Gubernur Jatim Dianggap Omong Doang Soal Sampah Popok
Peneliti Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) menilai Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa tak serius dalam menangani sampah popok yang dibuang di Sungai Brantas.
Direktur Eksekutif Ecoton, Prigi Arisandi mengatakan keseriusan Khofifah dalam menangani sampah popok ini hanya sekedar wacana. Padahal Gubernur pernah melakukan peninjauan langsung ke Suangi Brantas di pekan pertamanya sebagai menjabat, pada Februari lalu.
Hasilnya Khofifah pun memutuskan untuk menaruh sejumlah dropbox pembuangan popok dan CCTV di sejumlah titik bantaran sungai Brantas. Namun, upaya itu cuma sebatas seremonial belaka.
"Upaya gubernur Jatim untuk kurangi sampah popok di Kali Brantas tidak efektif. Kurang serius dan hanya seremonial," kata Prigi, Kamis 1 Agustus 2019.
Parahnya lagi, kata Prigi, Pemprov juga tidak mendorong pengurangan popok plastik sekali pakai, untuk beralih ke pemakaian cloth diapers atau popok kain.
"Pemerintah perlu segera mengendalikan produksi popok, agar produsen bertanggung jawab atas sampah produknya, mengedukasi masyarakat agat mengurangi pemakaian popok sekali pakai," lanjut dia.
"Produsen popok, juga wajib menyediakan tempat pengumpulan sampah popok di setiap desa agar sampah popok tidak dibuang ke sungai atau dibakar. Gerakan pakai popok kain dan toilet training atau tatur balita perlu dipromosikan untuk membersihkan sungai dan laut dari sampah popok," tambah Prigi.
Selain itu, langkah yang dicanangkan Khofifah ini juga dianggap Prigi tak melibatkan stakeholder atau pemerintah di kabupaten/kota yang daerahnya teraliri oleh Sungai Brantas. Padahal, sebagaimana diketahui Brantas adalah sungai terpanjang di provinsi ini.
Ia juga menambahkan, upaya tersebut juga tak dibarengi oleh langkah sosialisasi kepada masyarakat tentang dampak negatif sampah popok sekali pakai, bagi ekosistem lingkungan khususnya sungai.
"Pemprov tidak melibatkan kabupaten/kota, jadi tidak ada koordinasi. Dan uit juga tidak dibarengi kegiatan edukasi dan sosialisasi seperti pemasangan plakat dan himbauan melalui media massa, sehingga masyarakat masih membuang sampah popoknya di sungai," ujar dia.
Dari penelusuran terbaru Ecoton pada akhir Juli 2019, sampah popok menjadi entitas yang paling mendominasi peredaran sampah di Sungai Brantas, persentasenya bahkan mencapai 60 persen.
Selanjutnya disusul sampah sachet 12 persen, styrofoam 11 persen, kantong plastik 10 persen, gelas plastik 3 persen, botol plastik 3 persen, dan sejumlah jenis sampah lainnya.
"Kami 'memulung' sampah di kali surabaya, 60 persen volume sampah yang tertahan di trash traps adalah sampah popok. Popok yang berhasil diangkut itu dari berbagai brand, didominasi merk mamypoko, sweety, happh nappy, merries dan baby happy," ucap Prigi
Prigi mengatakan, bahaya dari sampah popok tersebut lantaran bahannya yang terbuat dari plastik dan tidak bisa terurai. Popok juga membawa patogen tinja dan menjadi media yang membawa racun pencemar ke rantai makanan, dan bermuara ke laut.
Advertisement