Gus Ipul dan Cak Imin: Pendekar Politik Baru Santri?
Ada dua sosok unik yang sama-sama masuk dalam Kabinet Merah Putih. Siapakah mereka? Tentu bukan tokoh Pro Jokowi yang lagi menjadi sorotan seperti Budi Arie atau tokoh PRD Budiman Sujatmiko. Tapi Gus Ipul alias Saifullah Yusuf dan Cak Imin atau A. Muhaimin Iskandar.
Disebut unik karena keduanya belum lama diketahui sedang berseteru. Saling mengancam melengserkan satu sama lain. Gus Ipul mengancam melengserkan Cak Imin dari PKB, sedangkan Cak Imin mengancam melengserkan Gus Ipul dan Gus Yahya dari PBNU. Lewat jalur apa? Jalur Muktamar Luar Biasa (MLB).
Dinamika politik menjadikan keduanya harus dalam satu perahu. Kedua orang keponakan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu sama-sama ditunjuk Presiden Prabowo Subianto menjadi anggota Kabinet Merah Putih. Gus Ipul representasi PBNU, sedangkan Cak Imin sebagai Ketua Umum PKB yang belakangan masuk dalam koalisi partai pemerintah.
Semua orang tahu, Gus Ipul diserahi amanat menjadi Manteri Sosial RI. Ia bahkan sudah ditunjuk sejak masa akhir jabatan Presiden Jokowi, ketika menteri sebelumnya harus mundur karena ikut dalam Pilkada Jawa Timur. Sedangkan Cak Imin menjadi Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (PBMD).
Mereka juga sama-sama buyut pendiri NU: KH Bisri Syansuri. Ini berarti dalam khasanah pesantren, keduanya adalah ‘’darah biru’’ dari keluarga Ormas Islam terbesar di dunia ini. Orang-orang yang dapat privilege sosial di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU). Dua sosok yang memang punya DNA memimpin.
Kebetulan saya mengenal keduanya. Sejak saat sama-sama mahasiswa. Meski berbeda angkatan, dulu sering bersama-sama. Saling sapa. Juga dengan Yahya Cholil Staquf yang kini menjadi Ketua Umum PBNU. Ibaratnya, mereka ini berasal dari satu ‘’tarangan’’, tempat lahirnya anak ayam.
Keduanya juga aktifis sejak muda. Baik di NU maupun di lingkungan luar. Gus Ipul digembleng di IPNU, HMI dan Ansor. Cak Imin dibesarkan IPNU dan PMII sebelum memimpin PKB, partai yang dulunya didirikan dan dipimpin Gus Dur. Sebagai keponakan dan santri, jelas keduanya merupakan kader Presiden RI yang menjabat di awal reformasi politik ini.
Apakah karena keduanya keponakan sekaligus kader Gus Dur sehingga bisa menjadi pesilat politik tingkat pendekar? Bisa jadi. Sebab, Gus Dur ketika itu juga dikenal sebagai pendekar. Menjadi salah satu politisi ulung di zamannya. Yang kelincahannya dalam bersiasat diakui kawan dan lawan.
Yang di zaman Orde Baru belum lahir, perlu tahu bahwa ada sejumlah tokoh sipil yang dianggap sebagai politisi ulung. Selain Gus Dur yang berbasis kiai dan NU, ada Akbar Tanjung sebagai politisi Golkar dan Megawati Sukarnoputri dari kelompok nasionalis.
Malah, Akbar Tanjung disebut politisi paling licin. Ia berhasil menyelamatkan eksistensi Golkar yang saat itu sebagai penguasa 32 tahun sebelum reformasi politik. Di era reformasi, ia berhasil mentransformasi Golkar yang sebelumnya sebagai “musuh bersama” para reformis menjadi Partai Golkar. Partai yang sampai sekarang tetap terus ikut berkuasa.
Padahal, pada masa itu, arus untuk membubarkan Golkar seakan tak terbendung. Akbar Tanjung juga sempat dibidik untuk dipenjarakan melalui Kejaksaan Agung. Tapi upaya itu tak berhasil. Ia mampu melarikan diri dari Gedung Bundar (Kejagung) saat hendak diperiksa.
Cak Imin punya kelincahan yang kurang lebih demikian. Ia berkali-kali lolos dari jerat hukum. Juga lolos dari jebakan politik. Karena itu, Bocor Alus Politik (BAP) Tempo menjuluki Cak Imin dengan sebutan kancil. Ini jenis hewan kecil yang dikenal cerdik dan lincah. Zig zag politiknya menjadikan ia selalu terpakai di setiap pemerintahan.
Dalam kadar dan panggung berbeda, Gus Ipul bisa disebut sebagai politisi tulen yang luwes. Ia pernah kalah berkali-kali. Tapi bisa hidup kembali. Ibaratnya, sebagai politisi ia punya nyawa banyak. Karena itu, meski kalah ia tetap hidup dan bisa bangkit untuk berkiprah kembali.
Sebagai politisi, Gus Ipul adalah pemain panggung. Ia akan hidup sepanjang memiliki panggung. Entah itu panggung besar maupun panggung kecil. Ia pernah menjadi anggota DPR RI, Wakil Gubernur, walikota di kota kecil, dan kembali menjadi menteri. Tak banyak politisi yang punya ketahanan mental sepertinya.
Kini kedua politisi santri ini berada dalam satu panggung: Kabinet Merah Putih. Bahkan, keduanya berada dalam satu kotak koordinasi. Cak Imin sebagai Menkonya, Gus Ipul sebagai salah satu menteri yang berada dalam koordinasinya. Keduanya harus berbagi panggung dalam kendali Presiden Prabowo.
Gus Ipul dengan riang dan renyah menceritakan rapat koordinasi pertamanya dengan Cak Imin. “Urusan negara jauh lebih penting dari masalah pribadi kita masing-masing,” katanya di Kantor Kemensos usai ia bertemu Cak Imin. Tak ada rasa canggung antar keduanya.
Bagi keduanya, politik adalah panggung. Terrgantung lakon apa yang diperankan. Terkadang harus memerankan peran antagonis. Terkadang sebaliknya. Selain politik sebagai panggung, tak ada yang abadi di dalamnya. Yang abadi adalah kepentingan.
Tinggal bagaimana mengisi keabadian dalam panggung yang sama itu. Politik sekadar demi kepentingan kekuasaan atau untuk kemaslahatan. Di situ bukan memaknai politiknya yang utama, tapi bagaimana merumuskan kepentingan bersama yang dikedepankan.
Atau memang betul apa yang diungkapkan KH A Mustofa Bisri. Bahwa antara Gus Yahya, Gus Ipul, fan Cak Imin ini adalah teman yang biasa gojlokan sejak dulu. Hanya saja, mereka mrmbawa kebiasaan bergurau atau gojlokan itu saat mereka berada di depan umum.
Jadi, tak perlu berseteru dalam berpolitik. Tapi biasanya hanya pendekar politik yang mampu untuk itu.