Guru Ijai: Hati-hati Ada Penceramah Tak Alim tapi Berani Tampil
KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghani mengingatkan, umat Islam harus berhati-hati dalam menyikapi penceramah. Tidak setiap penceramah telah alim (berilmu) melainkan sekadar cakap dalam kemampuan berpidato semata.
Abah Guru Ijai atau Guru Sekumpul, panggilan akrab ulama yang sahabat Gus Dur ini, mengungkapkan pesan-pesannya kepada umat Islam selama hayatnya. Hal itu seolah menjadi penanda zaman yang baru terasa kebenarannya bila diperhatikan dari sekarang.
Masalah tersebut, sebenarnya telah menjadi kegelisahan di antara Abah Guru Ijai dan Gus Dur. Kisah pertemuan kedua ulama bersahabat tersebut, makin terasa buktinya sekarang.
Dalam kunjungannya yang kedua ke kediaman KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghani (Abah Guru Sekumpul alias Guru Ijai) pada 1999, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur terlibat perbincangan pribadi dengan ulama karismatik Banjar, Kalimantan Selatan, tersebut.
Jauh sebelum kedatangan Gus Dur, Abah Guru Sekumpul sudah memberitahu kedatangan Gus Dur dalam majelis beliau di Musholla Ar Raudhah, Sekumpul, Martapura, Kalimantan Selatan. Namun, beliau tidak menyebutkan kapan tepatnya kedatangan Mantan Ketua PBNU itu.
Tak lama setelah itu, terdengar kabar Gus Dur akan bertamu ke Sekumpul dan berziarah ke Makam Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari pada Jumat 26 Mei 1999.
Pada kunjungan kedua, Gus Dur sudah menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Gus Dur mengaku kedatangan itu hanya berharap berkah dari Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari dan Abah Guru Sekumpul.
Sedangkan acara-acara lain yang dihadirinya kemudian, hanyalah tempelan orang-orang yang berkepentingan dengan kedatangan beliau.
Sesampainya di kediaman Abah Guru Sekumpul, Gus Dur diajak masuk ke kamar pribadi ulama karismatik Tanah Banjar itu. Di dalam kamar, keduanya akrab membicarakan banyak hal. Abah Guru Sekumpul terlihat santai merokok, sementara Gus Dur sesekali meminum air putih.
Kedua ulama humoris itu tak jarang saling lempar guyon. Sehingga suara tawa Gus Dur kerap terdengar pecah dari luar kamar.
Di sela perbincangan hangat antara keduanya, tak jarang pula keduanya membicarakan masalah agama dan umat. Bila sangat rahasia, keduanya membicarakannya dengan memakai bahasa Arab dan mengutip ayat Al-Qur’an dan Hadits.
Satu yang dikeluhkan Gus Dur pada Abah Guru Sekumpul dimuat Ahmad Rosyadi dalam bukunya “Bertamu ke Sekumpul”. Keluhan itu juga didengar orang-orang yang mendampinginya ketika di kamar tersebut.
Gus Dur menuturkan, “Kita banyak kehilangan alim ulama. Padahal penggantinya tidak ada, dan kalaupun ada kualitasnya tidak sama. Bahkan di Jawa, banyak orang yang bergelar kiai dan mengaku ulama, padahal tidak alim.”
Hal yang serupa sebetulnya kerap disampaikan Abah Guru Sekumpul dalam majelis beliau. Seperti, “Hati-hati dengan penceramah-penceramah (yang sebenarnya belum alim, red).” “Belum waktunya keluar, sudah (keluar, red).” “Baluman (belum) alim, sudah befatwa (berfatwa).”
Demikian wallahu a'lam.