Gus Fuad, Pertemuan Kiai Djazuli dan Kiai Hamid yang Tak Terduga
Wafatnya KH Fuad Mun'im Djazuli, Pengasuh Pesantren Al-Falah Ploso Mojo Kediri, cukup menyita perhatian umat Islam di seluruh Indonesia. Adik kandung Gus Miek (almaghfurlah) ini, menghadap ke Rahmatullah pada Sabtu 17 Oktober 2020, pukul 03.30 WIB.
Muhammad Abid Muaffan, seorang santri almarhum, yang berada di Kota Tomohon, Sulawesi Utara, memberi kesaksian terhadap Gus Fuad, panggilan akrab almarhum putra KH Ahmad Djazuli Ustman.
Saat masih muda, KH. Fu'ad Mun'im Djazuli pernah bepergian mengawal ayahandanya, KH. Ahmad Djazuli Utsman, untuk menghadiri sebuah acara di daerah Malang. Mereka pergi dengan mengendarai andong, kendaraan yang tersedia kala itu.
Setelah acara di Malang usai, KH. Ahmad Djazuli bermaksud melanjutkan perjalanan ke Pasuruan untuk bertamu kepada KH. Abdul Hamid; Pasuruan. Hal ini membuat KH. Fu'ad Mun'im merasa khawatir, karena uang bekal perjalanan sudah habis.
Saat hendak berangkat, KH. Fu'ad Mun'im mengutarakan kehawatirannya pada sang ayahanda: "Ngapunten, Abah! Sangune sampun telas." (Mohon maaf, Abah. Uang sakunya sudah habis). KH. Ahmad Djazuli hanya menjawab singkat :
#Laa shohiba ilmin mamquutun ."(Tiada seorangpun yang berilmu, menjadi terhina)"
Apa yang menjadi jawaban Sang Ayahanda, rupanya belum dapat menghapus kekhawatiran KH. Fu'ad Mun'im. Di tengah perjalanan KH. Fu'ad Mun'im mengulangi perkataannya, "Abah, artone sampun telas." (Abah, uangnya sudah habis). Dan jawaban KH. Ahmad Djazuli pun tetap sama, " Laa shoohiba ilmin mamquutun ."
Mereka akhirnya sampai di kediaman KH. Abdul Hamid; Pasuruan. Sebelum mendekat di kediaman, sekali lagi KH. Fu'ad Mun'im menyinggung perihal uang saku yang benar-benar sudah habis. Namun jawaban KH. Ahmad Djazuli tak berubah sedikit pun, " Laa shoohiba ilmin mamquutun. "
Tak lama menunggu, mereka dihampiri seorang khodim (pembantu) KH. Abdul Hamid. Setelah mempersilakan masuk, si khodim bertanya, "Ngapunten, njenengan paring asmo sinten?" (Maaf, Anda bernama siapa?)
KH. Ahmad Djazuli menjawab, "Kulo Ahmad Djazuli" (Saya Ahmad Djazuli). Si khodim melanjutkan pertanyaan,: "Saking pundi?" (Dari mana?) KH. Ahmad Djazuli kembali menjawab, "Saking Ploso – Kediri” (Dari Ploso – Kediri).
Si khadim mempersilakan mereka supaya menunggu, sebelum kemudian menghaturkan kabar kehadiran KH. Ahmad Djazuli kepada KH. Abdul Hamid. "Ngapunten, wonten tamu saking Ploso - Kediri. Paring asmo Ahmad Djazuli." (Maaf, ada tamu dari Ploso - Kediri. Bernama Ahmad Djazuli), kata si khodim menghaturkan kabar.
Seketika itu KH. Abdul Hamid yang belum pernah bersua KH. Ahmad Djazuli, langsung berteriak, "Djazuli, man jazula ilmuhu " (Djazuli, seorang yang agung keilmuannya).
KH. Abdul Hamid sungguh merasa bahagia mendapat tamu yang istimewa, yakni seorang yang sangat ‘alim yang tidak lain adalah KH. Ahmad Djazuli.
Suguhan untuk tamu istimewa ini pun tentu berupa hidangan- hidangan yang sangat istimewa. Mendapati jamuan yang begitu istimewa, giliran KH. Fu'ad Mun'im sambil tersenyum dan dengan mantap berkata, "Laa shoohiba ilmin mamquutun."
KH. Abdul Hamid tak menyia-nyiakan kesempatan bersua tamu istimewa ini, Beliau kemudian meminta KH. Ahmad Djazuli agar sudi membaca kitab walau sejenak, dengan harapan supaya para santri KH. Abdul Hamid dapat tabarrukan (memperoleh berkah) dari KH. Ahmad Djazuli.
Tak tanggung-tanggung, KH. Abdul Hamid menyodorkan kitab Tafsir Al Kabir kepada KH. Ahmad Djazuli. Melihat sang ayahanda disodori kitab tersebut, KH. Fuad Mun’im berkata keheranan, "Abah, kitab ipun ageng njih.” (Ayah, kitabnya besar ya).
KH. Ahmad Djazuli. Pun menjawab, “Abahmu iki, Le..! Isuk sarapane kitab, awan ya kitab, sore ya kitab, bengi ya kitab." (“Abahmu ini, nak..! Pagi sarapannya kitab, awan ya kitab, sore ya kitab, malam ya kitab).
Setelah mengisi pengajian kitab tafsir. Di saat perjalanan pulang, KH. Ahmad Djazuli mendapatkan banyak sekali tumpukan amplop berisi uang (dari jamaah yang ikut pengajian beliau). Menyaksikan hal itu, KH. Fuad Mun’im semakin mantap dengan apa yang dikatakan sang ayahandanya:
"LAA SHOOHIBA ILMIN MAMQUUTUN."
Demikian kesaksian Muhammad Abid Muaffan. Tulisan ini pun beredar luas di kalangan santri Pesantren Ploso sejak 2016.