Guru Penggerak di Provinsi Maluku Utara Ada yang Menolak Jadi Kepala Sekolah
Guru penggerak menjadi salah satu syarat untuk menjadi kepala sekolah. Ketentuan itu sudah diatur dalam Permendikbudristek. Karena itu, guru yang bercita-cita ingin menjadi kepala sekolah, berlomba-lomba menjadi guru penggerak.
Tetapi berbeda dengan fakta yang terjadi di Maluku Utara. Guru-guru yang telah memiliki sertifikat guru penggerak malah ada yang menolak ketika diangkat menjadi kepala sekolah.
Dari total 120 guru penggerak di Provinsi Maluku, baru tujuh orang yang menjadi kepala sekolah. Dari tujuh itu hanya satu berasal dari kabupaten kepulauan, lainnya berdomisili di kota Ternate.
Salah satu penyebab guru penggerak itu menolak menjadi kepala sekolah adalah faktor geografis. Mengingat Provinsi Maluku terdiri ratusan pulau kecil. Apabila menjadi kepala sekolah, dia harus pindah ke pulau lain. Artinya dia harus keluar dari zona aman.
"Saya tidak mau diangkat menjadi kepala sekolah di daerah terpencil bukan karena membangkang atau melanggar janji sebagai ASN yang bersedia ditempatkan di mana saja, tapi karena faktor kemanusiaan saja. Dengan pindah ke daerah atau pulau terpencil berarti saya harus meninggalkan anak istri," ujar salah seorang guru penggerak yang minta dirahasiakan identitasnya saat ditemui Ngopibareng.id di kota Ternate, Maluku Utara, Kamis 12 September 2024.
Kepala Sekolah SD Negeri 3 Kota Ternate, Nenny Febriani, menyayangkan kalau ada guru berstatus sebagai guru penggerak menolak menjadi kepala sekolah, karena daerah penempatannya tidak sesuai dengan keinginannya.
"Saya sangat menyayangkan kalau ada guru penggerak yang menolak diangkat menjadi kepala sekolah, atau keberatan mengikuti program guru penggerak, karena takut dipindahkan dari zona aman," kata Nenny.
Guru penggerak angkatan kedua ini merasakan manfaat dari guru penggerak, yaitu untuk pengembangan diri di bidang pendidikan. Karena guru penggerak ini paralel dengan kurikulum merdeka belajar.
"Dengan mengikuti program guru penggerak, saya lebih percaya diri dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka Belajar. Hubungan dengan anak didik dan orang sangat cair," ujar Nenny.
Ungkapan yang sama juga disampaikan Kepala Sekolah SMA Negeri 7 Moti Maluku Utara, Rustam. Guru penggerak angkatan dua meminta kepada para guru tidak memaknai guru penggerak dalam arti yang sempit, seakan akan hanya tujuan untuk menjadi kepala sekolah. Tapi bertujuan pengembangan diri di bidang pendidikan.
"Kalau ingin maju melalui guruk penggerak konsekuensinya harus keluar dari zona aman, tapi manfaatnya sangat besar," kata Rustam.
Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku Utara, Ruslan Zainudin, mengakui di daerahnya memang ada guru penggerak yang keberatan menjadi kepala sekolah karena penempatannya tidak sesuai dengan harapannya. Tapi kejadiannya bersifat kasuistik.
"Guru penggerak yang menolak menjadi kepala sekolah di daerahnya memang ada, tetapi tidak semua. Karena itu, pengangkatan kepala sekolah di daerah terpencil perlu ditinjau kembali regulasinya, tidak terpaku pada Permendikbudristek no 40 tersebut," kata Ruslan Zainudin kepada peserta Press Tour Kemendikbudristek.
Advertisement