapa hari terakhir.
Bendahara GP Ansor Jatim, Muhammad Fawait mengatakan, pihaknya mengecam pencatutan gelar Gus dalam nama Samsudin Jadab. Hal ini dapat menyesatkan masyarakat.
Sebab, menurut Gus Fawait, Samsudin mengambil keuntungan pribadi dalam penggunaan gelar gus itu. Ia takut nantinya hal tersebut akan merugikan para kiai atau gus yang asli.
"Orang yang melakukan praktik perdukunan menyebut dirinya kiai atau gus. Hal itu untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat,” kata Gus Fawait, kepada media, Rabu, 3 Agustus 2022.
“Tapi ujung-ujungnya mencari keuntungan pribadi. Ini tentu merugikan kiai dan gus yang benar-benar asli," tambahnya.
Saat ini, masyarakat telah mendemo dan menutup padepokan Samsudin yang ada di Blitar. Sebab, disinyalir tempat itu menjadi praktik perdukunan dan penipuan dengan trik sulap.
Menurut Gus Fawait, orang yang mendapat gelar gus harus jelas nasabnya. Menurut dia, tidak sembarang orang bisa menyandang sebutan gus. Terutama dimanfaatkan untuk keuntungan pribadi.
"Ini yang harus diluruskan. Kalau kiai atau ulama itu harus jelas sanad keilmuannya. Sedangkan gus harus jelas nasabnya. Jadi masyarakat jangan mudah percaya pada orang yang mengaku kiai atau gus. Lihat dulu sanad dan nasabnya," jelasnya.
Lebih lanjut, pengasuh Pondok Pesantren Nurul Chotib Al Qodiri IV Jember itu prihatin dengan fenomena Gus Samsudin. Sebab, saat ini sangat mudah untuk mendapatkan predikat tersebut.
Padahal, lanjut Gus Fawait, Samsudin tak pernah mengenyam pendidikan di pesantren, apalagi mengasuh pondok pesantren. Bahkan sebaliknya, justru berpraktik sebagai paranormal atau dukun.
Gus Fawait mengungkapkan, sebutan kiai, gus, lora atau yek adalah sebuah penghormatan dan sarat maknanya. Karena itu harus disematkan kepada orang yang tepat dan memang jelas nasabnya.
"Jadi tidak boleh sembarangan menyebut seseorang sebagai gus. Cari tahu dulu dia anak kiai siapa, di mana pondok pesantrennya," tutupnya.