Gus Ipul Ngundang Ngopi?
Kopi, ini kata hanya empat huruf. Beda sedikit dengan ngopi, dia punya lima huruf. Beda memang sedikit, tapi kalau dipelototi perbedaannya bisa menyetuh dasar kalbu.
Kopi menunjuk pada kata benda. Yaitu buah kopi. Buah kopi dihasilkan dari pohon kopi. Kopi berbuah menganut musim. Sebelum berbuah dia kembang dulu.
Dalam rangka penyerbukan ini, kata benda kopi, belum berwujud. Ketika kembang selesai, berganti dengan pentil-pentil kecil di bekas kembang, barulah bisa disebut kopi.
Ketika kopi menjadi merah seperti cherry, lalu dipanen, kemudian diproses paskapanen, disangrai sesudahnya, namanya tetap kopi.
Paskaproses sangrai, kopi dihancurkan, kopi digiling, dari biji menjadi serbuk kopi, kopi bukan lagi kopi. Tetap menjadi kata benda, tapi berubah nama dan makna menjadi bubuk kopi.
Ngopi adalah kata kerja. Kata kerja ngopi, menunjuk pada sebuah aktivitas. Apa aktivitasnya? Aktivitasnya adalah minum-minuman terbuat dari bahan baku kopi.
Bahan baku kopi apa? Kopi biji yang sudah disangrai dan digiling menjadi serbuk kopi. Serbuk/bubuk kopi dituang air panas, diaduk - dibubuhi gula kalau membutuhkan gula atau diminum langsung tanpa menggunakan gula - lalu disajikan kepada orang yang memesan minuman kopi, atau menyeduh kopi untuk diminum sendiri.
Kopi selesai menjadi kata benda setelah berlanjut menjadi aktivitas ngopi. Memang, keduanya seakan putus cinta pada fase ini. Kopi terbaikan. Kopi disisihkan. Seperti habis manis sepah dibuang.
Sementara ngopi menjadi superior karena dia kata kerja. Dengan label ini dia bisa melakukan perkerjaan apa saja.
Pekerjaannya bisa begini, "Ngopi bareng dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka." Nah, luar biasa bukan. Bagaimana rasanya diundang ngopi bareng Presiden. Di Istana Negara pula.
Pasti sesuatu banget. Pasti istimewa sekali. Kita bisa menyaksikan dari dekat, bagaimana gaya seorang Presiden kalau ngopi. Seperti apa beliaunya mencitarasakan kopi yang disuguhkan.
Undangan seperti ini adalah pekerjaan ngopi yang beratnya bisa multi dimensi. Sungguh beban aktivitas ngopi yang berat. Sebab, tentu, tak sekadar ngopi, melainkan menjadi ajang pintu masuk bagi "lain-lain" di luar membicarakan aspek kopi yang enak.
Dunia selalu saja ada unsur seakan-akan. Begitu juga dengan kata benda dan kata kerja yang satu ini. Seakan-akan putus cinta, padahal sebenarnya tidak. Kopi tetap pasangan serasi bagi ngopi. Tanpa kopi tak bakal ada ngopi. Mau ngopi mustahil tidak menyertakan kopi. Benar bukan?
Tidak hanya di Jakarta, di Jawa Timur kopi dan ngopi menyeruakkan fenomena yang sama. Presiden mengundang ngopi di Istana Negara. Di Jawa Timur, Gus Ipul, juga mengajak ngopi.
Hanya bedanya, Gus Ipul mengajak siapa saja yang bisa diajak ngopi. Sampai-sampai membaca berita pun nek iso sembari ngopi. Dimana itu? Di Ngopibareng.id pastinya.
Undangan Presiden untuk ngopi jelas sangat segmented. Hanya bagi yang terundang khusus. Lainnya tidak. Ini tentu masuk akal, sebab ndak mungkin Istana Merdeka menampung wong ngopi sak Endonesa. Jelas tidak muat.
Sedang, undangan Gus Ipul, cukup tidak segmented. Semua rakyat Jawa Timur diundang kalau bisa. Undangnya sedikit dibalik, untuk menggenapkan kata-kata agar tertata apik. Agar juga tidak dirasa vulgar.
Sebab itu undangan tidak perlu diantar oleh staf khusus Gubernuran, tetapi cukup dicentelkan di atas pos polisi yang rindang, atau pojokan-pojokan pasar, atau juga prapatan-prapatan agar mudah dilihat orang.
Sekarang kembali topik, kata dengan 4 huruf atau 5 huruf. Kira-kira bagaimana mengatur ritmenya? Bagaimana, jika, disambung menjadi kalimat utuh, "Sudahkah Anda ngopi hari ini?" Terdiri dari 5 kata dan 24 huruf.
Kata terangkai ini adalah satu kalimat pertanyaan. Rangkaiannya bukan kalimat sempurna yang disebut SPO. Subyek, predikat, obyek. Bukan!
Meski bukan kalimat SPOK menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, minimal kata kopi dan ngopi itu tetap enak dibaca dan perlu. Apalagi kalau nyeruputnya bareng-bareng, dan seduhannya kopi Tjap Ratu. Tahu kopi Tjap Ratu? Ra Tuku. widikamidi