Google Doodle Hari Pahlawan Sang Maestro Ismail Marzuki
Google doodle Hari Pahlawan, Rabu 10 November 2021, menampilkan sosok Ismail Marzuki yang diilustrasikan seniman Indonesia Ykha Amelz. Komposer Indonesia Ismail Marzuki, dengan lagu-lagu patriotiknya, menjadikan dia pahlawan nasional selama pergerakan kemerdekaan bangsa.
Pada 10 November 1968, pemerintah Indonesia menghormati warisan sang seniman dengan peresmian tempat yang sekarang dikenal luas sebagai Taman Ismail Marzuki (TIM). Taman Ismail Marzuki berfungsi sebagai pusat pelestarian warisan budaya Indonesia dan inovasi kreatif dalam seni rupa, musik, teater, tari, dan film.
Profil Ismail Marzuki
Ismail Marzuki lahir pada 11 Mei 1914 di Kwitang, Jakarta Pusat ketika wilayah itu berada di bawah kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Sejak kecil, Ismail Marzuki tak pernah merasakan hangatnya kasih sayang seorang ibu. Ia tumbuh besar dalam asuhan ayah. Maklum, ibunda tercinta meninggal tatkala ia dilahirkan. Demikian pula dengan kedua kakaknya. Hanya ada ia dan ayahnya yang tersisa di keluarga kecil itu.
Dunia musik dikenal dari sang ayah yang merupakan pemain rebana, atau biasa dinamakan seni berdendang. Kemampuan Ismail Marzuki akan dunia musik tidak datang secara instan. Saat berusia 17 tahun, pria yang sering disapa Ma'ing ini mengasahnya dengan berlatih. Pada 1923, ia bersama teman-temannya menjadi anggota perkumpulan musik Lief Java yang sebelumnya bernama Rukun Anggawe Santoso.
Penulis "Soundtrack" Kemerdekaan Indonesia
Semasa hidupnya, Ismail Marzuki menghasilkan ratusan karya lagu, baik hasil ciptaannya sendiri atau lagu yang ia aransemen ulang. Beberapa di antaranya Oh Sarinah, Rayuan Pulau Kelapa, Melancong di Bali, Halo-halo Bandung, Mars Arek-arek Surabaya, Indonesia Tanah Pustaka, Gugur Bunga di Taman Bhakti, Sepasang Mata Bola, Selamat Datang Pahlawan Muda, Selendang Sutra dan sebagainya.
Lagu-lagu Ismail Marzuki menangkap semangat perjuangan kemerdekaan Indonesia dengan nada melankolis sekaligus mewakili ketahanan bangsa melalui melodi dengan nada-nada meninggi.
Pada 1955, Ismail Marzuki menjadi pemimpin Orkestra Studio Jakarta yang bergengsi kala itu dan menggubah lagu Pemilihan Umum, tema musik pemilihan umum pertama di Indonesia yang lirik dan komposisinya seolah abadi di telinga hingga hari ini.
Untuk menghormati kontribusi budayanya, pemerintah Indonesia menobatkan Ismail Marzuki sebagai Pahlawan Nasional pada 2004.
Kesehatan Menurun dan Meninggal Dipangkuan Istri
Pada 1950-an, agaknya menjadi tahun-tahun yang cukup sulit bagi Ismail Marzuki. Terlebih ada beberapa pihak yang berusaha untuk memecah usahanya untuk mengembangkan kesenian daerah. Berulang kali, ia dicecar dengan kata-kata dan kalimat yang sinis.
Beruntung, ada sang istri, Eulis, dan Rahmi Asiah, anak adopsi mereka yang selalu menghibur juga memberikan keceriaan tersendiri di bahtera rumah tangga Ismail Marzuki. Di masa-masa tersebutlah, kesehatan pria tamatan sekolah belanda Hollandsch Inlandsche School (HIS) ini mulai terganggu hingga akhirnya ia mengundurkan diri dari kegiatan orkestra. Aktivitasnya pun hanya terbatas pada karya komposisi saja. Rupanya, siang hari pada 25 Mei 1958, menjadi hari terakhir Ismail Marzuki untuk bertatap muka dengan keluarga kecilnya.
Eulis merasa Ismail Marzuki tertidur pulas. Dibelai rambut suaminya dengan penuh kehangatan. Namun ia tidak bergerak, tak ada pula sepatah kata yang diucapkan.
Ismail Marzuki dimakam di TPU Karet Bivak, Jakarta. Pada batu nisannya dipahatkan lagu Rayuan Pulau Kelapa. Beberapa puluh tahun setelahnya, pemerintah berniat untuk memindahkan makamnya ke Taman Makan Pahlawan di Kalibata.
"Terima kasih telah menulis soundtrack untuk kemerdekaan Indonesia!" tulis Google.
Advertisement