Gus Baha': Bertahan Hidup Hanya Sepiring Nasi, Kenapa Korupsi?
KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) meski menghadapi Guru Besar Ilmu Tafsir, seperti Prof M Quraish Shihab, sikapnya tak berubah. Sederhana dan apa adanya. Khas seorang santri tak lepas dari perilakunya sehari-hari.
Gus Baha, Pengasuh Pesantren Al-Quran di Narukan, Rembang, Jawa Tengah ini, bersarung dan memakai kopiah hitam dengan rambutnya yang keluar di bagian depan.
Lama belajar dan tinggal di pesantren, menurut Gus Baha', dirinya membuat seseorang melihat hidup normal menjadi luar biasa. Dia kemudian menceritakan tentang seorang wali.
Ada seorang wali makan satu piring, kemudian merasa kenyang. Istrinya yang makan satu piring pun sudah kenyang.
Kemudian Wali tersebut berkata, "Wah kalau untuk bertahan hidup hanya satu piring kenapa saya harus korupsi? Kenapa saya harus rakus?"
Lalu, meskipun punya 5 kamar tidur, hanya 1 kamar saja untuk tempatnya tidur.
"Kenapa saya harus punya berlebih kamar?" kata Wali tersebut.
"Jadi melihat kehidupan yang normal menjadi hal yang luar biasa," ucapnya saat berbincang bersama Quraish Shihab dan Najwa Shihab dalam program Youtube Narasi belum lama ini.
KH Nursalim, ayahanda Gus Baha, pun juga mengajarkan Gus Baha untuk selalu bersyukur. Salah satunya dengan memberi tahunya bahwa ada orang di pasar yang selalu mengucap Alhamdulillah tatkala menerima transaksi Rp 5 ribu hingga Rp 10 ribu.
"Saya sering punya uang jutaan nggak mesti bisa bilang Alhamdulillah. Ini orang awam semudah itu bersyukur. Jadi sebetulnya bidikan kita ini menganggap yang pokok itu ya pokok, yang sekunder sekunder. Sehingga dari tradisi pokok ini apa saja kayak berlebih," kata Gus Baha'.
"Nah, pesantren membuat para santrinya melihat hidup sederhana," tutur Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Berbeda dengan Gus Baha, satu hal yang membekas bagi Ulama Tafsir Indonesia, Quraish Shihab mengenai pesantren adalah rasa keikhlasan guru dalam mendidiknya.
"Yang paling dirasakan itu keikhlasan. Menegur tanpa marah, mengajar tanpa pamrih, itu yang paling jelas," ucapnya.
Dirinya memang sudah belasan tahun di Kairo dan hanya 2 tahun di Pondok Pesantren Darul-Hadits al-Faqihiyyah di bawah bimbingan Habib Abdul Qadir BilFaqih.
Namun, Quraish Shihab bersama adiknya, Alwi Shihab, masih merasakan hubungan yang sangat erat dan istimewa dengan gurunya tersebut.
"Habib Abdul Qadir itu kalau Abi ada sesuatu yang ingat Abi mimpi dia. Jadi ada hubungan. Kenapa? Karena dia ikhlas. Keistimewaan pesantren itu guru-gurunya ikhlas," tuturnya.