Gus Dur dan Pemimpin Iran, Kisah Psikolog dan si Gendeng
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) memberikan warisan pemikiran dan renungan yang mencerdaskan umat Islam, khususnya bagi warga Nahdliyin. Tentu saja, ilmu yang diwariskan Gus Dur menjadi bagian penting dari khazanah pemikiran kemanusiaan.
Di bawah ini, kisah-kisah lucu yang dikaitkan dengan Gus Dur, berupa anekdot yang khas yang dituturkan orang-orang dekatnya.
1. Gus Dur dan Pemimpin Iran
Percakapan-percakapan dalam buku karya KH Husein Muhammad, Dialog Gus Mus dan Gus Dur, sungguh menjadi semacam oase yang menyejukkan. Cerita-cerita yang dihadirkan merupakan inspirasi bagi kita untuk senantiasa “ngakak” di tengah zaman yang semakin ruwet, sebagaimana Gus Dur dan Gus Mus yang “enteng-enteng saja” menjalani kehidupan dengan segala macam persoalannya.
Hubungan dua sahabat yang sama-sama memiliki “keistimewaan” ini ditulis dengan sangat brilian oleh K.H. Husein Muhammad, yang juga sahabat sekaligus pengagum berat Gus Dur dan Gus Mus.
“Gus Dur adalah orang yang cerdik, sangat cerdas, dan menguasai banyak ilmu agama dan ilmu umum. Pengetahuannya sangat luas dan terbuka. Tetapi, boleh jadi Gus Dur juga dianugerahi keistimewaan ilmu weruh sak durunge winara (mengetahui sebelum terjadi) sebagaimana orang-orang menyebutnya. Atau, kalau dalam tradisi pesantren disebut ilmu laduni, atau ilmu adiluhung,” tutur Gus Mus.
Gus Mus bercerita bahwa Gus Dur, manakala menerima undangan untuk diskusi, seminar, simposium, dialog, atau konferensi dan sejenisnya, beliau lebih dulu mencari tahu siapa saja pembicaranya. Lalu, mempelajari pikiran-pikirannya, perspektifnya, dan gagasan-gagasan yang pernah disampaikannya, baik dalam karya-karya tulisnya maupun dalam ceramah-ceramahnya.
Nah, dari membaca semua itu, Gus Dur menangkap apa yang akan dibicarakan dan disampaikan para pembicara/narasumber itu kelak. Paling-paling tak jauh dari itu juga.
Suatu waktu, dalam sebuah acara di mana salah seorang pemimpin Negara Islam Iran mau bicara dan berdialog, Gus Dur justru tidur, ngorok lagi. Banyak tokoh yang menganggap tindakan Gus Dur ini tidak sopan.
Namun, betapa menakjubkan, begitu pidato atau ceramah petinggi Iran itu selesai dan Gus Dur bangun, dia justru segera angkat tangan lebih dulu meminta berbicara untuk merespons.
Tanggapan Gus Dur memperlihatkan bahwa dia sangat memahami isi pidato pemimpin Iran itu, mengetahui apa yang positif dan apa yang perlu dikritik. Semua orang yang awalnya jengkel, akhirnya terpesona pada Gus Dur.
2. Psikolog dan Sosok yang Gendeng
Tanda-tanda kejiwaan kita sehat, adalah mampu menertawakan diri sendiri, termasuk menertawakan organisasi sendiri. Inilah warisan KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang tidak bisa diremehkan.
Dalam perjalanan ke Iran, Gus Dur ditanya oleh Kang Jalaluddin Rahmat tentang anak pertamanya, Alissa Qotrunnada, yang kuliah di Fakultas Psikologi (UGM).
“Anak kiai kok masuk Psikologi?” tanya Kang Jalal, agak serius.
“Soalnya, orang-orang NU banyak yang gendeng,” jawab Gus Dur. Gendeng itu bahasa Jawa. Artinya gila.
Mendengar jawaban Gus Dur yang sekenanya itu, Kang Jalal tak mau kalah. “Ah, tampaknya anak Anda dikirim untuk berkhidmat kepada bapaknya. Bukan mengobati orang NU, tapi mengobati bapaknya.”
Lahul faatihah!
(Sumber: Ger-geran Bersama Gus Dur, penyunting Hamid Basyaib dan Fajar W. Hermawan, Alvabet, 2010)