Globalisasi dan Agama, Mike Pompeo dan Macron
Saudaraku, saya selaku Ketua Dewan Penasihat Gerakan Pemuda Ansor Ansor, hadir di acara dialog peradaban yang bertema “Merawat Aspirasi Peradaban bersama Islam Rahmatan Lilalamin Indonesia - Amerika Serikat”. Acara berlangsung Kamis, 29 Oktober 2020, di Jakarta.
Acara dihadiri Menlu AS Mike Pompeo. Intinya Menlu AS, katakan deklarasi HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) selaras dengan nilai- nilai agama dan Islam Rahmatan Lil Alamin.
Mike Pompeo pengikut Partai Republik (Presiden Donald Trump) yang sedang berkuasa dan pengikut aktif agama Kristen Evangelis yang umumnya dianggap konservatif. Berbeda dengan pendahulunya dari Partai Demokrat yang mendukung perkawinan sejenis kaum LBGT, Partai Republik menolak perkawinan sesama jenis.
Bahkan, Trump mengusulkan seorang hakim wanita yang anti-kawin ala LGBT untuk mengepalai Mahkamah Agung dengan tujuan untuk menghapus UU tentang kawin sejenis.
Acara itu bertepatan waktunya dengan penyerangan terhadap jemaah gereja Notre Dam yang sedang mengikuti misa menewaskan 3 orang dan melukai beberapa orang lain. Pelaku seorang diri mengaku bernama Ibrahim dan dalam aksinya meneriakkan takbir.
Anda tahu dari kelompok mana pelaku tersebut. Ia diduga marah atas ucapan Presiden Macron yang menyalahkan “Islam“ atas kejadian pembunuhan sebelumnya di negara itu terhadap seorang guru yang menunjukkan kepada muridnya gambar kartun Nabi Muhammad Saw, suatu pelecehan agama Islam (Blasphamy). Pembunuhan itu sendiri bukan cara yang dianjurkan agama dan bukan cara bijaksana karena merugikan komunitas Muslim Perancis yang minoritas.
Ada perbedaan tafsir antara mereka yang memeluk suatu agama dengan para pendukung Sekularisme. Kita mendukung hak asasi manusia (HAM) asalkan mengakui hak-hak agama misalnya haram bagi kawin sejenis. Padahal banyak negara sekuler Barat yg mengizinkan hal tersebut.
Adapun guru Perancis yang menunjukkan kartun Nabi kepada muridnya termasuk "penista agama”. UU Perancis membolehkan penistaan agama berdasarkan prinsip sekularisme. Prinsip itu pula yang melarang mengenakan atribut keagamaan termasuk kalung salib di Perancis.
Sedangkan Presiden Macron mempersalahkan pembunuhan itu terhadap Islam. Ia tidak bisa membedakan Islam yang merupakan agama yang tolerans dengan kelompok “Islam” lain yang karena ideologi politiknya menjadi “suka membunuh", bukan saja kepada non-Muslim, tetapi juga kepada kaum Muslim sendiri. Macron kita golongkan sebagai bagian dari Islam Phobi (Islamofobia) dan juga golongan “ULTRA KANAN “.
Globalisasi harus sejalan dengan ajaran agama dan budaya.
KH Dr. As'ad Said Ali
(Pengamat Sosial Politik, tinggal di Jakarta)
Advertisement