Guru Pedofil di Blitar, Sapuan Usul Komunitas Lelaki Peduli
Oknum guru olahraga di sebuah SMPN di Blitar, Jawa Timur, ditetapkan tersangka oleh Polres Blitar. Ia melakukan tindakan asusila menyetubuhi muridnya sendiri. Pencabulan ini bahkan berlangsung hampir dua tahun. Aksi bejatnya dilakukan di ruang kelas hingga ruang kepala sekolah (Kepsek).
Permasalahan guru pedofil ini menjadi perhatian Ketua Lembaga Sapuan (Sahabat Perempuan dan Anak), Titim Fatmawati. Menurutnya, upaya pencegahan perlu dibentuk Komunitas Lelaki Peduli di lingkungan warga.
“Komunitas ini berperan sebagai tempat pembentukan pola pikir di masyarakat tentang kekeran seksual agar saling memahami di dalam keluarga. Ini bisa mengaplikasikan tentang gender mainstream,” terangnya kepada Ngopibareng.id saat ditemui di rumahnya, Jalan Kawi 88 Sukorejo, Kota Blitar, Sabtu 6 Februari 2021.
Titim menambahkan, pembentukan komunitas tersebut bisa menjadi acuan bagaimana memperlakukan perempuam dan anak-anak dengan baik. “Komunitas ini, tidak hanya menghalau kekerasan seksual perempuan dan anak dalam rumah tangga. Si lelaki juga bisa mengendalikan diri terhadap keinginannya terhadap kekerasan seksual,” tandasnya.
Selain itu, pendidikan seksual perlu ditanamkan sejak dini kepada anak-anak, agar mereka bisa mengenali bentuk organ tubuh. “Anak-anak harus diajarkan bagaimana mengenali organ tubuhnya. Sehingga mereka berani menolak atau melawan ketika ada orang yang memegangnya,” ujar Titim.
Dalam kasus guru pedofil ini, pelaku leluasa mengancam dan mengumbar janji manis kepada korbannya. “Korban yang jangkauan pemikirannya masih belum bisa berpikir panjang tidak boleh disalahkan. Selain korban masih anak-anak, kaum perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual tidak bisa dijadikan sasaran kesalahan,” tegas Titim.
Masyarakat, lanjutnya, seharusnya mmpunyai empati terhadap korban. “Karena yang terjadi pada korban bukan merupakan kehendak dari mereka. Ancaman dan janji-janji merupakan modus lelaki untuk mendapatkan apa yang diinginkannya,” sambungnya.
Lingkungan sekitar, perangkat atau pemerintah desa juga dituntut berperan dalam perlindungan korban, keluarga korban maupun keluarga pelaku. “Agar tekanan psikologi terhadap mereka tidak menimbulkan perubahan psikis,” pesan Titim.
Sementara itu, Qonitah Rahmad selaku Ketua PAC Muslimat Kecamatan Kanigoro sekaligus anggota DPRD Kabupaten Blitar menyampaikan kepada bahwa Raperda tentang perlindungan perempuan dan anak sudah ditetapkan di badan legislasi dan sudah diparipurnakan.
“Kekerasan perempuan dan anak yang terjadi di Kabupaten Blitar menjadi keprihatinan sebagai sesama perempuan. Kami akan mendorong pemerintah daerah untuk segera mensosialisasikan Perbup No. 06 Tahun 2019 tentang Perlidungan perempuan dan anak,” tuturnya.