Gus Ipul di Balik Cerita Megawati soal Titipan Gus Dur
SAAT memgumumkan pencalonan Saifullah Yusuf (Gus Ipul) dan Abdullah Azwar Anas sebagai calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyampaikan cerita khusus. Ia mengungkap sejarah hubungan pribadinya dengan Gus Ipul yang juga telah diusung PKB untuk Pilkada 2018 ini.
"Dia ini dulu pernah dititipkan KH Abdurrahman Wahid kepada saya untuk menjadi anak angkat. Gus Dur bilang Mbak aku titip dua orang keponakan saya ini untuk menjadi anak angkatmu," kata Megawati mengawali cerita kepada para pimpinan PDIP yang hadir di rapat pleno pengumuman Cagub dan Cawagub Jatim dan Sulsel.
Saat itu, lanjutnya, ia sempat bertanya kenapa harus dititipkan ke dia. "Gus Dur menjawab biar keduanya menjadi pinter. Dan terbukti, kedua anak itu sekarang betul-betul pinter," kata Mega disambut rasa penasaran semua yang hadir.
Siapa dia? "Dia kini adalah Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf. Saya memanggilnya Ipul," katanya. "Ia pernah saya sebut sebagai anak yang hilang," tambahnya.
Ya, Gus Ipul disebut Megawati sebagai anak hilang karena ia pernah menjadi Anggota Fraksi PDIP di DPR RI hasil pemilu 1999. Namun, setelah Gus Dur lengser dari presiden, ia pamit secara baik-baik ke Megawati untuk mundur guna mendampingi pamannya tersebut.
Dr Cornelis Lay, dosen Fisip UGM yang sangat dekat dengan Megawati menggambarkan mundurnya Gus Ipul dari PDI Perjuangan saat itu dilakukan dengan kecerdasan dan kesantunan yang luar biasa.
"Kepergiannya menjadi satu-satunya pengalaman yang pernah saya saksikan dalam sejarah pergeseran elit politik partai di Indonesia yang tidak meninggalkan sakit harti dan dendam kusumat,'' katanya.
Gus Ipul bercerita, ia harus mundur dari FPDIP untuk menemani Gus Dur yang tidak lagi menjadi presiden. Setelah pamit kepada Megawati, ia diantar untuk bertemu secara resmi pengurus partai di rapat pleno. Melalui pleno DPP PDIP yang dipimpin langsung Megawati itulah Gus Ipul mengundurkan diri dari anggota FPDIP.
Hubungan Gus Ipul dengan Megawati dan keluarganya pun tetap baik sampai kini. Ia memilih menemani Gus Dur, pamannya yang mendidik dan membesarkan di Jakarta, tanpa harus menyakiti Ibu angkatnya yang memberikan pengalaman politik yang luar biasa.
Ia takdzim ke Gus Dur tanpa meninggalkan ketakdzimannya kepada Megawati.
Lalu siapa orang kedua yang dititipkan Gus Dur untuk menjadi anak angkat Megawati. Dia adalah A. Muhaimin Iskandar, Ketua Umum DPP PKB. Cak Imin --demikian ia biasa dipanggil-- ini sekarang juga telah resmi mendukung Gus Ipul sebagai bakal calon gubernur Jatim.
Bagi Megawati, mengusung Gus Ipul menjadi cagub Jatim ini bukan sekadar peristiwa politik semata: Bersatunya dua partai besar, PKB dan PDIP. Juga bukan semata-mata bersatunya orang NU dengan kaum nasionalis. Bagi Megawati, Pilgub Jatim ini juga bermakna menyatunya kembali dua anak angkatnya yang dulu dititipkan Gus Dur.
Ada cerita lain. Ketika rapat koordinasi tentang Pilkada, Ketua DPD PDIP Koesnadi melaporkan kalau DPD PDIP sepakat mengusulkan Gus Ipul sebagai cagub. Percakapan Megawati dengan Koesnadi itu berlangsung di NTB.
Lantas apa tanggapan Megawati? ''Tenan po...Ipul iku anakku lho,'' katanya spontan. ''Mendapat pertanyaan tersebut, Koesnadi lantas menjawab sambil bergurau: masak Bu Khofifah?. Dijawab Pak Koes seperti itu, Bu Mega tersenyum,'' kata sumber yang menjadi saksi pertemuan tersebut.
Dalam perspektif politik nasional, bersatunya PKB dan PDIP dalam mengusung calon gubernur di Jatim ini merupakan jawaban atas upaya mengoyak-oyak kesatuan antara kelompok agamis dan nasionalis. Sebab PKB dan PDIP mengusung Gus Ipul setelah mendapat masukan dari para kiai NU dan pengasuh pesantren yang menjadi panutan umat.
Para Kiai NU selama ini memang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari lahirnya NKRI. Bung Karno di zaman pergerakan dan perjuangan selalu berhubungan dengan para Kiai NU. Sampai-sampai ada fatwa kiai NU yang menegaskan bahwa mencintai negara bangsa adalah setengah dari iman (hubbul wathan minal iman).
Memperlawankan kader NU dengan kader NU lainnya dalam pilgub Jatim bisa juga dimaknai sebagai upaya memecah belah NU di tanah kelahiran ormas Islam terbesar di Indonesia ini. Tentu ini tidak baik bagi upaya membangun kebersamaan di NKRI.
Tapi kayaknya politics is politics. Tidak mengenal baik dan buruk. Hanya mengenal kalah dan menang. Dan untuk itu, tidak peduli meski harus meninggalkan amanah mulia yang sudah melekat dalam diri kita. *)
Advertisement