Guru Honorer Menumpuk, Mendikbud Curhat ke Menteri Keuangan
Keberadaan guru honorer masih sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan. Mereka berperan sebagai guru pengganti karena adanya guru yang pensiun, penambahan sekolah baru, penambahan ruang kelas baru, atau sebagai pengganti guru yang meninggal maupun mengundurkan diri.
Namun sayangnya, karena ada kebijakan untuk melakukan moratorium, terjadi penumpukan guru honorer.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menyampaikan lika-liku guru honorer ini kepada wartawan setelah mengadakan pertemuan dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, Jumat 25 Januari 2019.
Mendikbud, sudah melakukan sensus terhadap guru honorer. Dari hasil sensus tersebut, dari 736 ribu guru honorer, ternyata 30 ribu guru honorer di antaranya sudah tidak ada di sekolah. Sehingga dilakukan pembersihan data untuk menghapus yang sudah tidak lagi menjadi guru honorer. Kata Mendukbud guru-guru honorer ini akan direkrut kemudian dilatih lagi agar kemampuannya meningkat.
"Kami sudah bicara dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN), kalau bisa honornya diambil dari Dana Alokasi Umum (DAU). Jangan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) karena pasti nanti sulit," kata Muhadjir Effendy.
Dalam pertemuan tertutup di Kantor Kementerian Keuangan, Mendikbud juga menjelaskan soal revitalisasi untuk meningkatkan kualitas SMK.
Sementara itu, Menkeu Sri Mulyani, menyambut positif dan mendukung langkah-langkah yang ditempuh Mendikbud dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.
“Saya setuju dan mendukung agar ada semacam kemampuan influence dari pusat untuk bisa mempengaruhi atau bahkan memaksa daerah untuk bisa meningkatkan kualitas dan compliance (pemenuhan) mereka terhadap standar-standar yang kita inginkan” kata Menkeu.
Sri Mulyani berpandangan persoalan guru sebenarnya terkait juga dengan lokasi. Sebab rasio antara jumlah guru dengan murid sudah bagus, tapi lokasinya tidak merata. Yang perlu dibenahi adalah tata kelolanya.
"Saya hanya titip satu hal saja agar tata kelola guru ke depannya efisien dan tidak menimbulkan biaya tinggi maupun korupsi. Selain itu, jumlah guru juga perlu mencocokkan dengan kebutuhan guru mata pelajaran, jangan sampai salah,” pesan Menkeu.
Terkait dengan program revitalisasi SMK, Menkeu menjelaskan, bahwa revitalisasi SMK jangan hanya dari penambahan anggaran tapi bisa juga dari insentif yang diberikan misalnya kerjasama dengan swasta.
“Contohnya Astra mau bangun beberapa SMK sehingga dia bisa mendapatkan double deduction dan kita bisa punya SMK dengan kualitas bagus," kata Menkeu. (asm)