Guru Besar Unesa Surabaya Teliti Biji Karet jadi Bahan Bakar
Guru Besar Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Profesor I Wayan Susila, menemukan inovasi bahan bakar alternatif berbahan baku biji karet. Inovasi itu merupakan hasil risetnya yang berjudul "Biodiesel dari Bahan Baku Biji Karet". Inovasinya mendorong upaya mengurangi ketergantungan pada bahan bakar tak terbarukan.
"Biodiesel merupakan bahan bakar mesin diesel yang sebagian atau seluruhnya berasal dari bahan organik," ungkap Prof Wayan.
Pemilihan biji karet sebagai bahan baku, ungkap Prof Wayan, karena adanya sejumlah peluang di lapangan yang dapat dimanfaatkan. Berdasarkan data, Indonesia merupakan negara penghasil karet terbesar di dunia dengan total produksi yang mencapai 3,55 juta ton pada 2019. Luas perkebunan karet mencapai 3,4 juta hektar. Limbah biji karet melimpah.
Selain itu, setiap hektar ada 550 pohon karet dan setiap satu pohon bisa menghasilkan sekitar 100 buah. Sekitar 75 persen buah karet jatuh ke tahan dan biji segarnya ada sekitar 70 persen, sementara yang dapat dipungut sekitar 80 persen.
Ia menjelaskan, berat biji karet segar setiap butirnya sekitar 3 gram. Indonesia bisa menghasilkan sekitar 689.834 ton biji karet segar per tahun. Dari data tersebut, setidaknya bisa mengasilkan biodiesel sekitar 137.966.000 liter per tahun. “Indonesia punya perkebunan karet yang luas, tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal," tandasnya.
Menurutnya, biji karet memiliki kelebihan karena mengandung karbohidrat tinggi yang dapat dijadikan bahan biodiesel. Proses produksi biji karet sebagai biodiesel nonkatalis memiliki metode yang lebih sederhana dibanding metode produksi biodiesel katalis.
"Prosesnya dimulai dari pemungutan biji karet yang masih segar, lalu dilakukan proses pengupasan kulit dan dipress pada mesin hingga menghasilkan minyak biji karet yang memiliki asam lemak bebas tinggi, tetapi dapat diproses secara langsung karena tanpa menggunakan katalisator," jelasnya.
Lanjutnya, dalam produksi biodiesel dengan metode katalis tidak dapat langsung diproses karena dapat menyebabkan penyabunan. "Ini juga yang menjadi keunggulan dari metode nonkatalis karena dapat dilakukan dengan lebih cepat” tambahnya.
Tambahnya, metode nonkatalis memiliki beberapa kelebihan yang sekaligus bisa mengatasi kelemahan dari metode ini, yakni kadar airnya rendah dan pun waktu produksi lebih singkat.
Dalam penelitian lanjutan biodiesel dari bahan biji karet ini juga telah disesuaikan dengan standar Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi No 189 K tahun 2019.
"Ke depannya, harapannya Unesa dapat bekerja sama dengan PTPN XII untuk pengembangan lebih lanjut biodiesel dengan bahan baku biji karet ini, Unesa sebagai penyedia teknologi dan PTPN XII sebagai penyedia bahan baku. Kami juga berharap ke depannya dapat mematenkan penemuan ini,” tutupnya