Goro-Goro di Tengah Covid Delta
Bukan Indonesia kalau tidak ada goro-goro. Dalam pewayangan goro-goro selalu ada, untuk pemanis setiap lakon cerita, sehingga menjadi menarik. Biasanya goro-goro muncul mendekati klimaks cerita, banyak lucunya katimbang suasana tegang. Itulah Indonesia yang memerlukan suasana santai di setiap terjadi situasi tegang.
Di dalam goro-goro banyak sentilan tajam, tidak menyakitkan karena diekspresikan dengan gurauan atau dagelan. Kadang-kadang diselingi dengan gaya “ngledek", bisa bikin sebel. Tetapi kalau direspons dengan nalar pikiran sehat, bisa jadi obat sakit kepala pusing.
King of Lip Servis, Goro-Goro Itu
Judul goro-goro kali ini adalah King of Lips Servis, boleh dimaknai semaunya, bebas ini negara demokrasi. Saya artikan “buah bibir”, karena saya yakin penciptanya anak pintar yang punya selera humor tinggi.
Ada yang menganggapnya dengan sangat serius, mutar otak bagaimana goro- goro menjadi momentum untuk membangkitkan “perlawanan rakyat" terhadap pemerintah. Rakyat mana yang mau terpancing, karena mereka tidak bodoh?
Covid-lah biang utama dari persoalan bangsa sekarang ini dan itu terjadi di seluruh dunia. Kalau Covid-19 reda, situasi akan pulih dan bangsa ini bisa membenahi kembali kekurangannya. Kalau Amerika Serikat dan Inggris mulai mentas dari Covid-19 , Kita pun Pasti Bisa.
Tetapi jangan meremehkan goro-goro seolah tidak ada maknanya, sebab ia bagian dari keseluruhan cerita. Di dalam goro-goro ada sentilan-sentilan jenaka, kritikan halus yang mempunyai makna yang dalam. Mungkin dalam bahasa ilmu politik disebut aspirasi. Kita hargai dan nikmati sentilan-sentilan itu serta disikapi dengan “pikiran positif” demi pengabdian tulus kepada masyarakat yang mendambakan terwujudnya keadilan dan kemakmuran. Tidak perlu terpancing, namanya saja goro-gorone.
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat Sosial-Politik, tinggal di Jakarta
Advertisement