Goresan Akhir Almarhum Cak Kusnan
Cak Kusnan, pelukis asal Surabaya yang nama lengkapnya Achmad Chusnan, sudah setahun meninggal dunia, tepatnya 12 Maret 2022. Pada tahun-tahun terakhir kehidupannya, mungkin tidak banyak kalangan seni yang memperbincangkannya, karena Cak Kusnan memang lebih senang menyepi, menghindari hiruk pikuk seni rupa yang tidak berhenti bergerak dan berkembang.
Cak Kusnan, lahir di Surabaya 18 September 1947, seolah menyatakan diri sudah lelah, padahal tidak. Dia terus berkarya dan berkarya. Dalam sakitnya setelah diserang stroke sekitar dua bulan menjelang wafat, dia masih terus berkarya. Dan yang mengharukan, dia ingin sekali menggelar pameran tunggal sebelum dirinya meninggal. Pesan pengharukan itu dia sampaikan kepada istri dan keempat anaknya; Roman Chuza, Redzy Chuza, Rally Chuza dan Roundy Chuza.
Karena dianggap sebagai amanah, keluarganya pun berusaha mewujudkan keinginan Cak Kusnan untuk berpameran tunggal itu. Dan sejak tanggal 5 Maret lalu hingga tanggal 11 Maret, atas dukungan teman-teman almarhum pula, digelarlah pameran tunggal Achmad Chusnan bertajuk ‘Goresan Akhir, Hitam Putih,’ di Galeri DKS komplek Balai Pemuda Surabaya.
“Mama saya minta agar karya-karya Papa dipamerkan pada peringatan satu tahun wafatnya. Ya sudah, kami putra-putranya dengan keterbatasan segalanya termasuk keterbatasan waktu, segera menghubungi teman-teman Papa yang masih ada antara lain Om Hotman, Om Nurzulis Koto, Om Yunus Jubair. Mereka memberi semangat, dan jadilah pameran yang sederhana ini,” kata putra sulung Cak Kusnan, Roman kepada Ngopibareng.Id.
Tidak banyak yang dipajang pada dinding galeri. Hanya 20 karya, semua dengan media pensil di atas kertas. Ukurannya terbilang kecil. Yang paling besar 28 x 37 Cm dan paling kecil 22 x 24 Cm. Meskipun semua diberi bingkai, tetapi tetap saja nampak kecil. Sepuluh karya dipajang pada dinding galeri sebelah kanan, sisanya di dinding sebelah kiri.
Semuanya berupa karya drawing. Dengan jumlah karya yang tidak banyak, bahkan cenderung sedikit, apa yang tersaji di ruang Galeri DKS terkesan sepi, lengang dan muram. Tetapi justru itulah istimemawanya pameran ini. Sepi karya, tetapi penuh sesak dengan gagasan dan hasil perenungan mendalam. Melihat karya-karya Cak Kusnan tidak hanya untuk konsumsi mata tetapi juga batin. Bila terpaksa harus memilahnya dalam genre, bisa saja karya-karya Cak Kusnan dikatagorikan masuk genre surealis.
Karya-karya demikian bisa disebut menjadi ciri karya para pelukis alumni Aksera (Akadami Seni Rupa Surabaya), yang memberi warna tersendiri pada sejarah perkembangan seni lukis di Surabaya, antara dekade 70an sampai 90an. Sebut saja karya-karya alumni Aksera yang sudah almarhum antara lain Purono Sambowo atau Cak Pung, Makhfoed, Dwidjo Sukatmo, AES Suud, serta yang masih hidup dan tetap berkarya seperti Nuzurlis Koto dan Serudi Sera. Tentu salah satu penyebabnya tidak lain karena faktor pengaruh dari para pengajar Aksera yang juga teman mereka; Amang Rahman, Daryono, Krishna Mustajab, Gatot Susilo, dan yang lain.
Dalam perkembangannya, masyarakat pecinta seni sekarang ini sudah tidak sering menjumpai karya-karya lukis seperti karya-karya mereka. Bisa dianggap sebagai kemewahan tersendiri, apabila masyarakat pecinta seni bisa lebih sering menemukan lukisan yang bisa mengajak dan diajak berdialog, memancing perenungan-perenungan, memberi pengalaman batin kepada yang siapapun yang melihatnya. Orang sekarang kebanyakan melihat lukisan hanya dengan mata. Menurut matanya lukisan itu bagus atau tidak. Kalau menurut pandangannya bagus, lantas ambil hape lalu selfi dengan latar lukisan tersebut. Lantas diunggah ke medsos, dan dikirim ke teman-temannya. Alih-alih mau mengoleksi.
Melihat karya-karya almarhum Achmad Chusnan yang saat ini sedang dipamerkan, termasuk kemewahan itu tadi. Meskipun hanya sejenak, tetapi cukup untuk melupakan isu-isu yang datang tumpang tindih tanpa pernah berhenti ini. Tidak percaya, lihat sendiri. (m. anis)