Gus Ipul Minta BPOM Uji Kandungan Cabai Impor dari China dan India
Surabaya: Terkait adanya peredaran cabai kering impor dari China dan India di beberapa pasar tradisional, Wakil Gubernur Jatim Drs. H. Saifullah Yusuf (Gus Ipul) meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk melakukan uji makanan. Cabai kering tersebut harus diuji apakah mengandung zat berbahaya seperti pewarna merah (rhodamin) serta bahan pengawet (formalin).
Hal ini disampaikannya Gus Ipul usai melakukan audiensi dengan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Surabaya di ruang kerjanya, Kantor Gubernur Jatim, Jalan Pahlawan 110 Surabaya, Kamis (23/2).
Gus Ipul, minta pengujian terhadap cabai kering impor dilakukan sesegera mungkin. "Hari ini sample cabai kering itu akan dikirim oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jatim ke BBPOM Surabaya, agar langsung dilakukan pengujian terhadap kandungan cabai tersebut. Saya harap besok kita semua sudah tahu hasilnya,” ungkapnya.
Selain melakukan pengujian, Gus Ipul juga minta Disperindag Jatim melakukan investigasi terhadap peredaran cabai kering impor ini. Menurutnya, ada dua jenis impor produk atau Alat Pengenal Importir (API). Yakni API-P dimana impor barang untuk produksi (industri) serta API-U dimana impor produk untuk diperjualbelikan secara umum kepada masyarakat.
"Bila cabai ini memang diperuntukkan bagi masyarakat umum (API-U), berarti tidak ada masalah. Sebaliknya, bila ini untuk industri (API-P), berarti peredaran ini menyalahi aturan," katanya.
Cabai kering impor ini, lanjut Gus Ipul, sudah ditemukan di beberapa pasar tradisional di Jatim seperti di Sidoarjo dan Tulungagung. "Kemarin di Tulungagung ditemukan per minggu dikirim satu truk bermuatan 4-5 ton cabai kering impor. Ditemukan di Pasar Wage dan Pasar Ngemplak," katanya.
Ia menambahkan, Pemprov Jatim sendiri sudah memiliki Aplikasi pengendali ekspor dan impor berbasis online. Aplikasi tersebut bernama "Dashboard Pengendalian Ekspor dan Impor Provinsi Jawa Timur". Aplikasi ini bertujuan untuk mendorong proses ekspor dan mengawasi barang impor yang masuk ke Jatim.
"Dashboard ini anggotanya terdiri dari berbagai instansi untuk mengawasi produk impor baik pertanian dan kosmetik baik segar atau olahan. Aplikasi ini juga mendapat apresiasi dari BPOM pusat," kata Gus Ipul.
Lebih lanjut menurutnya, faktor cuaca juga menjadi alasan kenapa produksi cabai di Jatim belum maksimal. "Targetnya akan ada sekitar 25 ribu ton panen, tapi karena faktor cuaca, saat ini baru sekitar 60 persen dari target," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jatim, Dr. Ardi Prasetiawan, mengatakan, cabai impor yang beredar di masyarakat ini sudah lolos uji dari balai karantina di negara asal. Sehingga prosedur impornya sudah terpenuhi. Akan tetapi, untuk produk olahan menjadi tugas dari BPOM untuk menguji.
"Saat ini kami sudah mengecek dimana saja produk ini beredar. Ini sudah lama tapi akhir-akhir ini meningkat seiring mahalnya harga cabai. Kami akan melakukan investigasi terhadap cabai impor ini," katanya.
Menurut Ardi, Pemprov Jatim juga sudah melakukan berbagai langkah menghadapi tingginya harga cabai ini. Diantaranya dengan melakukan koordinasi dengan provinsi lain terkait produksi cabai, mendorong program karangkitri dimana masyarakat menanam kebutuhannya sendiri, serta bersama BULOG mendorong program rumah pangan kita. Juga, melakukan koordinasi dengan asosiasi pedagang cabai Indonesia untuk memprioritaskan Jatim terlebih dahulu. (wah)