Gus Ipul unggul Dibanding Khofifah dan Risma, Ini Hasil Kajiannya
Hasil analisa forecasting politik pemilihan gubernur Jawa Timur 2018 menunjukkan posisi Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf (Gus Ipul) unggul dari beberapa tokoh lainnya. Analisa sendiri digelar sepanjang Februari-April 2017 dengan menggunakan data skunder dari berbagai sumber.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, yang pertama adalah sumber resmi dari kementerian yang terkait penghargaan dan juga lembaga nasional serta internasional terhadap kinerja institusi pemerintah dan perseorangan. Kedua, hasil survey agregat yang dilakukan berbagai lembaga survey yang kredibel dalam rentang tahun 2004-2016.
Ketiga, analisis media massa (rekam jejak figur). Dan keempat, analisis persepsi elit politik (wawancara dan opini elit di media massa). Metode analisis yang digunakan adalah konversi hasil input sumber dalam skala interval 1-9, dengan 1-3 (lemah), 3-5 (sedang), 5-7 (kuat) dan 7-9 (sangat kuat). Kemudian, penjumlahan nilai gabungan per-indikator dengan nilai average.
Direktur Eksekutif Berpikir Institute Romel Masykuri, Rabu 12 April 2017 mengatakan, hasil analisa kali ini dikelompokkan dalam empat variabel. Yaitu indikator inkumbensi; popularitas; basis dukungan; dan penerimaan parpol.
Indikator inkumbensi diambil dari melihat rekam jejak calon dari tiga poin yaitu prestasi kepemimpinan, pribadi yang bersih, dan akuntabel. Dari tiga poin ini, maka nama Gus Ipul, mendapatkan hasil tertinggi yaitu 24 poin; disusul Tri Rismaharini, Walikota Surabaya; Khofifah Indar Parawansa, Mensos; Abdullah Azwar Anas, Bupati Banyuwangi; serta serta Suyoto, Bupati Bojonegoro yang masing-masing mendapatkan 23 poin.
Jika dirinci, dari sisi akuntabel maka Gus Ipul, Risma, Azwar Anas dan Suyoto, masing-masing mendapatkan nilai 8 dari rentan nilai 1-9. Sedangkan Khofifah mendapatkan nilai 7. Sementara dari sisi bersih atau tidak pernah diberitakan masalah hukum, Azwar Anas, Suyoto, Gus Ipul, dan Khofifah mendapatkan nilai 8. Sedangkan Risma mendapatkan nilai 7.
"Risma mendapatkan nilai lebih rendah karena dalam beberapa kasus dia pernah terperiksa meskipun memang belum tentu terbukti bersalah," kata Romel. Sedangkan dari sisi prestasi, yang mendapatkan nilai 8 adalah Risma, Gus Ipul, dan Khofifah. Sedangkan Azwar Anas, dan Suyoto hanya mendapatkan nilai 7.
Sedangkan dari sisi popularitas, maka nama Gus Ipul dan Khofifah sama-sama menduduki peringkat teratas dengan poin 24 dimana baik popularitas di tingkat daerah, wilayah maupun popularitas tingkat nasional keduanya sama-sama mendapatkan masing-masing 8.
Dari sisi popularitas ini, Risma lemah di popularitas wilayah dimana hanya mendapatkan 6 poin, padahal untuk popularitas tingkat daerah dan tingkat nasional poin Risma adalah 8.
"Baik Bu Khofifah maupun Gus Ipul memang sama-sama populer di wilayah khususnya seluruh Jatim karena keduanya sudah lama berkiprah di dunia politik. Keduanya sekarang juga memegang jabatan strategis," kata dia.
Dari sisi popularitas ini juga kelihatan banyaknya tokoh yang hanya populer di daerahnya yaitu Azwar Anas, Bambang DH, Edy Rumpoko, Budi Sulistyono (Bupati Ngawi), Hasan Aminuddin dan Suyoto.
Sementara dari sisi basis dukungan, maka Gus Ipul bersaing dengan Abdul Halim Iskandar, Ketua DPW PKB Jawa Timur. Gus Ipul sendiri dari basis dukungan ini mendapatkan 31 poin yaitu di dukungan sosial dengan nilai 8; kemudian dukungan politik 8, dukungan regional 8, dan dukungan ekonomi 7. Sementara Abdul Halim mendapatkan total 30 poin dengan rincian dukungan sosial nilai 8, politik 8, regional 8, dan ekonomi 6.
Sedangkan Abdullah Azwar Anas di basis dukungan ini mendapatkan 28 poin; Khofifah 25 poin; dan Tri Rismaharini 23 poin. "Basis dukungan ini kami melihat jaringan dari para kandidat, misalnya Gus Ipul itu tokoh multi track, tokoh NU sekaligus juga pernah jadi anggota DPR dari PDIP sehingga nilainya tinggi," kata Romel.
Untuk indikator penerimaan parpol, lagi-lagi nama Gus Ipul dan Khofifah yang paling tinggi yang masing-masing mendapatkan 24 poin. Sedangkan Abdul Halim Iskandar mendapatkan 22 poin dan Tri Rismaharini memperoleh 20 poin.
"Dilihat dari keragaman calon kandidat potensial di mana pemilik poin tertinggi adalah kader non-partai, maka partai pengusung potensial idealnya melakukan koalisi ideologi serumpun dan koalisi besar lintas ideologi. Potensi menang bagi partai yang mengusung calonnya sendiri, sangat rendah," kata dia. (wah)