Gurihnya Lumpia Semarang Khas Jakarta, Paduan Kuliner China-Jawa
Semarang selain memiliki ragam destinasi wisata alam yang mempesona, juga mempunyai jajanan tradisional yang disukai banyak orang sampai sekarang. Nama jajanan itu adalah 'Lumpia Semarang'.
Lumpia Semarang ini merupakan makanan ringan yang cukup unik. Keunikannya terletak pada isinya yang terbuat dari campuran rebung (bambu yang baru tumbuh) dengan telur, dan daging ayam atau udang.
Kemudian dibungkus dalam kulit tipis yang renyah. Rasa gurih dari isian ini berpadu dengan manisnya saus, acar mentimun, daun bawang dan cabe hijau yang disajikan bersama lumpia, sehingga menciptakan simfoni cita rasa yang memikat selera.
Maka dari itu, ada yang bilang kalau melancong ke Semarang, kurang afdol kalau tidak mencicipi lumpia. Di kota Semarang tepatnya Jl Mataram boleh dikata pusatnya lumpia. Di kawasan ini terdapat beberapa gerai UMKM yang menyajikan bermacam varian lumpia dengan harga berbeda, dari Rp 15.000 sampai Rp25.000 per biji. Tergantung ukuran dan isinya.
Kudapan ini begitu populer dari dijajakan di kaki lima, restoran, hingga menjadi buah tangan khas ibukota Jawa Tengah.
Pada perkembangannya, Lumpia Semarang juga terdapat di beberapa kota seperti Surabaya, Bandung dan Jakarta. Salah seorang pegiat kuliner di Semarang Shanti mengatakan, mereka cuma mencatut nama. Meskipun bentuk dan berlabel Lumpia Semarang, tapi rasanya berbeda dengan aslinya.
Masih Tradisional
Di Jakarta, Ngopibareng.id berhasil menemui seorang penjual Lumpia Semarang di Jalan Budi Raya, Kampung Rawa Timur, Jakarta Barat, namanya Pak Triyanto.
Ia membuka usaha Lumpia Semarang sejak tahun 1998, setelah belajar pada kakaknya. "Kakak saya menguasai ilmu membuat lumpia setelah bekerja pada seorang pengusaha lumpia ternama di Semarang." tuturnya.
Sebelum mengikuti jejak kakaknya, pria asal Semarang ini sempat berjualan mie ayam. Tetapi setelah melihat kakaknya berhasil mengembangkan usaha lumpia di Jakarta, Pak Tri pun pindah haluan ikut bergabung jualan lumpia. "Garis tangan saya sepertinya cocok menjadi pedagang lumpia," katanya, sambil melayani orderan melalui online.
Penjualan secara online dan bekerjasama dengan beberapa restoran dan outlet makanan dan kue-kue, yang bisa dia lakukan, mengingat tidak punya tempat khusus, selain sebuah rumah sekaligus sebagai home industri.
"Alhamdulillah, sekarang mulai bangkit setelah terpuruk akibat pandemi Covid-19. Sebelum covid, bisa jualan kemana-mana. Orderan mengalir sampai kewalahan," kenangnya.
Pak Tri memproduksi lumpia sendiri, sehingga keaslian dan kualitasnya terjamin. Kendala yang dihadapi sekarang adalah untuk mendapatkan bahan dasar berupa rebung, yang tidak bisa digantikan bahan lain.
Kemarau panjang seperti sekarang dikatakan berdampak pada pertumbuhan rebung. Biasanya dapat kiriman tiap hari sampai harus menolak. Sekarang seminggu sekali baru dapat kiriman dan harganya pun mahal. "Baru jualan setelah dapat kiriman rebung," kata Pak Tri, sambil membersihkan rebung bersama istrinya.
Salah seorang pelanggannya, Faiz, menilai lumpia bikinan Pak Tri rasanya gurih, meskipun proses pembuatannya secara tradisional. "Istri dan anak-anak saya menyukai, meskipun jaraknya tetap saya cari sambil nggowes," kata pria yang tinggal di daerah Jakarta Selatan tersebut.
Ia baru saja mengambil pesanan lumpia buat keluarganya. Penilaian serupa juga disampaikan staf Sekretariat Wapres H Hendra. "Saya biasanya pesan melalui online," ujarnya.
Paduan Budaya China-Jawa
Omong-omong soal Lumpia Semarang ternyata ada kisah asmara atau love story yang menyertainya. Mengutip beberapa cerita, Lumpia Semarang tercipta dari kisah cinta seorang keturunan Tiong Hoa yang jatuh cinta dan menikah dengan orang Indonesia di Semarang, Jawa Tengah.
Dirangkum dari banyak sumber, makanan khas kota Semarang ini hadir pertama kali pada abad ke-19 dan merupakan salah satu contoh perpaduan budaya asli Tiong Hoa-Jawa yang serasi dalam cita rasa.
Semua bermula saat Tjoa Thay Joe yang lahir di Fujian, memutuskan untuk hijrah dan tinggal di Semarang dengan membuka bisnis makanan khas Tiong Hoa berupa makanan pelengkap berisi daging dan rebung. Tjoa Thay Joe kemudian bertemu dengan Mbak Wasih, orang asli Jawa yang juga berjualan makanan yang hampir sama, hanya saja rasanya lebih manis dan berisi kentang dan udang.
Seiring berjalannya waktu, mereka ternyata saling jatuh cinta dan kemudian menikah. Bisnis yang dijalankan pun akhirnya dilebur menjadi satu dengan sentuhan perubahan yang malah makin melengkapi kesempurnaan rasa makanan lintas budaya ini.
Isi dari kulit lumpia diubah menjadi ayam atau udang yang dicampur dengan rebung, serta dibungkus dengan kulit lumpia khas Tiong Hoa. Keunggulannya adalah udang dan telurnya yang tidak amis, rebungnya manis, serta kulit lumpia yang renyah jika digoreng.
Usahanya makin besar, hingga dapat diteruskan oleh anak-anaknya, Siem Gwan Sing, Siem Hwa Noi yang membuka cabang di Mataram, dan Siem Swie Kiem yang meneruskan usaha warisan ayahnya di Gang Lombok.
Tanpa disangka, lumpia buatan mereka menjadi primadona di kalangan keturunan Tiong hoa maupun masyarakat pribumi.
Hingga saat ini, Lumpia Semarang dikenal luas hingga seluruh Indonesia. Sajian ini terkenal dengan rasa manis dan gurih yang disajikan dengan saus manis nan kental dengan acar dan lokio. Dalam perkembangannya kini, penyajian lumpia ada dua pilihan, lumpia goreng dan lumpia basah. Sama enaknya, tergantung selera.