Gus Im Bergerak Dalam Senyap
Hingga Tuhan memanggil ke haribaan-Nya, Sabtu, 1 Agustus 1020 dini hari, tak banyak masyarakat mengenal sosok KH Hasyim Wahid--adik kandung KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Gus Im--sapaan orang dekatnya, amat jarang tampil. Ia sering bergerak dalam senyap. Tapi, lingkaran terbatasnya, dapat dengan baik menjelaskan jejak langkah Gus Im dalam pergerakan demokrasi Indonesia.
Gus Dur pernah bercerita soal kejeniusan sang adik. Dalam sebuah kesempatan, Presiden ke-4 RI itu, mengakui diskursus intelektual Gus Im sering jadi inspirasi. Pengembaraan intelektual bungsu dari enam bersaudara ini, bermula dari rasa prihatinnya atas praktek ekonomi di era Orde Baru yang dinilainya tidak memihak kepada ekonomi kerakyatan. Ekonomi yang cenderung oligopoli dan dikuasai oleh segelintir elit.
Itulah yang, antara lain, mendorongnya mengambil jurusan ekonomi saat kuliah di Universitas Indonesia (UI). Pandangan-pandanganya terkait ekonomi sering jadi bahan diskusi serius di kelompok terbatas lingkaran anak-anak Nahdlatul Ulama (NU). Di kelompok ini, posisi Gus Im bagai suhu ; pemikirannya jadi manual gerakan intelektual muda NU.
Dari limited group ini, lahir anak-anak muda progresif seperti Ulil Abshar Abdallah, Khatibul Umam Wiranu, Nusron Wahid, Amsar Dulmanan, dan beberapa lainnya. Bagi kelompok ini, Gus Im adalah ideolog yang menggairahkan. Gus Im menjelma sumber inspirasi yang tak pernah kering mengalirkan ide progresif sehingga anak-anak muda NU selalu hadir dalam isu-isu nasional.
Jangkauan Spiritual
Gus Dur melihat adik bungsunya itu tidak semata kuat di domain intelektual tapi juga menonjol secara spritual. Perjalanan dan pengalaman spiritual Gus Im, sering memperkaya gaya kepemimpinan Gus Dur dalam memperjuangkan kehidupan demokrasi di Indonesia. Seperti Gus Dur, ia juga menyenangi pengembaraan spiritual mengunjungi makam-makam para wali, orang suci, dan ulama penuh keramat.
Di paruh tahun 1980 an, dalam salah satu puncak kegelisahannya, Gus Im datang mengunjungi kakeknya, Hadratus Syaikh Hasyim Asy'ari di Tebu Ireng, Jombang. Di samping makam pendiri NU itu, dengan suara berat, Gus Im menyapa mbahnya. “Mbah, kalau benar Jenengan wali Allah, bantulah kami menurunkan Pak Harto," seru Gus Im. Seruan yang menunjukkan keprihatinan atas kekuasaan Orde Baru.
Keprihatinan intelektual dan spiritual Gus Im, sering jadi bahan diskusi dengan Gus Dur. Bisanya, ia menyambangi kakaknya di gedung PBNU, ketika karyawan sudah meninggalkan kantor. Kadang, bahkan kalau ada persoalan penting, Gus Dur sendiri yang berinisiatif mendatangi Gus Im ke kediamannya, di bilangan Bintaro, Tangerang, Banten. Mereka berdua, punya kedekatan spiritual.
Untuk urusan ini, mereka bisa menghabiskan waktu berjam-jam. Musik klasik menambah khasanah pertautan hugubungan keduanya dibanding dengan saudara-saudara lainnya. Keduanya penyuka aliran musik klasik. Keduanya menggemari Friday Night in San Fransisco : Live Concert. Keduanya penggila dua mahakarya musik klasik ; Simfoni No. 9 Beethoven dan Simfoni No. 40 Mozart serta Eine Kleine Nactmusik.
Gus Im, sejatinya adalah “anak asuh" langsung Gus Dur, sejak ayahanda mereka, KH Abdul Wachid Hasyim, wafat karena kecelakaan di Cimahi, Jawa Barat. Saat itu, Gus Im masih usia 3 bulan di kandungan ibunya, Nyai Sholihah. Praktis, Gus Dur yang masih usia belasan tahun, jadi tulang punggung keluarga, membantu ibunya. Satu ibu muda, umur 30 tahun, dan enam (6) orang anak yang masih kecil-kecil. Gus Dur pun, mengasuh Gus Im.
Sufi dan Pengusaha
Soal kelebihan Gus Im, diakui sahabat karib Gus Dur, yaitu Gus Mus alias KH Mustofa Bisri. Pengasuh PP Raudlatut Tholibin, Rembang ini, bertutur, "Sama-sama putera Pahlawan Nasional, sang kakak putera sulung dan sang adik putera bungsu. Keduanya sama-sama memiliki kecerdasan di atas rata-rata,” katanya. Gus Mus mengakui, keduanya memiliki kekhasan yang saling melengkapi.
Gus Dur dikenal sangat populer karena kiprahnya di organisasi hingga politik. Sedang Gus Im terkesan misterius dan tak suka popularitas. “Sang kakak populer dan terbuka, sang adik tak suka menonjol dan ‘misterius’,” ujarnya. Tak banyak orang yang tahu bahwa Gus Dur memiliki adik kandung bernama Gus Im. Gus Mus kenal Gus Im setelah dikenalkan oleh Gus Dur.
“Aku pertama kenal dengan sang adik justru dikenalkan oleh sang kakak. Waktu itu setiap ketemu, kulihat sang adik selalu tampil perlente, dengan rambut kribo, berdasi, dan menenteng aktentas yang tampak mewah,” kisahnya. “Ketika aku bertanya tentang kegiatannya, sang kakak menjelaskan, seperti sambil lalu, bahwa adik bungsunya itu pengusaha dan berkantor di salah satu hotel berbintang,” imbuhnya.
Saat bertemu beberapa tahun kemudian, Gus Im sudah berbeda. "Seperti ditelan bumi. Setelah beberapa tahun, lalu muncul dengan penampilan yang sangat berbeda. Gus Im hanya memakai kaus oblong dan sarungan. Sikapnya pun berbeda. Kalau dulu persis pengusaha, acuh tak acuh. Sekarang begitu ramah, sebagaimana kakaknya. Bicaranya kelihatan seperti seorang Sufi yang arif,” terang Gus Mus.
Gus Im adalah anak bungsu dari enam bersaudara, pasangan KH Wachid Hasyim dengan isterinya, Nyai Sholichah. Sang ayah adalah putra salah seorang trio muassis -pendiri NU, KH Hasyim Asy'ari. Sedang ibunya, Nyai Sholichan adalah putri KH Bisri Syansuri ; ipar KH A Wahab Chasbullah. Keduanya pendiri NU. Dengan demikian, Gus Im adalah cucu Mbah Hasyim Asy'ari dari Tebu Ireng, dan cucu Mbah Bisri Syansuri dari Denanyar.
Selamat jalan, Pak Lik, Kami, akan mengenang kepergianmu dari tengah kami, anak-anak NU dan para generasi muda bangsa ini, dalam doa-doa senyap. Persis seperti kehadiranmu yang selalu senyap di tengah pasang surut perjalanan demokrasi Indonesia. Tapi jejak kakimu akan sangat jelas menuntun generasi muda NU ke depa.
Innaalillah Wa Inna Ilaihi Roji'un
Al Baqaa Lillah...
*)Saifullah Yusuf, adalah Ketua PBNU, Wagub Jatim 2009 - 2019, dan founder Area Wisata Halal Ngopibareng Pintulangit, Prigen, Jawa Timur.