Glorifikasi Rizieq
Saya tertahan tiga jam di Bandara Soekarno Hatta. Ketika pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Mohamad Rizieq Syihab tiba di Indonesia. Setelah sekian lama tinggal di Arab Saudi.
Tidak hanya saya yang bernasib seperti itu. Banyak kawan yang satu pesawat mengalami hal yang sama. Padahal, mereka harus melakukan pertemuan bisnis dan urusan lainnya di ibukota.
Bukan hanya yang akan ke Jakarta. Banyak juga calon penumpang pesawat yang gagal terbang karena tidak bisa tepat waktu tiba di bandara. Termasuk seorang ibu hamil yang mestinya harus ke Medan karena orang tuanya meninggal.
Gara-garanya, jalan menuju Bandara Cengkareng dipenuhi massa FPI yang menyambut pimpinannya. Puluhan bus dan mobil pribadi parkir berjajar tiga di sepanjang jalan masuk bandara terbesar di Indonesia itu.
Akibatnya, jalan masuk dan keluar bandara macet total. Kendaraan yang menjemput saya baru bisa sampai ke terminal 3 bandara pukul 12.00 lebih. "Padahal saya berangkat dari rumah jam 7 pagi," kata sopirnya.
Rizieq Syihab sudah beberapa tahun tinggal di Arab Saudi. Setelah ia menggerakkan aksi 212, aksi unjuk rasa yang mengatasnamakan ummat Islam. Yang diikuti aksi berkelanjutan di ibukota.
Sosok yang oleh pengikutnya disebut sebagai imam besar ini tinggal di Arab Saudi setelah polisi mengungkap kasus dugaan chat mesum yang melibatkan dirinya. Setelah itu, unjuk rasa atas nama ummat menjadi reda.
FPI yang dipimpinnya berdiri di Jakarta. Semula menjadi gerakan moral. Memerangi kemaksiatan di ibukota. Mereka menyebut perang melawan kemungkaran. Seringkali mereka melakukan penggerebekan tempat-tempat hiburan.
Sayangnya gerakan melawan kemungkaran itu sering mengabaikan tatanan hukum. Tidak jarang terkesan main hakim sendiri dan didiamkan oleh aparat. Melawan kemungkaran dengan cara yang kemungkaran.
Setelah sekian lama, FPI yang dipimpin Rizieq Syihab ini bermetamorfosa menjadi semacam gerakan politik. Misalnya menggagalkan pencalonan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi Gubernur DKI.
Rizieq Syihab sebagai pimpinan FPI juga mengalami evolusi peran. Dari sekadar pendiri dan pimpinan tertinggi FPI menjadi Imam Besar yang penuh dengan glorifikasinya. Bahkan disebut Imam Besar Muslim Indonesia.
Glorifikasi ini tidak hanya dalam hal penyebutan peran kepemimpinannya. Tapi juga legitimasi sosialogis ikut menyertai. Misalnya, ia disebut sebagai keturunan Nabi Muhammad. Juga orang yang sangat dihormati Raja Salman karena statusnya itu.
Kebetulan, muslim di Indonesia memang sangat menghormati keturunan Nabi Muhammad. Mereka ini dikenal dengan sebutan habib. Kalau banyak disebut habaib. Mereka adalah warga keturunan Arab.
Penghormatan terhadap para habaib ini seringkali melebihi penghormatan kepada kiai atau ulama pribumi. Secara sosiologis, para habaib menempati struktur sosial tertinggi dalam komunitas muslim. Santri Nahdliyin biasanya mengagungkan habaib.
Atribusi habib, kemampuannya berorasi, dan keberaniannya dalam melawan apa yang diyakininya sebagai kemungkaran menjadikan Rizieq Syihab memiliki banyak pengikut. Apalagi setelah berhasil menggerakkan aksi 212 di Jakarta.
Rizieq Syihab tak hanya besar karena retorikanya yang keras. Tapi juga tampak terjadi glorifikasi yang didengungkan para pengikutnya secara sistematis dan terus menerus. Berjalan berkelanjutan.
Glorifikasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI) adalah proses, cara, perbuatan memuliakan, meluhurkan dan sebagainya. Mengglorifikasi seseorang berarti memulia-muliakan atau meluhur-luhurkan sosok tertentu.
Glorifikasi juga berarti aksi melebih-lebihkan sesuatu sehingga terkesan sempurna tanpa cela, hebat luar biasa, dan sangat suci. Glorifikasi akan makin bila terkait dengan kontek agama. Karena berimpitan dengan keyakinan.
Glorifikasi Rizieq Syihab seakan mengabaikan peran para ulama dan tokoh agama yang telah berjasa untuk negara bangsa. Bahkan mereka telah mengorbankan harta dan jiwa raganya. Kemudian melahirkan organisasi keagamaan yang berperan sampai sekarang.
Gerakan Rizieq Syihab dengan apa yang mereka yakini sebagai perang melawan kemungkaran ini berbeda dengan arus gerakan Islam lainnya. Seperti NU dan Muhammadiyah. Dua organisasi Islam terbesar di Indonesia yang telah ada sejak sebelum kemerdekaan.
Kedua ormas Islam yang sejak lama berdiri itu memiliki massa ratusan juta. Juga kiprahnya dalam pendidikan, sosial, dan keagamaan. Keduanya lebih merupakan gerakan kultural dan menjadi bagian tak terpisahkan dari dinamika negara bangsa.
Sepertinya ada tangan-tangan halus yang bermain di balik glorifikasi Rizieq Syihab. Sesuatu yang ditujukan bukan sebagai gerakan keagamaan. Tetapi lebih sebagai gerakan politik. Gerakan yang lebih berorientasi kepada kepentingan ketimbang nilai-nilai keagamaan.
Sebenarnya glorifikasi sosok tokoh seperti Rizieq Syihab bukan hanya menjadi monopoli fenomena kita. Hal yang sama terjadi pada sosok seperti Donald Trump yang dianggap para pendukungnya sebagai sosok penyelamat dunia. Dari ancaman mahluk bermata tiga.
Glorifikasi Donald Trump dengan bumbu mistisisme ala Amerika menghasilkan dukungan membabi buta terhadapnya. Ini terbukti dengan perolehan suaranya yang demikian banyak meski ia memimpin negeri itu dengan cara kosro dan berlawanan dengan nilai-nilai kepatutan.
Glorifikasi terhadap sosok atau tokoh bukan barang baru dalam sejarah. Hanya berbeda cara dalam menglorifikasikannya. Jika dulu glorifikasi dilakukan oleh penulis yang disewa, kini bisa dengan gampang dilakukan melalui media sosial.
Glorifikasi Rizieq Syihab makin mendapatkan momentum di era medsos. Para pendukungnya dengan gampang bisa melakukan massifikasi pesan glorifikasi dalam waktu yang singkat. Dengan jangkauan yang lebih luas.
Ini yang membuat kemunculannya bak meteor. Mengalahkan para kiai, ulama dan ustad yang mendedikasikan hidupnya untuk mencerahkan dan membimbing santri maupun umatnya dalam senyap. Yang menyebarkan ajaran Islam rahmah.
Glorifikasi terhadap sosok menjadi tidak masalah jika membawa kemanfaatan. Menciptakan tatanan masyarakat yang lebih baik dan teratur. Tidak menimbulkan kegaduhan baru, apalagi dengan kemasan agama.
Glorifikasi yang mengokohkan pemimpin legitimate untuk sebuah tatanan baru yang memberi rahmat bagi sekalian alam. Akan menjadi bencana jika glorifikasi terhadap sosok yang justru menciptakan kegaduhan.
Wallahu a'lam.
Advertisement