Manfaatkan Internet dengan Baik
Surabaya: Generasi muda diharapkan menggunakan internet untuk kepentingan produktif, sebab perkembangan internet yang cukup pesat di era sekarang ini memungkin orang untuk melakukan apasaja baik yang positif maupun negatif. Di Indonesia sendiri, pengguna internet setiap tahun meningkat dan sudah mencapai 132 juta jiwa. Diperkirakan tahun 2017 bisa mencapai 140 juta pengguna.
Harapan tersebut disampaikan Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf saat membuka Seminar Nasional Kebangsaan “Hoax dan Dunia Akademik” di Kantor Pusat Bank Jatim, Jl. Basuki Rahmat Surabaya, Selasa (7/2).
Ia mengatakan, tidak seperti media yang lain, internet memungkinkan penggunanya untuk mencari, menerima, dan menyampaikan informasi, serta pemikiran apapun secara instan dan murah lintas batas negara. Penggunaan Internet yang produktif juga dapat meningkatkan pembangunan ekonomi sosial politik budaya dan memberikan kontribusi untuk kemajuan umat manusia.
Menurutnya, kehadiran internet sebagai buah dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sudah bukan perkara asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Mulai dari area perkotaaan hingga ke pelosok kampung sudah terjamahi oleh canggihnya teknologi informasi.
“Mulai dari anak-anak hingga orang tua sudah banyak menggunakan fasilitas yang ditawarkan oleh internet, baik untuk mengirim surat elektronik, membaca berita, mengirim tugas kepada guru/dosen, atau hanya sekedar bermain-main dengan jejaring sosial dan game online,” ujar Gus Ipul sapaan lekatnya.
Dikatakan, banyak tantangan ke depan termasuk berita bohong, berita palsu, maupun wacana SARA yang tentu bisa mengancam perpecahan bangsa kita. Oleh karena itu, perlu menggalang semua kekuatan agar bisa menggunakan internet untuk kepentingan yang produktif terutama bagi generasi muda.
Dengan dilaksanakannya Seminar Nasional Kebangsaan ini diharapkan dapat menggali langkah ke depan agar penggunaan internet untuk hal-hal yang produktif, kemajuan, dan kebersamaan. “Jika perlu sebagai tempat menggalang kekuatan membangun kebersamaan, saling percaya, dan mengembangkan budaya ilmiah,” tuturnya.
Mengenai tantangan kebangsaaan saat ini, Gus Ipul menjelaskan, jejaring internet memungkinkan siapa saja berinteraksi yang terkadang disertai kebencian (hate speech) terkait ideologi ataupun pemahamanan tertentu yang cenderung bertentangan dengan pihak lain.
“Ujaran kebencian itu berupa penghinaan pencemaran nama baik penistaan perbuatan tidak baik menyenangkan provokasi, penghasutan dan penyebaran berita bohong dengan dampak terjadinya diskriminasi kekerasan serta konflik. Yang menyebarkan berita bohong tidak hanya yang literasi rendah, tetapi yang berpendidikan juga mengembangkan berita-berita bohong,” imbuhnya.
Lebih lanjut disampaikannya dalam fakta di Indonesia 800 ribu lebih situs penyebaran hoax, 70 % menyebar lewat media sosial (FB, Twitter, Instagram, Path dan lain-lain), 20 % menyebar lewat tayangan pesan dan chat (sms, whatsapp, bbm, line dll), 10 % blog, email dll serta 60% pembuat , penyebar dan penikmatnya usia produktif (17-40 tahun).
Sementara itu, Wakil Sekretaris Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) Yudi Latif mengatakan, merebaknya penyebaran hoax mencerminkan sesuatu yang lebih sinister ketimbang sekedar berita kebohongan. Hal itu mencerminkan dekadensi nala-etis dan nalar-ilmiah dalam masyarakat.
Dijelaskan, industri hoax berkembang pesat dalam konteks masyarakat dengan minat baca nomor dua terendah (setelah Boswana) di dunia, namun penggunaan media sosialnya nomer empat di dunia. Penguna media sosial dapat dikatakan sebagai pseudo-literacy. Meskipun aktivitasnya memerlukan kemampuan baca tulis, tapi hakikat penggunaannya merupakan perpanjangan dari tradisi kelisanan, yang tidak begitu memerlukan presisi dan nalar ilmiah yang ketat.
Advertisement