Tangkal Bencana Sosial, Guru dan Pendidik Tanamkan Nilai-nilai Perdamaian
Kecenderungan sikap intoleransi dan radikalisme harus dengan cepat dan tepat diatasi. Mengingat dampaknya menjadi bencana sosial, bila berujud aksi terorisme.
Pelbagai ikhtiar mitigasi, baik penanganan maupun pasca kasus. Sehingga, membutuhkan dana dan waktu yang cukup menyita perhatian.
"Di sinilah pentingnya pemberdayaan perempuan dan anak dalam memahami masalah intoleransi dan radikalisme. Para guru, di antaranya, harus mengingatkan kepada siswa agar selalu mewaspadai ancaman terorisme saat mengakses media sosial (medsos), " tutur Pj. Walikota Surabaya, Restu Novi Widiani.
Ia mengungkapkan masalah tersebut pada acara “Membangun Sinergitas untuk Melindungi Anak Bangsa dari Bahaya Intoleransi, dan Radikalisme” diikuti para guru SD dan SMP di wilayah Kota Surabaya, berlangsung di Gedung Sawunggaling, Pemkot Surabaya, Rabu 13 November 2024.
Kota dan Kecenderungan Sikap Intoleransi
Acara digelar Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Timur, dibuka Pj Walikota Surabaya, Restu Novi Widiani, bersama para pembicara Prof Dr Hj Husniyatus Salamah Zainiyati (Guru besar Pendidikan Universitas Islami Negeri Sunan Ampel), Prof Dr Hj Hesti Armiwulan S, SH, MHum (Ketua FKPT Jatim, Guru besar hukum Universitas Surabaya [Ubaya]) dimoderatori Dra Hj Faridatul Hanum, MKomI (Kabid Perempuan dan Anak FKPT Jatim).
Acara berlangsung cukup menarik, karena respon dan tanggapan peserta makin menghidupkan forum tersebut. Tanya jawab antara narasumber dan peserta membuat suasana berbagi ilmu pengetahuan lebih dalam.
Hesti Armiwulan mengajak para guru untuk memahami persoalan ekstremisme dan radikalisme. Awalnya, semuanya berakar pada sikap intoleransi.
"Pentingnya pemahaman masalah ini bagi para pendidik, karena siswa menjadi sasaran empuk kelompok terorisme global globalisasi. Di atas permukaan terlihat aman, tetapi di bawah permukaan generasi muda selalu menjadi sasaran empuk untuk direkrut," pesan Hesti Armiwulan, yang pernah menjadi Komisioner Komnas-HAM.
Diingatkan, akan lebih berbahaya lagi kalau tenaga pengajar, pendidik, guru, atau mentor yang terpapar, anak-anak jadi kasihan. Anak-anak yang mulai terpapar, mereka harus memiliki sikap toleransi dan inklusif,
Sementara itu, Prof Titik --panggilan akrab Husniyatus Salamah-- kesadaran para guru dan tenaga pendidikan menjadi penyemangat bagi seluruh komponen bangsa yang terlibat dalam dunia pendidikan dalam memperkuat strategi membentengi generasi muda dari pengaruh sikap intoleransi, radikalisme, dan terorisme.
Di tengah kemajuan era globalisasi saat ini, dia meminta kepada seluruh guru untuk banyak belajar karena saat ini anak-anak bisa dikatakan lebih cerdas akibat selalu berinteraksi dengan dunia maya setiap saat.
Pengaruh Negatif Medsos
Pada bagian lain, Prof Hesti menjelaskan, terdapat banyak pengaruh negatif dunia maya yang bisa memancing emosi para generasi muda, terutama pelajar di lingkungan tingkat sekolah menengah.
Menurutnya, gawai yang melekat pada anak menjadi ruang propaganda yang efektif membentuk anak menjadi pribadi yang intoleran.
"Dengan maraknya dunia digital yang menguasai generasi muda, dia memandang perlu strategi baru bagi seorang guru untuk dapat menanamkan nilai-nilai perdamaian dan positif melalui media sosial seperti TikTok dan Instagram, " tuturnya.
Ditegaskan, pembahasan dan temuan penting yang terkandung dalam I-KHub BNPT Counter Terrorism and Violent Extremism Outlook tahun 2023. Analisis dalam outlook menemukan beberapa celah antara kebijakan, kerangka legal, dan kondisi yang sudah ada untuk menghadapi dinamika perkembangan potensi ancaman.
Selain itu, pentingnya fokus pada kelompok rentan seperti mantan narapidana terorisme bebas murni non-kooperatif, pentingnya pendampingan keluarga narapidana terorisme dan perhatian serius pada korban kejahatan terorisme.
Advertisement