Gus Ali: Perbedaan Membuka Peluang Hadirnya Keberkahan
KH Agoes Ali Masyhuri, Pengasuh Pondok Pesantren Bumi Shalawat Sidoarjo mengajak semua umat Islam untuk bersemangat dalam mencari ilmu. Dengan mencari ilmu niscaya nilai-nilai kebenaran akan bisa diperoleh tanpa harus menyalahkan orang lain yang berbeda pandangannya.
"Dewasa ini, manusia dihadapkan pada sejumlah perbedaan pendapat di bidang keagamaan yang sangat mencolok. Perbedaan tersebut dilatarbelakangi oleh pemahaman keagamaan yang berbeda-beda pula, baik itu perbedaan dari cara memahaminya maupun perbedaan yang ditimbulkan dari tingkat pemahaman orang dalam memahami agama," tuturnya.
Persoalannya, perbedaan tersebut ternyata jamak menghasilkan respons yang beragam pula, yang kemudian bisa melahirkan perselisihan, pertentangan, dan yang lebih parah juga menimbulkan perpecahan di kalangan umat beragama.
Jika perbedaan tersebut tidak disikapi secara bijak dan dikelola dengan baik, maka bukan hal mustahil hanya akan melahirkan perpecahan dalam skala yang lebih besar.
"Jika ingin mengetahui suatu kebenaran maka seseorang harus ngaji. Melalui cara itulah akan melatih kita untuk dapat mengambil pemahaman dari berbagai perspekif, sehingga tidak mudah menjadi orang dengan “sumbu pendek” atau mudah menyalahkan pemahaman orang lain yang bisanya hanya mengamuk.
"Hal itu bertolak dari realitas keberagamaan dewasa ini yang cenderung dipraktikkan secara keliru, menganggap praktik beragama sebagai suatu yang eksklusif tanpa dialog yang baik. Dengan pandangan inilah umat beragama menjadi kaku dan mudah menyalahkan orang yang tidak sependapat sebagai orang yang harus diperangi," kata Gus Ali, panggilan akrab KH Agoes Ali Masyhuri.
Dalam pada ini, Gus Ali juga menegaskan, perbedaan janganlah diangap lawan. Sebab, kadang-kadang orang menjadi cerdas dan alim disebabkan karena diantarkan oleh perbedaan. Dengan pemahaman itulah masyarakat akan bisa mudah menerima perbedaan dengan tetap mendialogkan perbedaan tersebut secara baik.
Adanya pemahaman ekstrem terhadap perbedaan di dalam masyarakat juga terkait erat dengan munculnya kelompok-kelompok yang radikal. Meskipun definisi radikal belum dipublikasikan secara baku, baik di dalam kamus kita maupun di dalam undang-undang yang baku.
Namun begitu, KH Agoes Ali Masyhuri memapakan tiga hal yang menjadi ciri orang radikal. Pertama, mempunyai ideologi yang suka mengkafirkan sesame, terutama takfirul muslimin atau mengkafirkan sesame umat muslim. Inilah ciri-cira radikalisme yang paling nampak, semisal terdapat orang yang berani mengkafirkan sesama umat Islam hanya karena berbeda organisasi, beda golongan dan beda pendapat.
Ciri kedua adalah terkait dengan tindakan, yakni orang yang ingin mendirikan negara di sebuah negara, seperti orang yang ingin membangun warung di dalam warung. Inilah ciri-ciri radikal yang sering ditemui oleh kelompok yang ingin mendirikan negara Islam di Indonesia.
Kemudian, ciri radikal yang ketiga adalah keinginan untuk mengubah dasar dan haluan negara. Pada ciri ini juga banyak kita temui dalam organisasi-organisasi atau bahkan gerakan kelompok yang memiliki misi mengubah dasar dan haluan Negara Republik Indonesia.
Tiga ciri orang radikal inilah yang banyak ditemui di dalam kelompok yang memiiki pemahaman keagamaan yang cukup dangkal, sehingga tidak bisa teraplikasi di dalam pemikiran dan kehidupan sehari-harinya. Akibatnya, perbedaan yang ada kemudian menjadi disalahpahami sehingga menimbulkan konflik horizontal yang tidak sederhana.
Dengan demikian, sudah saatnya umat Islam di Indonesia lebih memahami perbedaan sebagai sebuah hikmah dan anugerah, sehingga dengan pemahaman seperti itulah kita tidak akan lagi mudah bersikap curiga dan tidak akan mudah untuk berselisih, yang hanya mengakibatkan perpecahan.
Advertisement