Gubuk Baca: Pendidikan Bagi Anak Sekolahan Sampai Kumpulan Preman
Sebuah 'sekolah' bernama Gubuk Baca di Desa Slamparejo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang menjadi tempat belajar semua orang. Mulai dari anak sekolahan sampai kumpulan preman.
Pagi itu, Salsa, usia 8 tahun, menguncir rambut ikalnya. Tubuhnya ia lilitkan dengan kain untuk menjadi sebuah selendang. Ujung kain itu menjulur sampai ke bawah lutut. Salsa, bersama puluhan anak lainnya yang tergabung dalam Gubuk Baca, setiap Minggu pagi punya jadwal rutin latihan menari.
Latihan tari dilakukan di lahan terbuka seluas lapangan sepak bola di Dusun Busu, Desa Slamparejo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang.
Tari Bapang adalah menu latihan mereka pagi itu. Bapang adalah tokoh dalam dramatari topeng Malang, dikenal dengan sebutan Jayasentiko.
"Hari ini belajar menari. Sama nanti juga menyetorkan sampah," ujar Salsa, dengan senyum-senyum malu di wajahnya pada Minggu 23 Agustus 2020.
Setiap hari Minggu, Gubuk Baca mempunyai jadwal latihan tari dan daur ulang sampah.
Senin hingga Jumat, mulai pukul 18.00 WIB sampai 20.00 WIB, anak-anak diajarkan Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dan pelajaran formal lainnya.
Bisa dibilang Gubuk Baca merupakan sebuah lembaga bimbingan belajar (bimbel) atau semacam tempat les anak-anak yang duduk di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Gubuk Baca hadir karena banyak orang tua di Kecamatan Jabung, tak bisa mengajarkan materi pelajaran sekolah yang didapat oleh anaknya. Gampangnya, orang tua tak sanggup mengajari materi pelajaran anaknya.
"Kalau di rumah kadang orang tua tidak bisa mendampingi karena kesulitan memahami materi. Jadi di Gubuk Baca ini kami lebih condong ke membantu orang tua untuk mendampingi anak-anak (belajar)," tutur penanggungjawab Gubuk Baca Lereng Busu, Kusnadi Abit.
Tak seperti tempat les biasanya yang memasang tarif ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Di Gubuk Baca, anak-anak cukup membayar dengan menyetorkan imbalan berupa satu kantong sampah.
Sampah bisa dikumpulkan, bisa dari rumah atau yang berserakan di jalan. Gubuk Baca lalu mengajak anak-anak untuk memilah dan memilih sampah.
Sampah mana yang bisa didaur ulang dan punya nilai ekonomis dijual ke pengepul barang bekas. Dari sampah-sampah tersebut Gubuk Baca beroleh dana operasional untuk membeli kapur dan kertas.
"Kami pilah kalau ada yang bisa dijual kami jual. Untuk sampah plastik kami olah lagi, kami jadikan kerajinan, contohnya pot bunga," kata Kusnadi.
Pria tambun itulah yang mengajarkan anak-anak menari dan mengolah sampah tiap satu pekan sekali. Sedangkan, yang mengajarkan pelajaran formal, adalah kakak-kakak pengajar yang duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA).
Biasanya tempat les berlangsung di rumah Kusnadi. Kusnadi menyisakan ruangan seluas 4X3 meter untuk tempat belajar. Lengkap dengan buku-buku, kertas, papan tulis dan kapur.
Tapi ketika pandemi, Kusnadi tidak bisa hanya menjadikan rumahnya untuk tempat les. Warga lalu meminjamkan sebuah ruang di rumah masing-masing untuk dijadikan tempat belajar-mengajar.
Akhirnya, yang semula hanya ada satu ruangan digunakan untuk mengajar sekitar 60 anak. Kini, ada 4 ruangan yang bisa digunakan. Tiap ruangan maksimal diisi 10 orang anak.
Karena tak bisa masuk sekaligus, Kusnadi menerapkan sistem rolling bagi anak-anak yang belum kebagian tempat. Ini dilakukan agar anak-anak tidak berkerumun. Selama kegiatan belajar-mengajar, anak-anak juga diwajibkan memakai masker.
"Yang semula satu ruangan sekarang kami bagi empat ruangan diisi 10 anak. Agak susah juga karena dipecah menjadi beberapa tempat dan tempat itu adalah tempatnya warga. Istilahnya pinjam rumah warga," terang Kusnadi.
Gubuk Baca Sulap Kumpulan Preman Jadi Guru Kesenian
Fahcrul Alamsyah, pria gondrong dengan ikatan udeng di kepalanya itu seketika teringat. Ia ingat ketika 6 tahun lalu mendirikan Gubuk Baca di Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang.
"Saya ingin anak-anak di kampung, yang sebenarnya minat bacanya tinggi. Namun, tempatnya belajar tidak ada," tuturnya.
Atas dasar itu Irul sapaan akrabnya mendirikan Gubuk Baca pada September 2014, lalu. Total sampai saat ini sudah ada 20 Gubuk Baca yang terbentuk. Sebagian besar berada di Kecamatan Jabung.
Gubuk Baca Lereng Busu di Desa Slamparejo, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang adalah salah satunya.
Sang pendiri, Irul, menyatakan sempat memiliki mimpi untuk menjadi guru. Sekitar tujuh tahun yang lalu, ia punya kesempatan menjadi guru di Dusun Kunci, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang.
Irul menjadi pengajar honorer di sebuah sekolah tsanawiyah di dusun tersebut. Dia sempat mengajar selama dua tahun di sekolah tersebut. Meski honornya tak seberapa, Irul malah menyumbangkan upahnya itu kepada siswanya yang tidak mampu.
"Pernah punya cita-cita ingin jadi guru di pelosok dan tidak dibayar. Saya juga mimpi bisa punya sekolah alam. Akhirnya, pada 2014, saya dirikan Gubuk Baca," jelasnya.
Pada perkembangannya, Gubuk Baca kata Irul, bukan hanya sekedar taman baca dan belajar kesenian bagi anak-anak yang ada di kampung-kampung. Tapi juga jadi pusat pergerakan pemberdayaan masyarakat.
Konsep itu ada kata Irul, setelah Gubuk Baca memiliki program preman mengajar. Kegiatan ini mulai aktif mengajarkan anak-anak belajar dan berkesenian pada 2018.
Jadi awalnya jelas Irul, jaringan Gubuk Baca di kampung Kecamatan Jabung, ada yang satu kawasan dengan Gang Tato. Jumlah Gang Tato di perkampungan tersebut terbilang banyak.
Irul menyebut Gang Tato karena gang tersebut warganya banyak yang fanatik terhadap tato. Bahkan saking fanatiknya kata Irul, sedari kecil sudah ada yang tatoan.
"Ada satu, namanya Gubuk Baca Gang Tato. Jadi satu gang itu sudah tiga generasi tatoan semua. Jadi mulai kecil, mulai dia SD itu sudah tattoan," ujarnya.
Para preman kampung itu kata Irul, meski kadang dicap sebagai gerombolan pemuda nakal, suka berkelahi, tapi mereka punya sifat solidaritas tinggi dan juga rasa peduli.
Irul berusaha mengubah stigma negatif terhadap preman kampung. Hal yang pertama-tama diubah Irul adalah menghilangkan sifat temperamen para preman kampung.
"Caranya kami hadapkan ke anak-anak. Jadi mau tidak mau mereka harus terpaksa sabar ke anak-anak. Tetapi akhirnya menjadi kebiasaan dan menjadi biasa," tuturnya.
Akhirnya, muncul program preman mengajar, yang anggotanya terdiri dari puluhan preman kampung. Kegiatan rutinnya yaitu Topeng Sambang Sekolah. Jadi, para preman kampung tersebut akan menyambangi sekolah yang ada di Kecamatan Jabung.
Mereka menyambangi sekolahan untuk mengajarkan anak-anak kesenian Tari Topeng, membuat topeng dari limbah sampah, membuat seni ukir hingga mengajarkan main alat musik tradisional.
"Jadi teman-teman preman ini akhirnya beberapa dari mereka banyak menjadi guru di sekolahan. Yang dulu jadi seniman tatto, sekarang sudah berhenti. Sekarang sudah banyak jadi pengukir topeng," katanya.
Irul percaya bahwa perubahan bisa dimulai dari kampung-kampung. Melalui Gubuk Baca, agen-agen perubahan itu dapat dilahirkan dari sebuah taman baca yang ia bentuk enam tahun lalu.
"Kami ingin mencetak teman-teman di kampung menjadi agen perubahan. Agen pergerakan di kampungnya sendiri," tutupnya.
Advertisement