Golkar dan Cara Keluar atas Kemelut
Oleh.: Fathorrahman Fadli
(Direktur Eksekutif Indonesia Development Research-IDR)
Partai Golkar sedang memanas lagi. Pemanasan suhu politik internal partai beringin itu sudah biasa terjadi, apalagi menjelang pemilu sudah dekat. Keributan diseputar kepentingan politik antar faksi di partai warisan orde baru itu seperti olahraga saja. Tidak perlu dirisaukan; sebab konflik bagi mereka adalah cara yang efektif untuk menyelamatkan organisasinya.
Orang-orang Golkar itu sudah punya cara bertengkar (conflict) dan bagaimana pula cara mereka berdamai (negosition). Jadi sehebat apapun keributan yang terjadi dalam tubuh Golkar, pastilah mereka punya cara untuk kembali tenang. Keributan bagi Golkar adalah iklan gratis yang sifatnya menyehatkan organisasi. Semakin ribut berkepanjangan, tentulah Golkar akan mendapatkan promosi yang murah meriah.
Perihal keributan di partai kuning itu berawal dari Munas yang menetapkan Airlangga Hartarto sebagai calon presiden pada Pemilu 2024. Meskipun itu sudah menjadi keputusan Munas Partai Golkar namun aksi turun ke bawah oleh Airlangga Hartarto tidak juga berbuah manis. Pasalnya, intensitasnya yang minim oleh kesibukan dia sebagai Menko Perekonomian. Oleh karena itu, hasil survei elektabilitas Airlangga masih belum pantas jika dipertahankan sebagai Calon Presiden versi Munas.
Apalagi, Airlangga kemudian diduga memiliki beberapa kasus yang dinilai akan mengganggu kinerja politik partai Golkar. Menurut Ridwan Hisyam, sebenarnya kalau melihat tradisi partai Golkar sejak orde baru hingga sekarang, Golkar tidak perlu mencalonkan kadernya sebagai presiden. Selama Soeharto berkuasa 32 tahun, yang ribut secara internal adalah diseputar wakil presiden.
Kekaryaan Golkar
Mengapa? Karena Golkar memiliki filosofi karya dan kekaryaan. Falsafah karya dan kekaryaan itu memiliki konsekuensi logis bahwa Golkar sepanjang hidupnya harus berada dalam lingkaran kekuasaan dan mendukung siapa saja yang sedang berkuasa. Mau presidennya pintar setengah pintar bahkan bodoh sekalipun. Semakin presiden itu bodoh, maka semakin baik bagi Golkar untuk mengendalikannya.
Apa sebab? Jika Golkar tidak berada atau mendukung kekuasaan, maka fungsi karya dan kekaryaan tersebut tidak akan dapat diejawantahkan dalam pembangunan nasional. Dalam pandangan Golkar, pembangunan atau berkarya itu hanya dapat dilakukan dengan baik jika Golkar memiliki kekuasaan.
Nasib Golkar dan Munaslub
Tokoh senior partai Golkar, anggota Dewan Pakar, Ridwan Hisyam yang akrab dipanggil Mas Tatok, mengatakan, cara menyelesaikan kemelut Golkar adalah menggelar Musyawarah Luar Biasa (Munaslub) dengan mengganti Airlangga Hartarto selalu Ketua Umum Partai Golkar.
"Saya waktu Munas yang menetapkan Airlangga sebagai capres itu sebenarnya merugikan Golkar, sebab kita tidak punya tradisi Presiden. Kalaulah pernah nyalon tidak pernah menang, oleh karena itu saya waktu itu menolak ide calon presiden namun sebagai proses demokrasi, tentu saya sendiri taat pada aturan," tegas Ridwan Hisyam dalam suatu podcast politik.
Namun demikian Ridwan memberikan solusi agar Airlangga mundur sebagai Menko Perekonomian, lalu konsentrasi pada pemenangan pemilu Legislatif partai Golkar. Rasa-rasanya, jika Airlangga mengambil sikap itu, maka konflik diinternal Golkar akan perlahan mereda.
Apakah Munaslub akan terus digelar? Saya pikir tekanan untuk menjatuhkan Airlangga dari kursi Ketua Umum partai, tidak lagi menjadi fokus perhatian.
Mungkin sekali Munaslub akan diarahkan pada revisi hasil Munas dari Capres menjadi cawapres. Dengan demikian maka partai Golkar akan tetap berada dalam lingkaran kekuasaan. Dan, jika pun pasangan kandidatnya tidak dapat memenangkan pilpres maka Golkar tetap dapat menyalurkan kadernya untuk mengisi kabinet. Dalam perkara demikian itu, Golkar tentu sangat berpengalaman.
Oleh karena itu, kemelut Golkar jika berujung Munaslub adalah penting bagi organisasi untuk mempertegas legitimasi mengubah orientasi dan target-target politik pada pemilu 2024 secara lebih realistik. Airlangga dipertahankan lalu memasang target wakil presiden. Hal ini sesuai dengan hasil-hasil jajak pendapat yang menyebar bahwa elektabilitas Airlangga masih tetap stagnan. Atau ada versi lain dimana Airlangga diganti dengan Luhut Binsar Panjaitan untuk membawa Golkar sesuai dengan kehendak politik Jokowi selaku presiden. Apalagi saat ini Jokowi sangat membutuhkan pelampung kekuasaan baru setelah kurang harmonis dengan Megawati pasca pencalonan Ganjar Pranowo. Jadi Munaslub adalah sebuah keniscayaan politik sebagai cara Partai Golkar menemukan solusi atas kemelut yang terjadi saat ini. ***
Advertisement