Guru Susan Lumpuh bukan Akibat Vaksin Covid-19
Seorang guru di Sukabumi, Susan Antela, mengalami kelumpuhan sehabis menerima vaksinasi Covid-19. Komnas Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), Hindra Irawan Satari menyebut, guru 31 tahun itu mengidap sindrom langka Guillain Barre Syndrome (GBS) dan bukan karena vaksin.
"Sampai dengan saat ini, vaksin Covid-19 aman, lebih aman daripada tidak divaksinasi, meski masih mungkin masih bisa terpapar virus corona. Namun biasanya ringan dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit, cukup isoman saja," ungkap dia.
Hindra juga mengingatkan, bila ada keluhan setelah imunisasi atau vaksinasi segera menghubungi nomor telepon yang ada di halaman belakang kartu vaksinasi yang diberikan sebelum pulang ditempat pemberian vaksinasi.
Sehingga laporan akan dicatat dan disampaikan kepada Komda/komnas untuk ditindaklanjuti. "Apabila melapornya di media sosial, maka yang terjadi bukan pemecahan masalah , namun malah menambah masalah," kata Hindra.
Sindrom langka yang menyerang saraf ini menyebabkan otot-otot di tubuh melemah, bahkan hingga lumpuh. Penyebab pastinya belum diketahui, tetapi banyak kasus dikaitkan dengan infeksi virus maupun bakteri.
Dikutip dari laman Mayo Clinic, sindrom Guillain Barre (GBS) adalah kelainan langka di mana sistem kekebalan tubuh merusak sel saraf, menyebabkan kelemahan otot dan terkadang kelumpuhan. Meskipun penyebabnya tidak sepenuhnya dipahami, sindrom ini sering kali terjadi setelah infeksi virus atau bakteri.
Kesemutan
Kelemahan dan kesemutan biasanya merupakan gejala pertama. Sensasi ini bisa menyebar dengan cepat, akhirnya melumpuhkan seluruh tubuh. Dalam bentuk yang paling parah, sindrom Guillain-Barre adalah keadaan darurat medis. Kebanyakan orang dengan kondisi tersebut harus dirawat di rumah sakit untuk menerima perawatan.
Belum ada obat yang diketahui untuk sindrom Guillain Barre, tetapi beberapa perawatan dapat meredakan gejala dan mengurangi durasi penyakit. Meskipun kebanyakan orang sembuh dari sindrom Guillain-Barre, angka kematiannya adalah 4-7 persen.
Antara 60-80 persen pengidapnya mampu berjalan dalam enam bulan. Pasien mungkin mengalami efek yang menetap, seperti kelemahan, mati rasa atau kelelahan.
Advertisement