Avan, Mengajar dari Rumah ke Rumah Karena Murid Tak Punya HP
Sejak pemerintah memberlakukan physical distancing dengan meliburkan kegiatan belajar mengajar seluruh sekolah, praktis kegiatan pembelajaran dilakukan secara online sejak 16 Maret 2020.
Di Sumenep Jawa Timur, ada guru sekolah dasar (SD) rela berkeliling ke rumah-rumah siswanya. Ini dilakukan agar siswanya bisa belajar dan memantau perkembangan belajar secara langsung.
Avan Fathurrahman, guru kelas 6 SD Negeri Batuputih Laok 3 Kecamatan Batuputih, Sumenep, Jawa Timur, mendatangi seluruh rumah siswanya untuk memastikan para siswanya bisa belajar dengan baik. Hal tersebut dilakukannya lantaran tak banyak wali murid yang memiliki smartphone.
“Waktu tahu ada model belajar dari rumah dan menggunakan online saya tanya ke wali murid. Rupanya tidak banyak dari mereka yang punya telpon pintar. Akhirnya saya ada ide untuk berkeliling," kata Avan pada Ngopibareng.id.
Ide berkeliling untuk mendatangi rumah siswa merupakan bentuk pengorbanannya. Pria yang akrab disapa Avan itu tergerak setelah mendengar ada usaha mati-matian wali murid berhutang hanya untuk membeli smartphone agar anaknya bisa belajar.
Mendengar hal ini, pria asli Sumenep itu melarang wali murid membeli smartphone. Menurutnya, wali murid yang mayoritas mata pencaharian sebagai petani bisa menggunakan uangnya untuk hal lain.
Lebih lanjut, pria lulusan S2 mengatakan pembelajaran secara berkeliling ini sudah berlangsung selama empat minggu. Setiap hari pria yang hobi menulis itu pergi ke sekolah mulai pukul 07.00 WIB. Kemudian, sesampai di sekolah ia langsung mendatangi rumah seluruh muridnya yang berjumlah 11 siswa. Hingga balik lagi ke sekolah pada pukul 13.30.
Setiap pagi ia menggunakan sepeda motor untuk menjalankan misi mulia itu. Pria yang sempat menjadi guru honorer itu menempuh perjalanan sekitar 20 kilometer menuju rumah siswa. Tak ada pamrih di benaknya. Pria lulusan bahasa dan sastra Indonesia itu hanya menginginkan siswanya benar-benar bisa belajar.
Materi pembelajarannya pun ia siapkan setiap hari sebelum berangkat. Jika sebelumnya pembelajaran terfokus pada kurikulum, namun semenjak adanya pandemi corona materi diserahkan ke guru masing-masing.
Pria yang akrab disapa Avan ini memilih mengembangkan pembelajaran kontekstual dan life skill. Seperti kemampuan berbicara di depan umum, penyelesaian masalah, dan pendidikan karakter.
Setiap siswa memiliki durasi belajar maksimal 25 menit. Avan, setiap hari menanyakan kepada siswanya tentang hal apa yang sudah dilakukan, khususnya dalam membantu orang tua. Ketika bercerita, secara tidak langsung mengasah keterampilan public speaking siswa.
Selain itu, siswa diminta menuliskan ide-ide kreatif yang dilakukan dalam mengisi waktu luang. Dengan ini daya nalar siswa pun akan terasah.
"Biasanya mereka saya tanya sudah membantu orang tua apa saja. Lalu ide-ide apa yang sudah mereka lakukan kala liburan ini. Anak-anak saya minta untuk menceritakan pengalamannya membantu orang tua atau selama di rumah ini," katanya.
Tak lupa juga, ia meminta siswanya untuk membaca buku, menulisnya kembali dengan meringkas atau menceritakan ulang. Karena itu, pria berkulit sawo matang itu selalu membawa 20 buku dari koleksi pribadinya.
"Nanti, siswa bisa memilih satu buku favorit untuk dibaca. Buku tersebut saya pinjamkan kepada anak-anak supaya dibaca hingga selesai. Setelah itu, anak-anak saya minta untuk meringkas buku itu dengan mengganti dengan judul," katanya.
Avan begitu semangat menjalankan misi luar biasa ini. Yang menjadi semangatnya dalam mengajar berkeliling adalah respon dari siswa yang sangat antusias karena ada yang menemani mereka belajar.
Meski begitu, dalam menjalankan tugasnya kendala pun kerap ia alami. Terutama ketika hujan. Karena kala hujan tiba jalanan menjadi licin. Sehingga tidak banyak siswa yang bisa ia datangi. Terutama siswa yang rumahnya di pelosok.
Belum lagi jika ada tetangga siswa yang meninggal. Avan terpaksa mengurungkan niatnya untuk mengajar dan melanjutkannya dengan pergi ke rumah siswa yang lain.
Kendati demikian, kebaikan hati dan semangat usahanya dalam menyebarkan ilmu yang dimiliki diapresiasi. Khususnya oleh pemerintah dan warga setempat. Dia mendapatkan dukungan secara finansial dan moral. Seperti apresiasi terima kasih dan motivasi untuk tetap mengajar berkeliling.
Dia berharap agar jika pandemi masih berlangsung lama, ada solusi alternatif. Seperti kebijakan dari pemerintah daerah agar siswa bisa belajar.
"Jika masih ada pandemi saya berharap ada kebijakan alternatif jika pembelajaran online tidak bisa diterapkan. Ini bukan di daerah saya saja, tetapi daerah lain yang tidak bisa menerapkan pembelajaran online. Saya mewakili para guru yang berjuang mengajar door-to-door dan tidak terekpos," ujarnya.
Memiliki Komunitas Dongeng
Pria yang mengenyam pendidikan pesantren ini memiliki kecintaan pada anak-anak sejak tahun 2005. Kala itu dia sempat mengajar di salah satu pesantren di Madura. Bahkan ia juga sudah menerbitkan enam buku dongeng.
Selain itu, kecintaannya dengan dunia literasi membuatnya mendirikan komunitas dongeng bernama Rumah Cerita OKARA. Misi OKARA menumbuhkan minat baca anak usia dini. Yakni dengan mendongengkan cerita pada mereka. Komunitas ini sudah dibentuk sejak tahun 2019 dan bekerja sama dengan perpustakaan umum dan daerah Sumenep.
Kegiatan pertamanya dimulai pada tahun 2019, dengan berkeliling ke sekolah-sekolah. Pria yang juga akrab dengan dunai penyiaran itu mendongengkan ke siswa dengan media boneka anak perempuan bernama Kia. Ide menggunakan Kia berasal dari pemikirannya sendiri agar anak-anak tertarik mendengarkan.
Sedangkan untuk tahun 2020, minimal ada empat kegiatan seperti yang dilakukan pada tahun sebelumnya. Biasanya dilakukan pada setiap Minggu atau Jumat. Berbeda dengan tahun 2019, kali ini yang menjadi sasaran dongeng adalah anak-anak di desa.
"Saya juga sering mendongeng ke anak-anak kecil lewat kegiatan OKARA dengan media boneka. Selain berkeliling ke desa-desa, kami juga singgah di even seperti car free day," katanya.
Advertisement