Gonjang-ganjing Global, Allah Ta'ala Ingatkan Kematian (2)
Virus Corona atau Covid-19 yang menjadi perbincangan dunia, menjadi renungan Agus Maftuh Abegebriel, Duta Besar RI untuk Arab Saudi di Ryadh. Alumnus Pesantren Krapyak Jogjakarta dan UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta ini, menulis "Corona, Rabiah dan Umi Kultsum". Berikut ulasan bagian terakhir:
Perjumpaan Rabiah dengan “Sang Kekasih” direkam dalam sebuah lagu yang saya nyanyikan bersama mantan mahasiswa saya yang sekarang menjadi istri saya Luluk Muniroh berjudul “ar-Ridha wan Nur” di KBRI Riyadh tahun 2018 dalam bingkai “diplotainment (diplomacy-entertaiment)” diplomasi sekaligus menghibur para WNI yang tinggal di Arab Saudi.
Lagu ini pertama kali dinyanyikan oleh salah satu “Syarifah” keturunan kanjeng Nabi Muhammad Sallallah alaihi wa sallama yaitu Umi Kultsum “Kaukab as-Syarqi” sang bintang timur. Pertama kali didendangkan tahun 1963 dan liriknya digarap oleh penyair Taher Abu Pasha.
Lho Umi Kultsum masih keturunan Kanjeng Nabi?
Setidaknya referensi yang pernah saya baca mengarah ke kesimpulan ini, yaitu kitab “Kunuz Al-Ansab Wa Majma' Al-Adab”. Saya juga minta tolong santri progresif alumni Futuhiyyah Mranggen yang sekarang sedang talabul ilmi di Kairo, Falih Vava untuk mutala’ah eksplorasi kitab “Mu’jam Qobail Masr” untuk melacak nasab Umi Kultsum ini. Tentang nasab Umi Kultsum akan saya explain dalam status lanjutan di FB ini.
Kerinduan Rabiah Adawiyah kepada Allah disenandungkan oleh Umi Kultsum begitu sempurna dengan narasi:
Ya Habibar Ruh, Ta’ihun Majruh, Kulluhu Juruh, La’idzun bil Bab, Syauquhu da’ah, war Ridha Rehab, Yasymalu Muna
(Wahai Kekasih jiwaku, HambaMu penuh dosa telah terluka, penuh cabikan luka dan peluh dosa, HambaMu telah merasakan kenikmatan luar biasa berada di depan pintuMu, Kerinduannya telah membawanya ke sini, kepasrahan telah gapai kepuasan dan merambah kesucian).
Umi Kultsum masih juga melanjutkan senandungnya dengan: ahduhul watsiq, wahatun najah, awwalut thariq, huwa muntaha (janji tulus setianya sangat kuat melangkah menuju oase keselamatan, kematian ini awal perjalanan menuju Yang Maha Puncak -Eternal in the past and Eternal in the future).
Lalu apa munasabah atawa korelasinya dengan Corona?
Dengan Corona yang heboh ini, Allah mengingatkan kita terhadap kematian yang merupakan fase “historical necessity” keniscayaan sejarah sebagaimana ziarah kubur juga diharapkan sebagai media pengingat kematian.
Kita hadapi corona dengan ikhtiar doa dan Mahabbah Cinta kepada Allah dan Kanjeng Nabi Muhammad Sallallah alaihi wa sallama. Kita jadikan corona sebagai triger pemantik untuk mencintai Allah dan RasulNYA di atas yang lain. Halawatal iman (manisnya iman) hanya bisa dirasakan dengan Cinta Allah dan RasulNYA.
Diplomatic Quarter, Riyadh KSA 08/03/2020
Advertisement