Gus Dur Bertahan di Sanubari, Figur Inspiratif Dirindu Selalu
Pesona pemikiran pembaruan politik KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terus berkembang dan dikaji banyak orang dari generasi terkini.
Selain Peneliti Mesir Syaikh Musthafa Zahran yang menitikberatkan pada "Pembaruan Pemikiran Politik Gus Dur, di Dunia Arab dan Islam", Gus Dur telah menanamkan ideologi Keislaman pada kader-kadernya.
Di antaranya adalah KH Said Aqil Siroj, Ketua Umum PBNU dua periode 2010-2022, dan KH Yahya Cholil Staquf, Ketua Umum PBNU kini. Keduanya mengembangkan gagasan dan ide-ide kemanusiaan dan universalisme Islam dalam pergaulan global. Mengangkat peran NU ke panggung dunia untuk perdamaian.
Untuk tetap mengingat Gus Dur sebagai inspirasi membangun peradaban dunia, setiap tahun khususnya bulan Desember, momentum wafatnya selalu diperingati (haul).
Catatan Haul ke-14 Gus Dur
Berikut catatan KH Husein Muhammad tentang Haul Gus Dur:
Saat 40 hari Gus Dur wafat, Ning Anita Wahid, putri ketiga beliau, mengedit buku yang berisi kumpulan tulisan testimonial dari beragam orang atas beliau. Dan aku diminta menulis. Lalu tulisanku dimuat sebagai Epilog. Buku itu diberi judul : "Gus Dur Bertahta di Sanubari". Aku bilang :
...setiap orang telah dan akan terus memaknai Gus Dur dengan ungkapan dan cara yang beragam, berbeda-beda, berdasarkan pada apa yang dilihat, didengar, diingat, dan dirasakannya, baik senang, cinta atau tak suka dan membenci. Nama Gus Dur akan terus disebut, dikenang, dan dirindukan. Kata-katanya yang bijak akan dikutip.
Begitulah.
Selama aku di rumah dan bersama Gus Dur, aku punya kesan : Terhadap orang-orang yang menilai negatif bahkan menyakitkan terhadap dirinya, Gus Dur tak membalasnya dengan cara yang sama. Kata-kata bijak Gus Dur yang mengesankan kira-kira : "Berharap semua orang senang atau setuju kepadamu adalah tidak mungkin".
Atau begini : “Sebenar apapun tingkahmu atau sebaik apapun perilaku hidupmu, kebencian dari manusia itu pasti ada. Jadi jangan terlalu diambil pusing. Terus saja jalan.”
Aku bilang : Gus Dur memang seorang pluralis dan demokrat sejati. Gus Dur mengerti kata-kata bijak para bijakbestari: Apa yang kau katakan akan kembali kepadamu.
Desember. Bulan Rumi dan Gus Dur
Saban memasuki bulan Desember, aku selalu teringat dua manusia besar yang namanya terukir abadi di relung jiwa sekaligus dirindukan dunia dan didoakan ribuan orang dengan identitas agama yang beragam. Dua manusia besar itu adalah Maulana Jalal al Din Rumi dan K. H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Maulana Rumi wafat di Konya, Turki, 17 Desember 1273 M. Gus Dur wafat di Jakarta, 30 Desember 2009 M
Aku telah membaca sebuah buku : “Min Balkh Ila Konya”, (Dari Balkh, Afganistan ke Konya, Turki) yang ditulis Badi’ al-Zaman Furuzanfar, spesialis Rumi dari Iran, Persia. Ia menceritakan situasi kepulangan Maulana itu seperti ini :
اهل المدينة من صغير وكبير أخذوا جميعا بالتفجع والتأوه والصياح. الريفيون كذلك من الروم والترك, شقوا جيوبهم ألما عليه. حضر الجميع جنازته حبا له وعشقا. أهل كل دين صادقون فى محبتهم إياه. أناس كل أمة عاشقون له. قال قوم عيسى : إنه عيسانا. وقال قوم موسى : إنه موسانا. وقال المسلمون : إنه خلاصة الرسول ونوره . قالوا : إنه بحر عظيم وعميق
Seluruh penduduk kota, besar, kecil, laki-laki dan perempuan berduka cita, tersedu-sedu, histeris
Orang-orang desa dari Roma dan Turki merobek-robek bajunya, mengekspresikan luka jiwa yang mendalam.
Mereka hadir mengantarkan jenazahnya, dalam suasana hati yang mencinta dan merindu
Para pemeluk berbagai agama sangat dan sungguh mencintainya. Semua bangsa merindukannya
Kaum Nasrani meneriakkan : “oh, (penerus) Isa ku”.
Kaum Yahudi meneriakkan : “O, (penerus) Musaku”.
Kaum Muslim menyebut : “O, engkau pamungkas penerus Nabi Muhammad dan pantulan cahayanya.
Engkaulah samudera nan maha luas,
maha dalam”.
Sampai kata-kata ini aku menunduk. Mataku tiba-tiba mengembang air bening. Hatiku diliputi rasa pilu dan rindu pada Maulana.
Situasi dan keadaan yang sama juga terjadi saat Gus Dur wafat. Sepanjang jalan jenazah Gus Dur diantar pulang dari rumah Ciganjur ke Jombang, rakyat menyambut, menghormat dan mendoakan sambil meneteskan air mata.
Mereka :
“Mana mungkin Bulbul tak terbang pulang,
Merobek seribu tirai penghalang
Ketika diseru sang Kekasih: “Irji’i”.
Pulanglah ke dalam pelukan-Ku
يَا مَنْ أَنْتَ فِى سَاعَةِ الْاَلَمِ رَاحَةٌ فِى نَفْسِى
يَا مَنْ أَنْتَ فِى مَرَارَةِ الْفَقْرِ كَنْزٌ لِرُوحِى
يَا مَنْ أَنْتَ فِى ظُلْمَةِ الْجَهْلِ نُورٌ فِى عَقْلِى
Duhai dikau, yang ketika aku dirundung duka-nestapa
Adalah Pelipur jiwaku
Duhai, dikau, yang ketika aku dihimpit pahitnya kepapaan
Adalah perbendaharaan ruhku
Duhai dikau, yang ketika aku ditelikung kegelapan
Adalah Cahaya akalku
Catatan : Bulbul adalah burung yang dalam dunia sastra dijadikan simbol suara terindah di alam yang menginspirasi , dongeng , opera , buku dan banyak puisi.
Demikian catatan KH Husein Muhammad.
(Di atas Kereta api menuju Jakarta/
06.12.23/HM)
Penulis dan peneliti Mesir, Musthofa Zahran, kini sedang fokus pada legasi pemikiran KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
"Waktunya telah tiba, saatnya untuk menyoroti upaya KH Abdurrahman Wahid yang dikenal sebagai Gus Dur, dalam pembaruan agama dan politik di tingkat Arab, keluar dari kerangka lokal Indonesia dan regional Asia ke dunia Arab dan Islam, kemudia diurai serta dianalisis secara cermat," tuturnya.
Advertisement