Gus Dur Rela Menanggung Luka Sejarah
Gus Dur bukan hanya dikagumi dan dirindukan oleh banyak orang. Ia juga dibenci, dicaci-maki, disumpah-serapahi, dan dibenci oleh sebagian orang. Akan tetapi, caci maki, penghinaan, sumpah serapah, dan kutukan-kutukuan para pembenci itu tidak membuat Gus Dur menjadi rendah, kecil, dan terkucil.
Hal semacam itu alih-alih menggentarkan hatinya, justru semakin mengukuhkan kebesarannya, meneguhkan perjuangannya, dan semakin mengalirkan simpati kepadanya.
Gus Dur menanggung semuanya dengan diam. Ia tetap terus menapaki jalan yang di tempuhnya menuju cita-cita besarnya: keadilan bagi semua dan persaudaraan atas dasar kemanusiaan. Ia adalah orang besar yang namanya akan di catat sejarah peradaban sebagai pejuang kemanusiaan.
Gus Dur dan Luka Sejarah
KH Husein Muhammad memberikan catatan kecil tentang kesaksiannya atas KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur:
Gus Dur itu pecinta manusia. Hidupnya dihabiskan untuk menemani manusia-manusia yang hatinya luka, yang dimarjinalkan, yang tak diakui hak-hak hidupnya hanya karena berbeda keyakinan atau tradisinya.
“Pecinta sejati”, kata Rumi, “mengorbankan dirinya sendiri dan tidak mengharap apapun demi imbalan”.
Gus Dur adalah lilin dengan api yang terus menyala. Ia membiarkan api itu terus menyinari ruang-ruang gelap meski dirinya terbakar.
Puisi lain dari sufi agung yang juga amat sering disampaikan Gus Dur dalam banyak kesempatan dan ruang, adalah :
لَا تَصْحَبْ مَنْ لَا يُنْهِضُكَ حَالُه
وَلَا يَدُلُّكَ عَلَى اللهِ مَقَالُهُ
Tak sepatutnya engkau menemani
dia yang tak membangkitkan kebaikan diri
Dan kata-katanya
tak membimbingmu
kepada Tuhan
Kata-kata di atas disampakan oleh Ibnu Athaillah al-Sakandari, sufi besar. Gus Dur acap menyampaikannya.
Konon puisi inilah yang menginspirasi para kiyai untuk menamai organisasi NU.
Begitulah, catatan KH Husein Muhammad.
Imam Syafi'i Seorang Filosof
Gus Dur pun di antara tokoh NU yang akrab memahami pemikiran Imam Syafi'i tentang konsep-konsep eklektisisme dalam budaya, menjadi bagian penting konsep Gus Dur.
KH Husein Muhammad pun memberi catatannya:
Imam Muhammad Idris al-Syafi'i atau disingkat Imam Syafii dikenal sebagai peletak dasar-dasar metodologi hukum Islam (Ushul Fiqh). Dia " Wadhi Usul al- Fiqh". Belau lahir tahun 150 H di kota Gaza, Palestina. Bukunya tentang hal ini adalah kitab ar-Risalah. Ia menggunakan logika Aristotelian.
كان احمد بن حنبل يعتبر الامام الشافعى فيلسوفا فى اربعة اشياء، فى اللغة واختلاف الناس والمعانى والفقه.
وقد تاثر الامام بالمنطق الارسطاطالس. قال الامام حين ساله الرشيد عن علمه بالطب : "اعرف ما قالت الروم مثل ارسطاطاليس ومهراريس وفرفوريوس وجالينوس وبقراط واسدفلس بلغاتهم".
Imam Ahmad bin Hanbal menganggap Imam Syafii sebagai seorang filsuf dalam 4 bidang ilmu: Bahasa, Dialektika, Sastra dan Fiqih.
Imam al-Syafii terpengaruh logika Aristoteles. Beliau memahami bahasa Yunani. Abd Allah al Hakim dalam bukunya : Manaqib al-Syafi'i mengatakan: " Manakala dia ditanya oleh khalifah Harun al- Rasyid tentang pengetahuannya dalam bidang medis, beliau menjawab : "Aku mengetahui pikiran para filosof Romawi seperti Aristoteles, Porporius, Gelenus, dsn Hippokrates, dll. melalui bahasa mereka".
Demikian semoga bermanfaat.